Kringgg… Kringgg… Kringgg…
Suara alarm menggema di sebelah telinga Nathalie. Perlahan-lahan ia membuka matanya. “Silau sekali ini,” gumamnya dalam hati. Ternyata mentari pagi telah menampakkan sinarnya padaku. Tiffany masih lelap tertidur membelakanginya. Segera saja ia bangun dan mencuci muka. Setelah itu Nathalie memutuskan untuk pergi ke dapur. Dibukanya kulkas, dan isinya adalah… roti, telur, kornet, dan paprika. 'Astaga, eonni pasti jarang sekali berbelanja,' ucap Nathalie dalam hati. Dan tiba-tiba ide untuk membuat sandwich muncul di otaknya.
Dalam 15 menit, sandwich buatannya sudah siap.
“Hmm… Baunya wangi sekali,” kata Tiffany dari kejauhan. Ternyata dia baru bangun tidur. Matanyapun masih belum terbuka dengan sempurna. Sambil berjalan ke dapur, hidungnya mengendus-endus bau sandwich buatan Nathalie.
“Ya eonni! Lihatlah dirimu. Bukalah dulu matamu dan pergilah ke kamar mandi. Apakah kau mau makan sambil tidur oh?”
“Biarkan aku makan dulu dongsaeng. Setelah itu aku akan langsung mandi,” ujar Tiffany sambil mengambil sepotong sandwich. Diapun langsung melahapnya. Begitu mengunyah, matanya langsung terbuka. “Aigo, sandwichmu enak sekali. Aku tidak menyangka kalau kau sangat pandai memasak,” pujinya pada sang adik.
“Inilah hasil dari hidup sendiri selama bertahun-tahun. Sepertinya aku sudah cocok menjadi seorang istri hahaha.”
“Lelaki yang menjadi suamimu pasti sangat beruntung.”
***
Akhirnya mereka berdua tiba di daerah Gangnam. Di sinilah Eommanya dimakamkan. Mereka pun segera menuju tempat pemakaman. Mereka melangkahkan kaki melewati rumput-rumput dan ilalang yang tumbuh liar di sekitar area pemakaman. Dan akhirnya mereka menemukan nisan Eommanya, Kim Hye Won. Nisannya saja cantik, apalagi orangnya. Seketika bulir air mata keluar membasahi pipi Nathalie.
“Hallo, Eomma. Apa kabar? Eomma tau tidak, aku sangat merindukanmu. Kenapa aku sangat merindukanmu, padahal bertemu langsung denganmu saja belum pernah. Apakah kau tau betapa cantiknya aku sekarang, Eomma? Aku cantik, dan aku sudah berhasil. Aku sudah punya semua yang kuinginkan. Hanya Eomma yang tidak aku punya,” curhat Nathalie di depan makam Eomma. Tiffany yang ada di sebelahnya terlihat sedang menahan air matanya agar tidak jatuh.
“Tapi Eomma, aku pikir aku masih beruntung. Aku punya eonni yang sangat perhatian padaku. Meskipun dia super sibuk, dia selalu ada untukku. Saat aku sedih, dia selalu menghiburku. Tidak seperti Appa yang selalu sibuk. Apakah dia tidak tau kalau dia masih punya anak gadis yang butuh perhatian orang tua oh! Ah, mian Eomma. Kenapa aku jadi marah-marah seperti ini.”
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki menuju ke arah mereka.
“Maafkan Appa, Nathalie.”
Nathalie pun menoleh ke arah orang tersebut.
“A… Appa?” ujarnya tidak percaya. Seketika Nathalie bangkit dari posisinya dan segera memeluk Appanya. Tangisa Nathalie semakin menjadi di pelukan Appa.
“Aigo… Maafkan Appa sayang.Appa jarang sekali memperhatikanmu. Appa tidak tau jika anak gadis Appa begitu menderita seperti ini. Maafkan Appa yang selalu membiarkanmu kesepian. Sekali lagi maafkan Appa.”
Tiffany yang sedari tadi melihat pertemuan Nathalie dengan Appa pun ikut terharu. Ia langsung menghampiri Nathalie dan ikut memeluk adiknya itu bersama dengan Appa.
“Sudah lama Appa tidak memeluk kedua bidadari kesayangan Appa seperti ini. Tiffany, Nathalie, sekali lagi maafkan Appa. Sebagai permintaan maaf, Appa akan mengajak kalian jalan-jalan hari ini. Dan Appa juga punya waktu luang hingga besok. Apakah anak-anak Appa ini bersedia?”
“Ah, mianhae Appa. Hari ini aku ada jadwal dengan SNSD. Kau bisa berjalan-jalan dengan Nathalie hari ini. Tapi untuk besok, aku pasti ikut,” terang Tiffany pada Appa.
“Baiklah. Appa akan berjalan-jalan dengan satu bidadari hari ini. Appa akan menunggu untuk besok. Kau hati-hati di jalan, Tiffany,” pesan Appa.
“Ne, Appa. Oh iya, Nathalie. Jangan nakal ya. Jaga baik-baik Appa. Jangan meminta terlalu banyak pada Appa. Arraseo?” pesan Tiffany pada adiknya.
“Ah, Appa! Lihatlah putrimu itu, cerewet sekali,” keluh Nathalie pada Appa.
Segera saja Appa menawari anak bungsunya itu untuk makan siang di restoran mewah, tapi Nathalie menolaknya. Bukannya ia tidak suka, tapi ia sedang ingin sekali makan makanan pinggir jalan. Nathalie pun menjatuhkan pilihan pada tempat makan yang menjual perut babi.
“Appa, sudah lama aku tidak jajan di pinggir jalan seperti ini. Aku sangat senang sekali. Akhirnya aku bisa memakannya, apalagi ditemani Appa.”
“Ternyata anak gadisku ini suka sekali jajan, ya. Oh iya Nathalie, Appa sangat bangga padamu. Kau punya segalanya, tapi kau tetap sederhana,” puji Appa.
“Appa tau tidak, segalanya yang aku punya tidak bisa menjamin kalau aku bahagia. Kekayaan tidak ada artinya bagiku. Uang, barang, sangatlah mudah dicari. Sementara kasih sayang, itu sulit. Namun, hanya itulah yang membuatku bahagia. Sederhana, bukan?”
“Wah, anak Appa sekarang sudah benar-benar dewasa. Appa tidak tau siapa yang mengajarimu seperti ini.”
“Entahlah, Appa. Mungkin ini adalah hasil dari kehidupanku selama ini. Dulu awalnya aku benar-benar marah, kenapa aku harus sendiri di Amerika. Tapi lama-kelamaan aku mulai mengerti. Semenjak aku mengerti, semuanya jadi berbeda. Aku jadi menghargai segalanya, meskipun itu hanya hal kecil.”
“Appa sangat bangga padamu, Nathalie,” ucap Appa sambil mengelus puncak kepala Nathalie. Sepasang Ayah dan anak itu sangat menikmati kebersamaan malam itu.
***
Hari ini Tiffany mengajak Appa dan Nathalie untuk jalan-jalan ke Seoul. Nathalie sangat senang sekali, akhirnya ia bisa jalan-jalan lagi dengan Appa dan eonninya. Ia sedikit bingung ketika eonninya mengajak ke sebuah pasar tradisional yang menjual berbagai macam hasil laut.
“Nathalie, kau bisa berbelanja sepuasmu di sini. Nanti di rumah kita akan masak sama-sama. Okay?” tawar Tiffany padanya.
Tanpa berpikir panjang Nathalie langsung mengambil apapun yang ia mau. Gurita, cumi, kepiting, abalone, belut, lobster, dan beberapa ikan segar memenuhi bagian belakang mobil Tiffany yang kosong. Ia sangat senang bisa berbelanja sebanyak ini. Nathalie, eonni, dan Appanya juga menyempatkan diri untuk mencoba cacing laut mentah. Meskipun awanya sedikit jijik, tapi akhirnya berani mencoba juga.
Setelah puas berkeliling di pasar, Tiffany mengajakku Nathalie dan Appa pergi ke Namsan Tower. Karena banyak orang yang mengenali Tiffany, terpaksa jalan-jalan mereka harus sedikit tersendat. Sebagai seorang idola yang baik, Tiffany dengan senang hati memberikan fanservicenya.
Di atas Namsan Tower, mereka bertiga menikmati pemandangan Kota Seoul yang sangat indah. Sungguh sebuah momen yang sangat jarang sekali terjadi. Di saat-saat seperti ini, selalu saja ia merindukan kehadiran Eommanya.
“Appa, andaikan ada Eomma di sini,” kata Nathalie pada Appa.
“Eommamu ada di sini. Dia ikut menemani kita di sini. Eomma pasti tahu kalau kedua bidadarinya sudah besar sekarang. Eomma juga tahu kalau kedua anaknya sudah sukses. Appa rasa Eomma sangat senang sekarang,” ujar Appa sambil mengelus-elus puncak kepala Nathalie dan Tiffany. “Maafkan Appa yang tidak bisa selalu menemani kalian. Bahkan besok Appa harus melanjutkan perjalanan bisnis ke luar negeri. Sekali lagi, Appa minta maaf.”
Mempunyai Appa yang sibuk memang kadang menjengkelkan. Tapi di satu sisi, hal tersebut justru lebih mendewasakan. Itulah yang terjadi pada Nathalie dan Tiffany.