*JiWon pov
“JiWon-ah, ini aku… JiWon-ah, kita tidak akan terus seperti ini… Sentuhlah… Kau tahu kemana harus melihat… JiWon-ah, waktu akan berjalan cepat… Lari, JiWon-ah!!!”
“Akh!” Aku terbangun dari tidurku, lebih tepatnya terkejut karena sepertinya tadi aku bermimpi. Aku berusaha mengatur nafasku yang tersengal-sengal. Rasanya seperti baru saja terjadi aksi kejar-kejaran. “Jam berapa ini…?” Aku melihat kearah jam sekilas.
Aku baru saja keluar dari kamarku untuk mengambil minum dan tiba-tiba mendapati seseorang sedang duduk di meja makanku. Aku hanya bisa berdiri terpaku di depan pintu kamarku. Aku tidak bisa mengenalinya sama sekali karena dia duduk membelakangiku. Yang bisa kulihat saat ini adalah dia seorang pria. Masih di tempat yang sama, akupun memberanikan diri untuk bertanya padanya.
“Kau.. Siapa?”
Aku menunggu beberapa saat namun dia tidak menjawab pertanyaanku. Aku mulai ragu apakah dia mendengarku. Karena aku penasaran, dan terlebih ini apartemenku, dan terlebih aku menganggap dia sudah menyusup masuk, akupun menghampiri orang itu untuk melihat siapa dia sebenarnya.
“Bagaimana kau bisa..”
“Selamat pagi.” Aku belum menyelesaikan pertanyaanku dan tiba-tiba saja dia menoleh dan menyapaku sambil tersenyum.
Tentu saja aku terkejut sekaligus kebingungan. “Kau siapa? Bagaimana kau bisa masuk kesini?”
Aku sangat kebingungan karena dia hanya tersenyum padaku sejak tadi dan tidak menjawab pertanyaanku.
“Maaf, apa kau tidak bisa mendengar?” Tanyaku lagi sambil menunjuk-nujuk telingaku memberi isyarat kalau saja dia memang tidak bisa mendengar.
“Akhirnya kita bertemu.” Katanya lagi lalu beranjak dari tempat duduknya dan berdiri dihadapanku. Akupun harus sedikit menengadahkan kepalu untuk melihat kearahnya karena dia lebih tinggi dariku.
“Apa aku mengenalmu?” Tanyaku lagi, kali ini aku berharap dia benar-benar menjawabnya dan memberi tahu siapa dia sebenarnya.
“Mmmhhmm..” Gumamnya sambil mengangguk kemudian kembali menyunggingkan senyumnya.
Baiklah, aku mulai kesal. Dia memang pria yang tampan, aku suka melihat senyumnya. Tapi, dia baru saja menyusup ke apartemenku dan berusaha memperumit proses pengenalan dirinya dengan cara main tebak-tebakan seperti ini.
“Kau sudah menuruti permintaanku.”
“Aku?? Permintaan apa? Aku bahkan tidak pernah bertemu denganmu sebelumnya.” Aku semakin bingung dengan situasi konyol ini. Hahahahahaha petir, kau boleh menyambarku sekarang.
“Kau pernah membuang pesanku.”
Deg! Jadi… Apa dia… “Kau yang…” Aku yakin raut wajahku saat ini berbanding terbalik dengan wajahnya yang sedari tadi sangat tenang dan penuh senyuman.
“Kau sudah membantuku melarikan diri.”
“Jadi… Kau siapa? Dan kau datang dari mana? Bagaimana kau bisa mengenalku? Tambahan… Bagaimana kau bisa masuk ke apartemenku? Ayo jawab! Sebaiknya kau menjawabnya karena saat ini aku hanya ingin cepat-cepat mandi dan pergi kuliah.”
Dia tertawa sekilas lalu menghela nafas. Dia kembali duduk di meja makanku dan kali ini aku ikut duduk di hadapannya.
“Baiklah… Sebelumnya aku minta maaf padamu karena sudah mengganggumu belakangan ini dengan surat-suratku. Aku sudah menunggu sangat lama untukmu mengikuti apa yang aku minta di surat itu. Dan pada akhirnya semalam kau melakukannya. Namaku Ahn JaeHyun. Aku… Datang dari tempat yang sangat jauh. Sakin jauhnya, kau mungkin tidak akan mempercayainya.”
“Lalu apa maksudmu kalau aku sudah membantumu melarikan diri?”
JaeHyun terlihat berpikir sebentar sebelum menjawab pertanyaanku yang satu ini, “Kau tidak perlu memikirkannya.” Lalu dia tersenyum sekilas, “Aku sudah memperhatikanmu sejak lama. JiWon-ssi… Aku mau kau menjadi pacarku.”
“Uhuukkk! Uhhhuukkk! Apa kau bilang?? Uhhukk! Uhukk!” Aku tersedak minumanku tepat saat dia menyebut kata ‘pacarku’. “Aku benar-benar tidak mengerti apa yang sedang kau lakukan saat ini. Kau gila. Sebaiknya kau keluar dari apartemenku sekarang juga.” Aku beranjak dari tempat dudukku dan menuju kamarku. Mandi dan pergi ke kampus saat ini jauh lebih penting dari mendengar semua kegilaan ini.
“Baiklah, kau akan mengerti nanti. Sampai bertemu lagi.” Aku menoleh sejenak saat dia berpamitan dengan senyumannya itu lalu segera masuk ke kamarku tidak peduli dia benar-benar pergi atau tidak.
***
*Author pov
“Kau mau pergi ke kampus sekarang?”
“Apa yang sedang kau lakukan disini?!” JiWon terkejut saat baru saja keluar dari gedung apartemennya dan mendapati JaeHyun yang sedang bersandar ditembok sebelah pintu gedung.
“Sekarang aku tidak di apartemenmu, kan? Aku mau ikut denganmu ke kampus.”
“Kampusku hanya khusus untuk perempuan.”
“Lalu bagaimana temanmu David bisa kuliah disana?”
“Apa yang kau tahu soal David?”
“Aku hanya pernah melihatnya ada disana.”
“David mahasiswa pertukaran dari Kanada. Jadi dia punya hak khusus disana. Kau tidak boleh.” Jelas JiWon dengan ketus kemudian berlalu menuju halte bus di seberang jalan.
“Kau tidak perlu khawatir.” Kata JaeHyun sambil tersenyum yang membuat JiWon curiga. “Apa kau masih marah denganku?” JaeHyun mengambil tempat disebelah JiWon, bus-nya pun mulai berjalan.
JiWon menghela nafas panjang, “Aku tidak tahu apa aku harus marah atau tidak. Kau hal pertama yang membuatku memulai hari ini dengan buruk. Dan kau juga yang menjadi jawaban dari pertanyaanku selama ini mengenai surat itu.” Jelas JiWon jauh lebih tenang dari sebelumnya.
“Hhhhmm… Soal menjadi pacarku…” JaeHyun berhenti sejenak sebelum melanjutkan, JiWon sontak menoleh kearah JaeHyun, “Aku tidak benar-benar serius. Ehm, bukan tidak benar-benar serius, maksudku aku serius tapi tidak memintamu untuk memutuskannya sekarang juga.”
“Kau pikir menjalin hubungan sedekat itu semudah kau memintaku menjadi pacarmu begitu saja? Aku bahkan tidak tahu kau siapa. Dan kau bertingkah seolah-olah mengenalku.”
“Kalau kau mengijinkanku menjelaskan semuanya perlahan, maka perlahan kau juga akan mengerti. Aku paham bagaimana terkejutnya kau dengan kedatanganku tadi pagi dengan semua yang kukatakan. Aku tahu kau pasti tidak akan mempercayainya. Aku memulainya dengan sangat buruk.”
“Kalau begitu, syukurlah kau menyadarinya. Kau sangat beruntung aku tidak memanggil polisi untuk menangkapmu.”
“Aku minta maaf…” Nada bicara JaeHyun mulai merendah lalu mengalihkan pandangannya dari JiWon.
JiWon kembali hanya bisa menghela nafas panjang dan tidak menanggapi JaeHyun lagi.
Bus yang mereka tumpangi akhirnya sampai di E-University, universitas dimana JiWon kuliah. Mereka pun membayar kemudian turun dari bus.
“Kenapa kau masih disini? Aku sudah bilang kau tidak bisa…”
“JaeHyun-ssi. Selamat datang di E-University.” JiWon menoleh kearah suara yang berasal dari belakangnya. Matanya terlihat dua kali lebih besar saat melihat orang yang berdiri di belakangnya. SungKi seonsaengnim, Ketua Jurusan Bahasa Inggirs. Jurusan yang JiWon ambil saat ini. JiWon otomatis membungkuk 90 derajat.
JaeHyun melemparkan senyuman khasnya kepada SungKi seonsaengnim kemudian membungkuk memberi hormat.
Dengan kebingungan JiWon secara bergantian menengok dan menunjuk kearah JaeHyun dan SungKi seonsaengnim. Terbersit di hatinya berharap ini semua tidak benar-benar terjadi.
“Kau datang sangat awal, JaeHyun-ssi. Ini kartu identitas mahasiswamu.” JaeHyun menerima kartu identitasnya dari SungKi seonsaengnim. “Kami masih tidak percaya anak donatur terbesar universitas ini menjadi mahasiswa pertukaran disini. Kami sangat senang menerimamu disini.”
“Aku juga sangat senang bisa berkunjung kesini.”
“JiWon-ssi. Kau hari ini akan menemani JaeHyun berkeliling untuk memperkenalkan lingkungan E-University. Aku harap kau memperlakukannya dengan sangat baik. Sekali lagi kuucapkan selamat datang dan selamat bergabung di universitas kami.” SungKi seonsaengnim memberi selamat kemudian pergi meninggalkan JaeHyun dan JiWon yang masih di depan gerbang universitas.
“Enggggg… Apa…?? Aku…?” JiWon sangat tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Berbanding terbalik dengan JaeHyun yang saat ini terlihat sangat senang.
***