Semilir angin malam itu terasa lebih dingin dari malam-malam sebelumnya. Namun hal itu tidak lantas membuatku ingin pergi meninggalkan suasana kedamaian Sungai Han. Aku memang suka saat sendirian seperti ini, sambil mengingat kenangan yang telah lalu, atau sekedar mengkhayalkan masa depanku. Lamunanku terhenti saat kudengar derap langkah kaki yang sepertinya mendekat. Dengan refleks aku menoleh kearah suara langkah itu dan kulihat seseorang yang berjalan kearah kursi yang berjarak sekitar 2 meter dari tempatku duduk.
“ah… pria ini lagi” batinku.
Memang sejak kedatanganku di Seoul beberapa hari lalu, setiap malam aku mengunjungi Sungai Han untuk sekedar melepas penat. Dan aku selalu melihat pria ini datang, sendirian. Aku bertanya-tanya siapakah orang ini. Wajahnya hampir tertutupi seluruhnya oleh topi yang dipakainya, dan ia selalu menggunakan jaket panjang. aku penasaran hingga aku terus memperhatikannya. Lalu kulihat Ia menggerakan bahunya seperti menarik nafas panjang. Sepertinya Ia memikul beban yang teramat berat di pundaknya.
“Oh, mungkin itulah sebabnya setiap malam Ia kesini, untuk menenangkan pikirannya. Ia terlihat sangat lelah…” pikirku
Aku melanjutkan lamunanku sembari menatap Sungai Han yang ada didepanku. Entah mengapa instingku mengatakan pria di sebelahku sedang melihat ke arahku dan aku refleks menoleh ke arahnya. Benar saja, pria itu sedang menatapku. Tanpa bermaksud tidak sopan, aku tersenyum kepadanya. Dapat kulihat samar-samar Ia membalas senyumku. Kemudian suara ringtone handphoneku memecah keheningan diantara kami.
“Iya Sarah, aku masih di Sungai Han. Aku akan kembali ke hotel sebentar lagi. Tunggu saja ya. …”
Aku segera bersiap untuk beranjak dari tempat itu. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11.34 PM KST. Pantas saja Sarah sudah menyuruhku untuk kembali ke hotel. Saat aku jalan beberapa langkah, pria itu memanggilku.
“Hei, maaf ini ada yang tertinggal” panggilnya. Kemudian aku berbalik dan melihat Ia memegang sapu tangan milikku yang jatuh tanpa sepengetahuanku.
“Ah, terima kasih banyak..” aku mengambil sapu tangan itu dan membungkuk sebagai tanda terima kasih.
“Iya sama-sama. Sepertinya.. beberapa malam ini kulihat kamu selalu kesini ya?” tanyanya.
“Ah, Iya benar. Aku juga melihatmu setiap malam disini”
“Iya. Aku memang belakangan ini sering kesini. Oh iya, siapa namamu?” Ia mengulurkan tangannya kepadaku.
Aku terdiam sejenak, ragu menjawab pertanyaannya. Bagaimana aku tahu dia orang baik atau tidak, wajahnya saja tidak terlihat. Dengan setengah yakin, ku ulurkan tanganku untuk menjabat tangannya. “Kirana. Aku dari Indonesia dan baru tiba beberapa hari lalu”
Kemudian Ia melepas topi dengan tangan kirinya. Setelah itu aku baru bisa melihat dengan jelas wajah dan tatapan matanya yang meneduhkan. “Kim Junmyeon. Senang berkenalan denganmu” Ia tersenyum sambil menyebutkan namanya, “Kamu sudah akan pergi? Bagaimana jika besok kita bertemu lagi disini? Kita bisa bercerita banyak” sambungnya.
Aku tersenyum dan terpana oleh kata-katanya. Seolah tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, kusetujui ajakannya. “Baiklah. Di waktu yang sama seperti hari ini?” Ia mengangguk. Lalu aku pamit dan meninggalkannya untuk kembali ke hotel.
Di perjalanan, aku terus teringat senyum pria itu. “Hey Junmyeon, senyummu seperti malaikat” batinku sambil tersenyum dan membayangkan pertemuan kami besok malam.