home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Reality

Reality

Share:
Author : adinary8
Published : 08 Aug 2016, Updated : 22 Aug 2016
Cast : Lee Jinki - Han Sunyeong - Kwon Jiyong - Jung Soojeong - Jonghyun - Taemin - Kibum - Minho
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |938 Views |0 Loves
Reality
CHAPTER 1 : Meet You By Surprise

“Apa benar kau adalah seorang aktor?”

.

.

RUN! RUN! RUN!

Sunyeong bersumpah malam ini adalah malam paling sial yang pernah ia alami seumur hidup. Ia terus berlari sambil menarik kopernya untuk menjauh dari beberapa orang yang kini sedang mengejarnya. Empat orang pria setengah mabuk di belakangnya ternyata masih kuat berlari, padahal Sunyeong sendiri tidak tahu sudah berapa ratus meter ia berlari dan berapa kali ia berbelok arah untuk menghindari mereka.

BRUG!

Sunyeong terjatuh terguling-guling di sebuah turunan jalan karena tali sepatunya lepas. Koper yang tadi ia seret terjatuh dan meluncur bersama dirinya. Sedangkan orang-orang gila dibelakangnya masih kuat mengejarnya padahal mereka sudah kehabisan napas.

“YA! Gadis— gila! Aigoo—— napasku—– hahhhh!!”

Mendengar teriakan salah satu dari pria-pria itu Sunyeong bergegas bangkit kemudian mengikat asal tali seatunya dan kembali mengambil kopernya. Kemudian ia terus berlari menyusuri jalan sempit sambil sedikit tertatih-atih. Sial sekali, kenapa tidak ada orang lewat satupun! Batin Sunyeong.

“Toloooong!!!”

Ish, sial! Tidak ada yang mendengarku! Batin Sunyeong lagi. Ia menoleh kebelakang dan pria-pria itu masih mengejarnya. Bahkan dua diantara mereka terlihat masih sangat kuat berlari sedangkan tenaga Sunyeong sudah hampir habis. “Jebal! Aku harus kemana lagi?!” Ia berbicara pada dirinya sendiri. Sunyeong masih berlari sampai matanya melihat sebuah mobil di parkiran restoran cepat saji yang baru saja akan pergi.

Tanpa pikir panjang Sunyeong langsung berlari menghampiri mobil tersebut kemudian masuk kedalam dan duduk di kursi belakang. “Tuan! Aku mohon cepat pergi dari sini! Aku mohon tolong aku!”

Seorang lelaki yang duduk di kursi kemudi menoleh ke belakang dengan wajah terkejut. “Ya! Kau siapa?!”

“Jebal, Tuan. Aku akan menjelaskannya nanti, aku mohon cepat pergi.”

“Beraninya kau-“

“Cepat, Tuan! Mereka semakin dekat, jebal!!!”

Laki-laki itu seketika ikut panik. “Nu- nugu?!” Ia pun dengan segera tancap gas dan berlalu pergi dari tempat parkiran.

“YA! Sebenarnya kau ini siapa?! Dan mau kemana?! Kenapa mereka mengejarmu?! Kau pencuri?! Buronan polisi?! Teroris?!” Laki-laki itu bertanya pada Sunyeong melalui spion yang terpasang di langit-langit mobil.

“Syukurlah, kita sudah jauh.”

“YAAAA! Aku bertanya padamu!”

“Eh? Aniyo! Aku bukan orang jahat, aku hanya calon mahasiswi disini.”

“Aku tidak percaya padamu.”

“Aku berani bersumpah, Tuan. Tadi aku ditipu oleh supir taksi lalu-”

“Aku tidak peduli. Sekarang kau akan turun dimana?” tanya lelaki itu ketus.

“Chamkkamnyo,” Sunyeong merogoh saku celananya, kemudian ia membuka tas gendong juga kopernya. Dimana aku meletakkan alamat sialan itu?! Rutuknya dalam hati.

“Dimana????” Tanya lelaki itu tak sabar. Ia sudah kelewat kesal sekarang karena gadis asing di belakangnya hanya sibuk mencari barang yang tidak penting.

“Alamatnya… alamatnya hilang dan ponselku rusak karena jatuh…” Lirih Sunyeong.

Laki-laki itu mendengus. “Penipu.”

Tiba-tiba mobil mercedez mewah itu berhenti dibahu jalan dan si pengemudi turun dari mobil. Membuka pintu penumpang dengan kasar dan menatap tajam gadi di dalamnya. “Keluar.”

Sunyeong menggigiti bibir bawahnya dan mulai menarik tas dan kopernya untuk keluar dari mobil. “Tapi aku… tidak hapal kota ini, bagaimana aku-“

Laki-laki itu mengibaskan tangan di depan wajahnya. “Aku tidak peduli.” Lelaki itu langsung membanting keras pintu mobilnya sampai membuat Sunyeong terlonjak kaget.

Sunyeong pun membuka topi yang sedari tadi ia pakai, menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga lalu membungkuk untuk meminta maaf dan mengucapkan terimakasih. Kemudian ia sedikit menengadah keatas untuk melihat lelaki di depannya. “Sekali lagi aku minta maaf.” Kemudian Sunyeong menunduk lagi.

Lelaki di depannya tiba-tiba terdiam dan tak bergerak sedikitpun. Matanya membelalak setelah ia melihat wajah Sunyeong. Karena suasana mendadak hening, Sunyeong pun kembali mengangkat kepalanya. “Namaku Han Sunyeong. Sekali lagi terimakasih dan maaf, Tuan. Aku permisi.”

Laki-laki itu masih terdiam saat Sunyeong mulai menarik kopernya dan berlalu pergi dari hadapannya. Ia mengerjap dan kembali memanggil Sunyeong. “Sunyeong-ssi!”

“Ne?”

“Masuklah, aku berubah pikiran.”

Sunyeong berjengit bahagia. Melihat lelaki di depannya membuka pintu penumpang di depan dan mempersilakannya masuk membuat Sunyeong yakin jika laki-laki ini tidak sedang bercanda. Saat mobil melaju, suasana benar-benar hening dan itu sangat canggung. Sunyeong pun berdeham pelan dan mulai bersuara. “Sebelumnya, aku sangat berterimakasih padamu. Aku akan memperkenalkan diriku dengan benar. Namaku, Han Sunyeong. Aku berasal dari Daegu dan sebentar lagi aku akan berkuliah., maka dari itu aku pergi dan akan menetap di Seoul.”

Walaupun tidak mendapat respon, Sunyeong tetap melanjutkan penjelasannya. “Saat tiba di stasiun kereta, aku naik taksi tapi sepertinya supir menipuku dan menurunkanku di tempat yang salah. Lalu empat pria setengah mabuk itu tiba-tiba menghampiriku dan mengejarku. Kertas alamatku sepertinya terjatuh dan ponselku pecah karena terjatuh tadi.”

Mendengar kata terjatuh, lelaki itu melirik sedikit baju dan celana Sunyeong yang kotor dan robek di bagian sikut dan lutut. Bahkan ia bisa melihat darah yang keluar dari luka tersebut. “Apa kau akan menginap di penginapan malam ini?”

Sunyeong mengangguk. “Lebih baik seperti itu, karena aku sudah sangat kacau malam ini.”

“Omong-omong, siapa namamu, Tuan?” Tanya Sunyeong tiba-tiba.

Lelaki itu menoleh menatap gadis disampingnya sedikit lebih lama dengan tatapan yang aneh. “Jinki.” Kemudian kembali menatap jalanan di depannya. Dia tidak tahu siapa aku? Tanya Jinki dalam hati.

Ketika di perjalanan menuju sebuah penginapan Jinki tiba-tiba berbelok ke arah kiri, padahal penginapan yang ia tuju harusnya berbelok ke arah kanan. Sedetik kemudian Jinki mempercepat laju mobilnya. “Sebaiknya kau menginap dirumahku saja.”

Mwo??? Waeyo???” Perasaan Sunyeong tiba-tiba tidak enak. Apa jangan-jangan sekarang ia sedang diculik dan akan dijual?

“Jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku melihat mobil paparazzi di depan toko dan sekarang mobil itu mengikutiku.”

“Paparazzi???”

***

Pagi ini pelataran kantor SM C&C terlihat lebih sibuk dari biasanya karena beberapa tukang sedang memasang poster baru di dinding gedung SM C&C. Seseorang yang baru saja turun dari sebuah mobil sedan berdiri di depan gedung sambil menengadah keatas memperhatikan proses pemasangan poster baru tersebut. “Aku membawakan sesuatu untukmu, Lee Jinki.” Kemudian laki-laki itu berjalan masuk kedalam gedung. Memasuki lift dan naik ke lantai 9, lantai tertinggi di SM C&C.

Seorang sekretaris mengetuk sebuah pintu kayu besar yang terletak di ujung lorong kemudian masuk saat atasannya memperbolehkan ia masuk. “Sajangnim, ada yang ingin bertemu dengan anda.”

Seorang wanita yang dipanggil sajangnim itu menghentikan sejenak aktivitasnya dan menatap sekretarisnya. “Siapa?”

“Saya, Sajangnim.” Lelaki itu tiba-tiba masuk.

Air mukanya berubah tegang. Wanita itu kemudian meletakkan pulpen yang sedang ia pegang. “Kau boleh kembali ke tempatmu, Sekretaris Oh.”

Setelah sekretaris Oh keluar, lelaki itu melangkah maju menuju tempat duduk di hadapan wanita tersebut. “Sudah lama kita tidak bertemu, Lee Hyun Seosajangnim.”

Hyun Seo tersenyum. “Sepertinya kau hidup dengan sangat baik, Kwon Jiyong. Ah, ani, jurnalis Kwon.”

“Tentu saja. Hidupku tak seburuk yang kau kira.”

“Senang mendengarnya. Apa kau ingin meminum sesuatu?”

“Tidak, terima kasih. Aku hanya ingin memberimu sesuatu hari ini.” Jiyong menyodorkan sebuah amplop cokelat pada Kang sajangnim.

Hyun Seo meraih amplop tersebut dan membukanya perlahan dengan perasaan cemas. Ia cemas karena Jiyong adalah orang andalan Dispatch. Portal berita yang mengetahui segalanya, entah bagaimana caranya. Tidak ada masalah yang sedang terjadi di SM C&C, jadi kemungkinan ini adalah berita tentang artis yang bernaung di SM C&C. Semoga ini bukan berita mengenai Lee Jinki, batinnya.

Mata Hyun Seo membelalak melihat foto-foto yang baru ia ambil dari dalam amplop tersebut. “Darimana…?”

“Tadi malam kebetulan aku sedang mengikutinya. Mungkin instingku terlalu kuat, padahal anda tahu bahwa Lee Jinki adalah seorang aktor yang namanya nyaris bersih dari skandal dan berita miring apapun. Tapi tadi malam merupakanjackpot.” Jelas Jiyoung. “Aku tidak akan mengeluarkan berita apapun. Bahkan orang kantor belum ada yang mengetahuinya. Tapi aku hanya memberimu beberapa foto saja. Dan.. saat itu bukan hanya aku yang mengikutinya, sepertinya The Fact juga mengikuti mobil Jinki tadi malam. Aku tidak tahu apa yang mereka dapat, tapi kau dan keponakan kesayanganmu itu sebaiknya berhati-hati.” Lanjutnya.

Hyun Seo, wanita berumur 46 tahun itu menatap Jiyoung dengan nanar tanpa mengucapkan apapun untuk membalas perkataan Jiyoung. Lelaki berumur 30 tahun itu kemudian beranjak dari kursinya. “Aku permisi.”

Setelah Jiyoung keluar, Hyun Seo meremas tiga buah foto ditangannya. Tiga foto itu memperlihatkan Lee Jinki dengan seorang gadis bertopi serta tas gendong dan koper sedang berdiri di bahu jalan. Kemudian foto kedua memperlihatkan Jinki yang membuka pintu depan penumpang untuk mempersilakan gadis itu masuk. Foto terakhir memperlihatkan gadis itu masuk ke dalam mobil. “Sial!!!” Hyun Seo membanting foto-foto itu ke mejanya. “Anak ingusan itu pasti terus mengikutinya semalaman dan mendapat banyak foto!!! Kau sangat ceroboh, Jinki!!”

***

Pagi hari, saat Jinki hendak pergi menuju ke dapur ia melihat seorang gadis dengan plester di sekitar sikut dan lututnya sedang mengerjakan sesuatu di dapur rumahnya. Ah, ia lupa kalau tadi malam seseorang menginap di rumahnya. Seseorang yang tidak ia kenal.

“Apa yang kau lakukan di dapurku?”

Sunyeong sedikit terlonjak dan segera menoleh ke belakang. Ia mendapati Jinki sedang berjalan ke arahnya dari arah tangga dengan raut wajah tidak suka. “Emm, maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk tidak sopan-“

“Kau memang tidak sopan.” Potong Jinki.

“Tadi pagi aku bertanya pada supir pribadimu kenapa tidak ada asisten rumah disini, lalu ahjussi itu bilang asisten rumah disini sedang sakit, jadi sebagai rasa terima kasihku aku berinisiatif untuk membuatkanmu sarapan.” Jelas Sunyeong sambil melepas celemek dari tubuhnya. Tapi kemudian ia mendengar Jinki mendesah keras. Sunyeong langsung ciut. “Maafkan aku.”

“Sudahlah, lagipula kelihatannya tidak buruk.” Jinki menarik salah satu kursi di meja makan dan langsung duduk. Ia mulai mencicipi sarapan buatan Sunyeong. “Lumayan.”

“Senang mendengarnya.” Ucap Sunyeong serasa duduk dan mulai makan. “Jinki-ssi.” Panggil Sunyeong ditengah kegiatan mereka.

“Wae?”

“Boleh aku bertanya sesuatu?”

“Apa?”

“Apa benar kau adalah seorang aktor?”

Sambil tetap melanjutkan kegiatan sarapannya, Jinki mengangguk. Mata Sunyeong melebar. Berarti benar, dari kemarin ia merasa tidak begitu asing dengan wajah Jinki. Bahkan ia sempat melihat sebuah etalase besar yang terpajang di lantai satu terisi oleh berbagai macam piala penghargaan yang berasal dari berbagai macam stasiun televisi. “Itu sebabnya kemarin mobilmu diikuti oleh paparazzi?”

Jinki mengangguk. “Em.”

“Oh, daebak! Aku menerobos masuk ke dalam mobil seorang aktor!” Mungkin ia memang tak asing dengan wajah Jinki, tapi ia tidak tahu kalau Jinki adalah seorang aktor. Ia tidak tahu apa saja drama, film, atau acara tv yang pernah Jinki mainkan. Yang Sunyeong tahu hanyalah idola kesayangannya, Lee Taemin.

“Kau sudah ingat alamat tujuanmu?” Tanya Jinki ketika ia meletakkan sendoknya diatas meja.

Sunyeong menelan salivanya lalu menggeleng. “Bolehkah aku meminjam telepon rumahmu? Aku ingin menelepon adikku di Daegu dan menanyakan alamatnya.”

“Boleh.”

“Aku benar-benar berterima kasih padamu, Jinki-ssi.”

“Aku ada jadwal pagi ini. Jika kau akan pergi, pinta Hong ahjussi untuk mengantarmu, kalau kau keluar dari rumahku tanpanya kemungkinan kau akan tertangkap kamera. Kau mengerti?”

Sunyeong mengangguk tanda mengerti. Kemudian Jinki beranjak dari kursinya saat manajer meneleponnya. Ternyata sang manajer sudah menunggu Jinki di parkiran rumahnya bersama mobil van hitam. Sunyeong memperhatikan pintu gerbang rumah yang terbuka otomatis melalui jendela, kemudian mobil van hitam itu bergerak keluar dari pekarangan rumah yang ditaksir luasnya bisa sampai lebih dari 200 meter persegi.

Setelah itu Sunyeong bergegas menelepon adiknya dan kembali masuk ke kamar tamu yang terletak di lantai dua untuk bersiap. Hong ahjussi bilang mereka akan pergi setelah Hong ahjussi selesai mencuci mobil dan mandi, untuk menunggu Hong ahjussi Sunyeong memutuskan untuk sedikit berkeliling di lantai satu.

Menurutnya, rumah Jinki terasa begitu nyaman. Dengan nuansa serba putih yang memberi kesan luas dan bersih juga rapi. Di sudut ruangan lantai satu terdapat sebuah grand piano berwarna putih yang diletakkan di dekat pintu geser yang terbuat dari kaca besar yang menghubungkan ruangan dengan halaman belakang yang luas. “Dia sendirian tapi rumahnya cukup untuk dua bahkan lebih kepala keluarga. Kalau dijual, berapa harganya, ya? 1 Milyar won? Atau 2 Milyar won? Auh, harganya menakutkan.”

Berbeda dengan lantai dua yang lebih sempit, lantai satu ini luasnya hampir seperti taman bermain karena sangat luas. Sunyeong berjalan menuju ruang televisi yang di lengkapi dengan home theater dan curve TV yang besar. Berhadapan dengan televisi, terdapat sebuah meja kaca berbentuk oval yang dilengkapi dengan dua sofa di dekatnya. Bahkan ada kursi pijat yang di letakkan di sebelah sofa tersebut.

Saat ia akan kembali ke ruang tamu, sederetan foto-foto yang terpajang di sebuahbilly berwarna putih menarik perhatian Sunyeong. Ia mulai melihat-lihat dari sebelah kiri yang menunjukan foto-foto Jinki saat masih kecil bersama keluarganya. “Dia punya seorang kakak? Apa kakaknya sekarang juga setampan dia?” Sunyeong tersenyum sendiri. Para aktor memang selalu tampan, tapi tanpa menjadi seorang aktor pun Jinki pasti akan terkenal karena ketampanannya. Kemudian ia bergeser dan melihat beberapa foto-foto Jinki remaja dan dewasa bersama orang tuanya kemudian bersama nenek dan kakek. “Kenapa tidak ada foto kakaknya lagi? Ah, padahal aku penasaran.”

Sunyeong pun terus bergeser lagi dan melihat ada banyak foto Jinki bersama ke empat teman-temannya. “Omo!! Apa itu Lee Taemin???”  Sunyeong mengambil salah satu fotonya dan menelitinya dengan seksama. “Majja! Ini Lee Taemin! Kenapa aku tidak tahu Taemin berteman dengan seorang aktor?”

Setelah puas melihat foto-foto Taemin, Sunyeong bergeser lagi ke kanan dan ia tertegun saat melihat foto seorang wanita cantik mengenakan dress putih tanpa lengan yang berdiri di tengah-tengah taman bunga berwarna ungu. “Chamkkaman…” Mata Sunyeong beralih ke foto-foto lain yang menampilkan foto-foto wanita tersebut dalam berbagai pose, latar, dan tentunya berdampingan dengan Lee Jinki. “Aku rasa aku tidak memiliki saudara kembar atau seorang kakak perempuan, kenapa… wanita ini terlihat sangat mirip denganku?” Sunyeong mulai meraba-raba wajahnya sendiri.

“Eoh??” Mata Sunyeong tertuju pada sebuah foto yang memperlihatkan sepasang laki-laki dan perempuan yang berdiri di depan altar dan mengenakan setelan baju pengantin. “Lee Jinki sudah menikah??? Omo! Apa istrinya akan marah kalau ia tahu aku tidur di rumah mereka??”

“Nona..”

Sunyeong terlonjak kaget dan langsung menoleh ke belakang. “Oh, Ahjussi aku sangat terkejut!”

“Maaf, nona. Apa nona sudah siap?”

“N- ne, aku sudah siap. Koper dan tasku ada di ruang tamu. Mari, ahjussi.” Sunyeong berjalan mendahului Hong ahjussi.

***

Bulan sudah berganti menjadi April, itu artinya sudah satu bulan Sunyeong berkuliah di Seoul National University dan ia benar-benar merasa sangat beruntung bisa berkuliah disini, bahkan ia masih tidak percaya bahwa ia bisa mendapatkan beasiswa. Bukan hanya prestasi dan alumni SNU yang membuat Sunyeong takjub, tapi juga proses perkuliahan, fasilitas, hingga para mahasiswa yang memiliki wajah-wajah selebriti pun membuat Sunyeong merasa senang bisa berkuliah disni. Tapi, ada satu hal yang membuat Sunyeong sangat bersemangat pergi ke kampus. Fakta bahwa idolanya, Lee Taemin bahkan berkuliah di SNU.

“Sunyeong-ah, menurutmu warna kutek apa saja yang harus aku beli sepulang kuliah nanti?”

Adalah Jung Soojeong, gadis cantik yang nyaris sempurna itu adalah teman dekat pertamanya di SNU. Menurut Sunyeong, apapun yang dilakukan oleh Soojeong terlihat begitu imut. Dia ber-aegyo­ setiap saat, kata Sunyeong.

“Hijau muda dan merah muda, mungkin?”

“Aku rasa saranmu bagus.”

Sunyeong tersenyum sambil menggeleng. Temannya ini senang menghambur-hamburkan uang. “Soojeong-ah..”

“Wae?”

“Sudah sebulan aku kuliah disini tapi aku tidak pernah melihat Lee Taemin sekalipun. Apa dia jarang kuliah, ya?”

Soojeong tiba-tiba berhenti sejenak. “Dunno, probably yes. Dia adalah idol terkenal dan punya segudang kesibukan. Mana sempat memikirkan kuliah. Jangankan kuliah, memikirkan dirinya sendiri saja dia tidak becus.”

“Auuhh, kau menakutkan. Kau berbicara seolah kau ini teman dekatnya.” Sunyeong pun tertawa dan kembali menarik lengan Soojeong untuk berjalan. Soojeong hanya diam, tidak berniat merespon perkataan Sunyeong lagi.

“Kelas kedua masih dua jam lagi, bagaimana kalau kita makan siang?” Tanya Soojeong.

Call!”

Setelah acara makan siang, Sunyeong memutuskan untuk pergi ke perpustakaan. Ada buku yang harus ia kembalikan hari ini. Sedangkan Soojeong pergi menemui temannnya yang lain. Sebelum mengembalikan buku, Sunyeong terlebih dahulu memilih buku apa lagi yang akan ia pinjam untuk dua minggu kedepan. Sunyeong pun berjalan menuju sebuah rak buku yang menjulang tinggi di pojok ruangan, ia hendak mencari buku-buku dasar atau pengantar psikologi.

“Aww!!” Tiba-tiba Sunyeong tersandung sesuatu dan jatuh bersama buku-buku yang juga berjatuhan dari tangannya. Ternyata ia tersandung kaki seorang pria yang sedang duduk berselonjor dengan punggung bersandar di tembok, ia duduk dengan posisi tubuh yang setengah merosot ke lantai nyaris berbaring dan wajahnya di tutup sebuah buku besar. “Siapa yang tidur di perpustakaan siang-siang, begini?!” Geram Sunyeong. Ia pun bangkit dan menarik buku besar yang menutupi wajah pria tersebut. “YA KAU—OMO!!!”

Merasa terusik, pria itu pun membuka matanya dan menguap lebar sambil merentangkan kedua lengannya yang panjang. Setelah ia sadar sepenuhnya, ia pun segera bangkit dan meminta maaf pada Sunyeong. “Mian- mianhaeyo, aku ketiduran, maaf sudah membuatmu tidak nyaman.”

“Kau baik-baik saja?” Tanyanya pada Sunyeong.

“Tuhan sangat baik padaku hari ini.” Jawab Sunyeong.

“Ne?” Pria ini tidak mengerti, ada apa dengan gadis pendek di depannya ini.

“Boleh aku meminta tanda tanganmu, oppa? Aku bahkan menyimpan photocardmu di dompetku.” Ya, orang yang membuat Sunyeong terjatuh tadi adalah Lee Taemin. Entah apa yang sudah ia perbuat hingga Tuhan akhirnya mempertemukannya dengan Taemin untuk yang pertama kalinya.

***

Hari ini adalah waktunya untuk memanen jagung dan juga ubi dari kebun. Dua orang pekerja kebun sudan bersiap dengan peralatan berkebun mereka pagi ini. Han Il Baek adalah pemilik kebunnya sekaligus ayah dari Han Sunyeong yang tinggal di Daegu bersama istrinya yaitu Yoon In Ha serta dua adik kembar laki-laki Sunyeong, Han Soo Eok dan Han Soo Jin.

“Appa!” Soojin berlarian dari rumahnya menuju kebun yang terletak tidak terlalu jauh dari kebun mereka. “Mereka datang lagi, appa.”

Perkataan anaknya tersebut sukses membuat Il Baek dan dua pekerja kebunnya menghentikkan kegiatan mereka memanen jagung. Dua pekerja Il Baek saling menatap kemudian menatap Il Baek yang berdiri dibelakang mereka. “Biar kami yang menyelesaikan ini, paman. Paman temuilah orang-orang itu.”

Il Baek menatap kedua pekerja kebunnya kemudian meletakkan peralatan yang ada ditangannya dan berjalan menuju rumah. “Jika lelah, istirahatlah.” Ucap Il Baek saat melewati dua pekerjanya.

“Silakan duduk.” Il Baek mempersilakan dua orang pria berjas abu-abu dan hitam untuk duduk di ruang tamunya yang tidak terlalu luas.

“Kami akan langsung ke inti pembicaraannya, Tuan.” Ucap salah seorang dari pria-pria berjas tersebut.

“Silakan.”

“2x lipat. Atasan kami akan membeli seluruh tanah yang Tuan punya dengan harga 2x lipat dari harga pasar.” Jelas pria berjas abu-abu.

Il Baek tersenyum masam. “Sudah kuduga kalian akan menyogokku seperti ini.”

“Bagaimana, Tuan? Beberapa rumah disini bahkan sudah setuju untuk menjualnya dengan harga pasar saja. Tapi khusus untuk anda, pemilik lahan terluas di daerah ini, kami memberikan tawaran yang menggiurkan.” Jelas pria berjas hitam.

“Jawabanku tetap sama, yaitu tidak. Aku tidak akan menjual lahanku.” Jawab Il Baek mantap.

Pria-pria berjas itu saling menatap. Bahkan di belakang ruang tamu, In Ha serta kedua anak kembarnya juga saling menatap. Mereka terlihat cemas apakah Il Baek akan menjual lahan ini atau tidak pada perusahaan mobil tersebut. Mereka bahkan tidak tahu pasti itu adalah perusahaan mobil mana. Il Baek tidak pernah mau memahasnya sedikitpun.

Pria berjas abu-abu menarik napas dalam-dalam. “Jika anda berubah pikiran, hubungi saya. Anda tentu masih menyimpan kartu nama saya.”

“Ya.” Jawab Il Baek singkat.

“Kami permisi.” Ucap mereka sebelum beranjak dari kursi dan keluar dari rumah Il Baek. Mobil mereka melaju cepat dengan membawa kegagalan mereka untuk kedua kalinya karena tidak berhasil membujuk Il Baek untuk menjual lahan miliknya yang luasnya lebih dari 10.000 meter persegi, belum termasuk dengan luas lahan rumah.

Di dalam mobil yang baru saja melaju pergi dari rumah Il Baek, pria berjas hitam yang duduk di kursi penumpang menelepon seseorang dengan ponselnya. “Kami masih belum berhasil, sajangnim. Tapi anda tenang saja, lambat laun dia pasti tergiur dengan tawaran yang anda berikan. Kita masih punya cukup banyak waktu untuk mengosongkan lahan di daerah itu.”

“Jika dua bulan lagi kau masih belum berhasil juga, aku yang akan turun tangan sendiri mengurus ahjussi tua itu.” Ucap seseorang dari telepon.

“Saya akan terus berusaha, sajangnim. Bahkan kita masih punya rencana terakhir yang akan cukup menguntungkan kita. Dua bulan kedepan sebaiknya kita bermain aman saja.”

“Terserah padamu, lakukan saja tugasmu dengan baik.”

“Baik, sajangnim.”

***

Jinki termenung sendirian di dalam van dengan bento dan sebuah naskah drama di pangkuannya. Walaupun pertemuannya cukup singkat, tapi ia masih tidak bisa menyingkirkan bayangan gadis bernama Han Sunyeong dari pikirannya. Hal itu membuat Jinki kembali mengulang memori-memori bersama istrinya.

“Jinki-ya, kau mau es krim cokelat atau vanila? Atau kau mau mixed ice cream?” Kim Minji menunjuk daftar menu es krim yang terpasang di dekat kasir di sebuah kedai es krim.

“Hmm, rasa apapun aku suka. Terserah kau saja.” Jawab Jinki.

“Tsk, jika kupilih rasa cabai, apa kau mau memakannya?”

“Asal kau yang menyuapiku, aku tidak masalah. Es krim ginseng pun akan ku makan.” Jinki tersenyum sambil memamerkan deretan gigi putihnya yang lucu.

Minji tersenyum. “Kau sangat menggemaskan, Lee Jinki. Aku ingin memakanmu saja kalau begitu.” Ia pun mencubit kedua pipi tembam Jinki dengan kedua tangannya.

Jinki tersenyum miris sambil mengacak-acak nasi di dalam bento miliknya. Terlalu banyak kenangan menyenangkan bersama istrinya hingga rasanya ia ingin pergi ke masa lalu dan tinggal di dalamnya sampai ajal menjemput. “Waktu berjalan terlalu cepat.” Gumam Jinki. Terlalu cepat merenggut kebahagiannya. Itu yang Jinki maksud dalam hatinya.

Pikiran Jinki kembali menarik sosok Sunyeong yang membuatkannya sarapan. “Kenapa Tuhan mempertemukanku dengan gadis itu?” Jinki bertanya pada dirinya sendiri. “Pertahananku nyaris runtuh bahkan saat pertama kali menyadari wajahnya yang mirip dengan Minji. Wajah mereka sangat mirip, bahkan saat aku memperhatikannya dengan seksama.” Lanjutnya.

“Selamat pagi, suamiku! Duduklah, sarapan sebentar lagi siap.” Minji menoleh kearah Jinki yang baru saja turun dari lantai dua rumah mereka. Saat itu Jinki sudah berpakaian rapi dan siap untuk pergi syuting setelah sarapannya selesai nanti.

Jinki mencium aroma masakan yang sangat enak. Perutnya tiba-tiba lapar. “Bahkan dari wanginya aku bisa memberikan nilai 1000 untuk masakanmu.” Kemudian ia menarik kursi untuk duduk dei meja makan.

“Memasak adalah keahlianku bahkan sejak aku bayi.” Canda Minji.

“Kalau begitu mencintaimu adalah keahlianku bahkan sejak aku masih di dalam kandungan.” Jinki tidak mau kalah.

“Mwoyaaa, pagi-pagi kau sudah menggodaku seperti itu.” Minji tersipu.

“Jodoh adalah takdir yang diberikan Tuhan bahkan sebelum nyawa kita hadir di dunia ini, kau tahu? Jadi apa salahnya jika aku mengatakan aku mencintai takdirku bahkan sebelum aku hadir di dunia ini.” Jinki semakin gencar mengeluarkan jurusnya.

Cup!

Minji mencium pipi kiri Jinki sebelum ia meletakkan menu sarapan mereka di atas meja makan. “Hadiah untukmu karena sudah membuatku tersanjung.”

Jinki tersenyum miris lalu menghembuskan napasnya dengan berat. “Takdir… bahkan aku berpisah dengan takdirku sendiri.”

“Jinki-ya, kau sudah selesai makan?” Hyung Shik, manajer Jinki menghampirinya setelah lebih dari 30 menit Jinki menghilang dari lokasi take.

Jinki tersenyum sambil memamerkan deretan gigi putihnya yang lucu sambil berusaha menetralkan kembali suasana hatinya. “Lima menit lagi, hyung. Aku akan menyusul ke lokasi take.”

Geurae, tumben sekali makanmu lambat. Kau baik-baik saja? Apa kau merasa tidak enak badan?” Tanya Hyung Shik.

Jinki menggeleng. “Aku hanya lelah, jadi agak malas makan.”

“Satu bulan lagi, syuting drama ini akan selesai. Setelah itu kau bisa beristirahat atau berlibur sebentar sebelum sibuk dengan jadwalmu yang lain.” Hyung Shik menepuk pundak Jinki pelan kemudian mengusapnya sebentar. “Kupikir setelah kita pulang dari Greece, syutingnya akan benar-benar selesai. Tapi ternyata seminggu kemudian kita masih harus syuting karena memiliki scene yang belum selesai bersama aktor lain.”

“Tak apa, hyung. Bayaranku mahal untuk drama ini, hahahahahaha.”

Hyung Shik tertawa keras. “Arra! Aktor kita yang satu ini adalah aktor mahal. Habiskan makan siangmu, kita selesaikan syuting hari ini sesegera mungkin. Aku tidak bisa berlama-lama jauh dari bayi kecilku di rumah.”

Tawa Jinki perlahan mereda. “Pasti sangat menyenangkan mempunyai malaikat kecil seperti bayimu yang baru lahir itu, ya, hyung.”

Hyung Shik tersenyum pada Jinki. “Menjadi seorang ayah sangat menyenangkan. Aku yakin lambat laun kau juga akan merasakannya. Maka dari itu, jangan terlalu lama menutup hatimu, arra? Minji pasti bahagia jika melihatmu bahagia.”

Jinki mengangguk. “Aku akan berusaha.”

“Baiklah, lanjutkan makan siangmu. Aku akan membawakanmu minum, tunggu sebentar.” Hyung Shik pun pergi meninggalkan Jinki yang kembali termenung sambil mulai memakan makanannya kembali.

***

“Bertemu dengannya sebentar saja kau sampai senang berhari-hari begini, berlebihan.” Soojeong merebut buka catatan kecil milik Sunyeong. Yang benar saja, sudah berhari-hari Sunyeong tersenyum sendiri sambil memandangi tanda tangan Lee Taemin. “Apa yang bagus dari tanda tangannya, eo??”

Sunyeong merebut bukunya kembali. “Ish, kau seharusnya senang melihat aku berbunga-bunga setiap hari. Walau pun hanya lima menit, tapi aku merasa pertemuanku dengannya tejadi selama berbulan-bulan. Dia sangat tampan dan kau lihat tanda tangannya begitu imut, kau tahu? Dia bahkan menggambar bentuk hati di sebelah namaku!!! AKU SANGAT SENANG, JUNG SOOJEONG!!!” Teriak Sunyeong.

Soojeong mendorong wajah Sunyeong yang bersandar dibahunya. “Jauh-jauh kau! Tanda tangan mirip kaki ayam seperti itu apanya yang imut?! Dan jangan teriak-teriak, satu cafe bisa menganggapmu gila.”

Sunyeong tidak peduli karena cafe kampus sedang sepi, jadi tidak ada yang salah. “Omong-omong sebenarnya kita sedang menunggu siapa disini? Aku sudah mulai lapar, ini hampir akhir bulan dan uangku bisa cepat habis kalau makan siang disini.”

“Temanku, dia mau menepati janjinya siang ini. Kau tenang saja, kita pasti mendapat traktiran.”

Namja?”

“Eo, namja.”

“Kau punya namjachingu?”

Aniya, dia sudah seperti kakakku sendiri. Oh! Itu dia, Oppa!!! Disini!” Soojeong melambaikan tangan kearah pintu cafe untuk memberitahu seorang lelaki bahwa ia duduk di pojok ruangan.

“Apa dia artis? Tampan sekali.” Bisik Sunyeong yang tidak direspon oleh Soojeong karena lelaki itu sudah duduk di hadapan mereka. Oh, ini sedikit canggung, batin Sunyeong.

“Sunyeong-ah, kenalkan ini Jonghyun oppa, dan oppa, ini adalah temanku namanya Han Sunyeong.” Soojeong mengisyaratkan mereka untuk saling berjabat tangan.

“Kim Jonghyun.” Jonghyun menjulurkan tangannya pada Sunyeong.

Dengan sedikit canggung, Sunyeong meraih uluran Jonghyun. “Han Sunyeong imnida. Senang bertemu denganmu, Jonghyun…“

Sunbae.” Tambah Soojeong cepat.

“-sunbae.”

Jonghyun tersenyum ramah. “Kalau kau mau memanggilku oppa juga aku tidak keberatan.”

Setelah Soojeong dan Jonghyun mengobrol cukup lama, Sunyeong cukup merasa bosan. Ia hanya berusaha menghabiskan makan siang yang sudah tersedia dihadapannya sekarang sambil sesekali menjawab pertanyaan Soojeong atau Jonghyun padanya.

“Kau seumuran dengan Soojeong?” Tanya Jonghyun.

Ne, kami seumuran.” Jawab Sunyeong. “Omong-omong, apa sunbae mahasiswa tingkat akhir? Sunbae ambil jurusan apa?”

“Benar, aku adalah mahasiswa tingkat akhir di jurusan music composition.” Jawab Jonghyun santai.

“Dia mahasiswa S2.” Timpal Soojeong.

“Heol, S2?”

Jonghyun tergelak melihat reaksi Sunyeong. “’Heol’, dia berkata ‘heol’.” Ia menirukan gaya Sunyeong berbicara sambil terus tertawa.

“Aku benar, kan? Sunyeong adalah orang yang lucu. Aku bisa awet muda karena berteman dengannya.” Tambah Soojeong yang ikut tertawa melihat Sunyeong.

Sunyeong kemudian ikut tertawa karena ia tahu ia akan terlihat lucu bahkan ketika ia tidak berniat untuk melucu sekalipun. “Aku hanya berpikir, Jonghyun sunbaepasti orang yang sangat pintar dan berpengalaman.”

“Kau akan semakin terkejut jika mengetahui apa pekerjaannya.” Ucap Soojeong.

“Ya! Jangan mempermalukanku, Soojeong-ah.”

“Tuan Kim Jonghyun adalah seorang composer terkenal, dan dia adalah composerandalan SM Ent. Untuk lebih jelasnya, dia adalah salah satu composer yang ada di balik lagu-lagu Taemin-mu itu.” Jelas Soojeong dengan nada yang dibuat-buat seolah-olah Jonghyun adalah seorang raja.

Mata Sunyeong melebar dan mulutnya terbuka lebar. Menyadari itu, cepat-cepat ia menutup mulutnya dengan kedua tangan kecilnya. “Sunbae adalah Kim Jonghyun yang namanya selalu tercantum di album-album Taemin?”

Soojeong dan Jonghyun semakin tergelak. “Sunyeong-ssi, wajahmu!” Ucap Jonghyun disela-sela tawanya.

“Kim Jonghyun master-nim, terimakasih karena telah membuat lagu-lagu yang sangat bagus dan berkualitas. Terima kasih unuk semua lagumu untuk Taemin, kau benar-benar hebat!” Sunyeong memberikan kedua jempolnya untuk Jonghyun.

Jonghyun terbatuk dan tawanya perlahan mereda. “Ani, jangan seperti itu. Masih banyak orang yang lebih hebat daripada aku. Tapi terimakasih atas pujianmu.”

Ditengah obrolan mereka tiba-tiba ponsel Sunyeong berbunyi. Rupanya teman mereka yang lain menelepon Sunyeong dan menyuruhnya untuk pergi ke ruang dosen. Setelah Sunyeong pamit dan berterima kasih pada Jonghyun, ia pun pergi menuju ruang dosen meninggalkan Soojeong dan Jonghyun berdua di cafe.

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK