home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > TORAWA (Come Back Again)

TORAWA (Come Back Again)

Share:
Author : nonakarang
Published : 20 Jan 2016, Updated : 05 May 2016
Cast : Kim Myungsoo, Kim Sohyun, Lee Seungyeol, Kim Yoojung, Kim Saeron, IU, Lee Mijoo, Kei, Lee Taemin, Le
Tags :
Status : Ongoing
1 Subscribes |2937 Views |1 Loves
TORAWA (Come Back Again)
CHAPTER 1 : Aku Pulang

L Prov...
Sudah satu minggu aku tiggal di Gangnam. Aku merasa seperti anak yang tak pernah diinginkan kehadirannya. Eomma yang sibuk dengan urusannya sendiri hampir tak pernah memperhatikanku. Tepatnya sejak beliau menikahi seorang konglongmerat itu. Aku tahu orang itu tak begitu tertarik awalnya pada Eommaku. Tapi Eomma dengan gigihnya menarik perhatian lelaki itu. Meski aku malu mengatakannya, tapi inilah kenyataannya. Eomma yang menginginkan dirinya dipersunting oleh laki-laki yang terpaut usia 10 tahun lebih tua darinya, ternyata hanya melihat dari sisi harta dan jabatannya saja. Setidaknya ada hal-hal dari lelaki itu untuk bisa dipamerkannya saat menghadiri arisan, pertemuan para pemegang saham ataupun saat menghadiri pertemuan wali murid di sekolah. Ya, begitulah Eommaku. Selalu memandang segalanya dari sisi kedudukan seseorang. Ia selalu mengatakan padaku untuk selalu menjaga harkat dan martabat diri. Tapi aku tak pernah peduli dengan hal semacam itu.

Sejak satu minggu yang lalu aku dipindahkan dari Seoul. Alasan kepindahanku adalah karena kejadian yang sebelumnya tak pernah kuharapkan bisa terjadi dalam hidupku. Walau bagaimanapun, aku hanyalah seorang anak. dan seorang anak sudah seharusnya menyayangi Eommanya yang telah mengandung, melahirkan juga membesarkannya. Tapi aku juga manusia yang memiliki hak untuk memilih. Bukan berarti apapun yang diminta oleh Eomma, aku harus menurutinya tanpa mengedepankan kemauanku. Tapi sekali lagi, aku hanyalah seorang anak. Dan kini aku tengah menghadapi hukumanku. Aku diperintahkan untuk tinggal jauh dari Eomma. Dengan hanya bertemankan seorang teman yang juga orang suruhan Eomma untuk menemaniku selama aku berada di Gangnam.

Lee Sungyeol, dialah orang suruhan Eomma sekaligus sahabatku. Sejak kecil kami selalu bersama. Hidup bersama dan tinggal di bawah atap yang sama. Dia adalah anak dari salah seorang kepercaan ayah Tiriku. Sedikit banyak dia mengenal bagaimana kepribadianku. Baik sifat, prilaku dan tingkat tempramenku. Sejujurnya aku sangat menyukainya. Karena itu, aku bersyukur karena Eomma mengizinkannya tinggal bersamaku. Mungkin baginya ini adalah sekedar tugas. Tapi bagiku yang kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, hal ini merupakan sebuah hadiah.

Ya, minggu pertamaku tinggal di Gangnam hanya biasa-biasa saja. Tak banyak yang berubah. Meski aku menyembunyikan identitasku sebagai salah satu anak dari pengusahawan ternama milik Korea, tapi aku tetap saja diidolakan. Tapi aku sangat membencinya!

Aku ingin merasakan hidup normal seperti anak-anak pada umumnya. Aku tak ingin diidolakan. Aku tahu, wajahku ini menawan, tampan dan mungkin membuat anak perempuan yang melihatnya langsung terpana. Tapi apakah memang begitu?

"Sedang apa, Tuan muda? Kenapa kau terus-terusan memperhatikan cermin?" tiba-tiba saja Yeolie mengejutkanku.

"Astaga! Kau membuatku kaget, Yeol!" Yeolie tertawa terkekeh.

"Kekeke.. Kau saja yang parno! Kurang kerjaan, tau! Daritadi kuperhatikan kau asyik sendirian di depan cermin tak udah-udahnya" ejeknya.

"Memang apa urusanmu?" jawabku ketus.

"Ada apa? Katakan saja padaku." katanya sambil melayangkan tangannya ke pundakku seraya merangkul.

"Baik. Aku akan memberitahumu. Tapi kau harus janji, kau tidak akan mengatakannya pada siapapun tentang apa yang akan kukatakan!"

"Kure, yaksu!!"

"Sebenarnya... aku lelah hidup seperti ini." Ujarku sambil menghela nafas panjang.

"Maksudmu?"

"Iya... Aku tidak mau jadi orang yang diidolakan. Aku cuma mau menjadi diriku sendiri. Aku merasa bersalah dengan wajahku sendiri. Menurutmu, apakah wajahku setampan itu, sampai-sampai semua anak perempuan satu sekolah menyukaiku. Kupikir kejadian ini tidak hanya terjadi di Seoul. Rupanya di sini pun..."

"Huahahahahahaha......"

Dasar Sungyeol sialan. Belum selesai aku bicara, dia malah asyik menggodaku.

"Maaf, maaf, maaf... Hahaha... Aku benar-benar tidak menyangka kalau kau akan mengatakannya juga, L. Aku.. Aku.. Hahaha..."

Dasar bodoh. Aku akan meninggalkanmu sendirian sampai kau puas menertawaiku seperti itu.

"Annyeong!"

"Ya! Kau jangan marah, L... Hei, tuan muda...! Eodiga?"

Sepertinya dia memang mengejarku, tapi aku tidak peduli. Akupun berjalan lurus tanpa menghiraukannya dan menghadang sebuah TAXI yang kebetulan melintas di hadapanku.

"Mau di antar kemana?" tanya sopir taxi itu.

"Kemana saja deh, Pak. Saya lagi BT!" Sahutku.

"Hehe... Anak muda sering sekali merasa BT. Apa mau ke taman hiburan? Mungkin tempat yang ramai bisa membuat perasaanmu jadi lebih baik, anak muda" usulnya.

Tidak, aku tidak setuju dengannya. Aku benci tempat yang ramai. Lalu aku pun minta diantarkan ke tempat yang sepi, sunyi, dan tenang. Tak berapa lama sang sopir memintaku turun dari taxinya.

"Baik, kita sudah sampai, Nak"

"Tempat apa ini?" tanyaku penasaran.

"Bagaimana bisa kau tahu kalau kau masih berada di dalam mobil? Ayo cepat turun!"

"Aigeyoseo." Jawabku. Tempat ini benar-benar sepi dan tenang. Tapi pemandangan di sekitarnya tak kalah indahnya. Ini seperti tempat yang kuinginkan. Pak tua ini seperti mengerti seleraku.

"Bagaimana? Apa tempat ini sudah oke?" Tanyanya sambil menyebulkan kepalanya dari kaca mobil.

"Joh-ah, Ahjussi. Kamsahamnida. Saya suka tempat ini. Ini uang ongkosnya."

"Tidak usah, kau pegang saja lah!" Katanya dengan menolak upah yang kuberikan.

"Semoga BT-mu cepat hilang ya, anak muda. Hah... Dasar anak-anak." gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Supir itu pun pergi dengan mobil taxinya meninggalkanku. Aku masih tak mengerti, kenapa dia menolak bayaranku ya? Ah.. Tak perlu kuambil pusing. Yang penting hari minggu ini aku ingin menghabiskan waktuku dengan tenang di sini.

Tak ada yang istimewa sebenarnya di tempat ini. Hanya ada pohon-pohon rindang yang bisa kujadikan tempat berteduh sejenak. Kuputukan untuk tidur dibawah pohon rindang ini. Berharap ketika terbangun nanti, matahari akan turun. Dan dari sini aku bisa melihat pemandangan sore. Hah... Tenangnya...

Mulanya kupikir demikian. Namun ternyata mimpi indahku itu pergi begitu saja. Aku yang sedang asyik-asyiknya tertidur terpaksa terbangun karena ulah seorang Yeoja. Dia menyapukan daun-daun keringnya berikut sampah lainnya ke arah wajahku.

"Ya!!! Apa-apaan kau?"

"Ooopss...!" sepertinya dia merasa bersalah. Terlihat dari caranya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. "Apa memelototiku? Bukan salahku. Ini salahmu sendiri, kenapa tiduran di bawah pohon?!" dia berdalih.

Mwo??? Dia benar-benar keterlaluan. Bukannya minta maaf malah berbalik menyalahkan. Sudah jelas-jelas dia yang salah, tapi malah menyalahkan orang lain.

"Apa kau bilang? Aku yang salah?" sahutku kesal.

"Iya. Seperti kurang kerjaan saja, pakai tidur di bawah pohon. Kau itu mengganggu pekerjaanku, tau!"

"Kau... Kau benar-benar kelewatan! Apa kau tidak pernah diajari tata krama oleh orang tuamu?"

"Hei... jangan bawa-bawa orang tua, ya!"

Aku benar-benar geram dengan yeoja ini. Rasanya aku ingin memukulnya. Tapi aku bukan laki-laki pengecut yang berani memukul seorang Yeoja. Kutarik saja tangannya dan kupaksa mengikutiku.

"Hei.. Kau mau membawaku kemana?" Teriaknya sambil mengibaskan tangannya yang kini tengah kugenggam keras.

"Kau ini apa-apaan, sih? Sakit tau! Sebenarnya kita ini mau kemana?"

Sejenak langkah kakiku terhenti. Benar juga yang dikatakannya, sebenarnya aku ini mau kemana? Aku tidak tahu ini ada di mana? Aku butuh air dan cermin untuk melihat wajahku yang berharga ini.

"Toilet! Di mana toiletnya?"

"Hah? Toilet??? Jadi dari tadi kita muter-muter hanya untuk mencari toilet? Hahahahaha......."

Dia menertawaiku? Waeyo? Apa aneh kalau aku menanyakan toilet? Justru bukan aku yang aneh, tapi dia. Aku hanya terdiam mebiarkannya menertawaiku hingga puas. Dan tak kusangka ia baru menghentikan tawanya setelah sepuluh menit kemudian aku menunggu.

"Sudah?" sindirku. Matanya sampai berkaca-kaca dan sesekali air matanya menetes. Apakah sebegitu lucunya, benakku.

"Haaahhh..... Maaf ya. Aku benar-benar tidak tau kalau tadi kau ada di sana. Aku hanya ingin sesegera mungkin menyelaesaikan pekerjaanku agar aku bisa pulang lebih cepat. Jadi aku menyapu dengan terburu-buru sampai aku tidak memperhatikan sekeliling. jeongmal, bianhae yo!"

Apa ini? Tiba-tiba saja dia meminta maaf dan merundukkan tubuhnya di hadapanku. Aku benar-benar tidak mengerti. Tanpa sadar akupun melepaskan genggamanku.

"Ya! Kau dengar tidak, aku sedang meminta maaf padamu!" serunya dengan nada tinggi.

"Ne. Gwaeonchana... Keundae, bisa kan sekarang kau mengantarku ke toilet? Aku butuh ait untuk membersihkakn wajahku."

"Kalau toilet tidak ada. Tapi kalau kau butuh air hanya untuk mencuci mukamu, aku akan mengantarmu ke danau belakang gedung itu." katanya sambil menunjukkan sebuah gedung yang tampak tua namun terlihat masih terjaga dan terawat. Tidak kumuh dan tidak berdebu. Aku pun menurut dan mengiringinya berjalan menuju gedung itu.

"Tempat apa ini?" tanyaku sembari melihat ke sekitar gedung. Kuintip keadaan di dalamnya dari jendela yang bertraliskan ukiran-ukiran bergaya zaman kuno. Seperti ukiran yang bernuansa Eropa, pikirku.

"Ini salah satu gedung peninggalan Jerman. Yaitu milik keluarga Madam Bellarine. Gedung ini merupakan saksi bisu perjalanan cintanya dengan pria yang ia cintai, Tuan James."

Kisah cinta rupanya?! Cih... Aku tak mempercayainya. Aku benci mendengarnya. Hentikan!

"Apa yang kau pikirkan? Kau tidak mendengarkan ceritaku? Sudah panjang lebar aku menjelaskannya."

Sepertinya dia kesal karena kuacuhkan. Tapi aku tidak peduli. Daripada harus mendengarkan kisah cinta yang membuatku muak itu, aku lebih tertarik pada gaya arsitektur bangunannya. Bangunannya tampak berseni tinggi. Tiap dinding terdapat ukiran-ukiran yang sangat mengagumkan. Lokasi dan bagaimana tata letak bangunan dengan lingkungan halaman sekitarnya tampak serasi. Sungguh luar biasa. Mataku hampir tak bisa berkedip memandang. Andai aku membawa kamera. Lain kali aku pasti akan datang ke tempat ini, dengan kamera tentunya.

"Aaaawww................." kakiku... Kakiku sakit sekali. Kenapa dengannya? Kenapa dia menginjakku? "Yaa!!!"

"Mwo? Wae?" sahutnya tanpa memandangku.

"Kenapa kau menginjak kakiku?" tanyaku sambil menahan rasa sakit di ujung jemari kakiku.

"Mian! Salah sendiri, kenapa kau tidak memiliki sopan-santun seperti itu."

"Memang apa salahku?"

"Kau...! Aaarrghh... Sudahlah. Dengar ya, danaunya ada di sebelah sana. Cukup sampai di sini, kuharap kita tidak akan pernah bertemu lagi. Aku mau pulang. Bye!"

Apa-apaan dia? Kenapa dia bersikap begitu padaku? Dasar perempuan kasar. Aku bersumpah tidak akan ada satu pun laki-laki yang akan menyukaimu. Huh...

Tanpa melihat ke belakang sekali pun ia pergi meninggalkanku seorang diri. Bagaimana ini? Aku tidak tahu di mana ini? Tak ada pilihan lagi. Mau tidak mau aku harus menghubungi pos polisi terdekat.

Ya, tak butuh waktu yang lama bagi kawanku yang satu ini untuk mengetahui keberadaanku. Berdasarkan ceritanya, ini adalah kampung halamannya. Sejak kecil ia dilahirkan dan dibesarkan di tempat ini hingga akhirnya ia beserta keluarganya migrasi dari tempat ini untuk bekerja dan mengabdi pada keluargaku.

Tampak sangat khawatir dan tergesa-gesa sekali, Sungyeol memasuki pos polisi yang sebelumnya kuhubungi melalui telepon. Tak kusangka, pengalaman pertamaku seumur hidup baru kali ini aku masuk dalam salah satu daftar orang hilang dengan pertanggung jawaban Lee Sungyeol. Aigoo...

"Ya! Kau dari mana saja?" tanyanya dengan nada membentak. Aku tahu, dia pasti sangat mencemaskanku.

"Kau masih belum puas membuatku kesal? Sekarang kau mau memarahiku?"

"Astaga... Kau benar-benar membuatku gila. Cobalah sedikit sadar jika kau mau berbuat. Lihat siapa dirimu! Kau itu calon pewaris Keluarga Kim. Jika kau hilang, bagaimana menurutmu nasibku juga keluargaku? Tolong pikirkan itu! Jangan memaksaku untuk membencimu, jebal!"

Hah... berisik sekali mulutnya. Kata-katanya sama sekali tak kuhiraukan sedikitpun. Aku hanya berjalan lurus memandang ke sekitar jalan yang sedang kutapaki. Rupanya uangku tak cukup untuk membayar TAXI karena sudah terpakai untuk biaya makan malam kami berdua. Sementara dompetku tak sengaja tertinggal di atas tempat tidur. Jadi terpaksa kami pulang dengan berjalan kaki. Bukan main jauhnya jarak yang kami tempuh. Selama dua jam kami berjalan. Ah.... Jinja!!!

"Aku mau mandi lalu tidur. Jangan lupa besok bangun pagi. Karena besok adalah hari pertama kita masuk sekolah. Apa kau mengerti, L?"

"Ne..." sahutku dengan nada lemah. Kubaringkan tubuhku yang tak berdaya ini di atas tempat tidur yang empuk dan nyaman. Ah... Hari yang melelahkan. Cerita hari ini cukup sampai di sini. Tanpa sadar aku pun tertidur lelap berselimut lelah.

***

Keesokan harinya, pkl 06.00...

OMO!!! Kesiangan....
"Yeollie ah....... Ayo bangun!!!"

"Uuumm... Apa, L??"

"Ayo bangun cepat! Kita kesiangan! Ini sudah jam 6.00 Bukankah kita harus tiba di sekolah jam setengah tujuh?!"

"OMO!!! Dasar pabo! Sudah kubilang untuk bangun pagi, kan?!"

"Aarrgghh...... Aku kelelahan semalam."

Ya, waktu setengah jam sudah lebih dari cukup bagi kami untuk bersiap ke sekolah. Prihal kebiasaan datang siang ataupun terlambat itu sudah biasa kami lakukan di Seoul. Tapi seharusnya tidak untuk hari ini. Dan seharusnya tidak pernah terjadi selama kami berada di sini. Terlebih ini hari pertama kami masuk ke sekolah baru.

Meski kami sudah berusaha berlari secepat mungkin, nyatanya kami tidak sanggup mengejar pintu gerbang yang mulai menutup itu. Kumohon... Tolong jangan hari ini.. Jebal.. Jebal...

"Andueh.................!"

Aaarrgghhh.... TERLAMBAT!!!

"Ahjussi... Kami mohon, tolong buka pintunya." pinta Sungyeol dengan nada memelas.

"Siapa kalian? Sepertinya aku belum pernah melihat kalian sebelumnya." Kata Satpam penjaga pintu gerbang.

"Iya, iya, betul. Kami memang belum pernah kesini. Justru ini hari pertama kami masuk, Ahjussi. Jadi tolonglah kami." tambahku mengeluarkan jurus yang belum pernah kuluncurkan bahkan di Seoul sekalipun.

"Oh... Ternyata kalian baru di sini. Dan di hari pertama kalian sekolah kalian justru terlambat!"

"Maaf, Ahjussi. Lain kali kami akan datang lebih awal. Tadi kami bangun kesiangan kerena kelelahan membereskan barang-barang kami. Kami baru saja pindah dari Seoul, Paman." menjijikan. Dia merajuk pada seorang Ahjussi?

"Baiklah... Kali ini kubiarkan kalian lolos. Lain kali kalian akan kuserahkan pada Pak Gong agar kalian menerima hukuman."

"Baik, baik, kami mengerti. Kamsahamnida..." kami membungkukkan badan dan berterima kasih padanya. Syukurlah... Ahjussi itu baik rupanya. Mungkin hari ini kami bisa lolos. Tapi esok dan seterunya? Semoga tak terulang. Tapi... beliau tadi menyebut Pak Gong? Nugu?

Layaknya murid-murid pindahan pada umumnya, kami akan dibawa oleh wali kelas ke kelasnya masing-masing. Tapi tak kusangka, rupanya Yeollie benar-benar tak ingin berpisah kelas denganku. Bahkan sekalipun guru yang memerintahkannya langsung untuk berpisah kelas denganku, ia tetap bersikukuh agar bisa sekelas denganku.

"Tidak, Pak. Saya tidak bisa berpisah kelas dengannya. Saya harus sekelas dengannya."

"Aigoo... Anak jaman sekarang kalau disuruh malah membantah. Aku tetap akan memisahkan kalian. Semakin kalian meminta untuk disatukan, aku semakin curiga. Jangan-jangan kalian punya hubungan..." kata Wakil Kepsek sambil menurunkan kacamatanya dan melihat kami dengan mata mendelik.

"Tidak.. tidak.. Bukan  seperti itu, Pak!" tepis Lee Sungyeol yang mulai salah tingkah.

Dasar bodoh! Hentikan usahamu itu! Semakin kau meminta, mereka justru akan semakin menolaknya. Hah...

"Begini, Pak, Bu, saya sih sebenarnya tidak keberatan kalau memang harus berpisah kelas dengannya" tukasku.

"Mwo??" sepertinya Yeollie sangat kaget mendengar perkataanku.

"...Hanya saja saat di sekolah lama kami, kami selalu bersama. Mungkin hal ini yang menyebabkannya merasa bergantung pada saya. Jadi harap maklum. Karena itu kami minta waktu sebentar Pak, Bu, untuk mendiskusikannya."

Tanpa ragu langsung kutarik lengan Sungyeol untuk mengikutiku ke sudut ruang guru. Kami pun membuat keputusan sepihak yang dengan terpaksa harus ia setujui.

"Kau apa-apaan, L? Kenapa kau setuju berpisah kelas denganku?"

"Memangnya kenapa?"

"Dengar! Ini bukan Seoul! Di seoul tidak ada seorang pun yang tak mengenalmu. Kalaupun tanpa pengawasanku, aku masih bisa tenang. Tapi di sini? Ini wilayah kekuasaanku. Aku kenal betul tabiat dan kebiasaan orang-orang di sini, terutama anak-anak yang masih labil itu."

"Arra.."

"Apa yang kau pahami? Aku tetap tidak akan setuju."

"Apa kau tidak ingat tujuan kita pindah kesini? Ini yang aku mau, Lee Sungyeol! Aku ingin menjadi diriku. Toh kau tetap masih bisa memperhatikanku, eh?! Aku akan meminta mereka memasukkanmu ke kelas yang bersebelahan dengan kelasku. Jadi jika ada yang menggangguku atau saat aku butuh bantuan, aku bisa langsung memanggilmu, dan kau bisa datang secepatnya. Begitu?"

"Andueh!"

"Yeollie-ah.. Jebalyo.. Kali ini saja. Beri aku kepercayaanmu untuk kali ini saja. Aku janji, aku tidak akan mengecewakanmu! Jinja!"

Wajahnya terlihat jelas penuh dengan keraguan. Aku tahu ini adalah sebuah permintaan yang bisa membahayakan posisinya. Tapi aku sungguh berjanji tidak akan menempatkan sahabatku sendiri ke tempat yang berbahaya. Dan jawabannya pun masih kutunggu.

"Geure, geurom! Berjanjilah bahwa kau tidak akan mengotori tangan dan nama baikmu di sini, L."

"Ya, aku janji!"

"Yaksuga?" pintanya seperti biasa untuk mengaitkan kelingking satu sama lain. Tanpa ragu dan senang hati, aku menjemput kelingkingnya.

Setelah melakukan kesepakatan antara kami berdua, Sungyeol pun lantas mengambil alih peranku untuk meminta agar ditempatkan di kelas yang bersebelahan denganku. Tak kusangka ternyata para guru pun mengabulkannya.

"Ada apa dengan kalian? Kalian seperti sepasang kekasih saja. Sampai-sampai kelas pun harus berdekatan." keluh sang Wakil Kepala Sekolah.

"Bukan kekasih, Pak. Lebih tepatnya sahabat. Myungsoo adalah satu-satunya sahabatku yang paling berharga yang pernah kumiliki dalam hidupku. Bahkan jika tanpa dia, maka aku pasti tidak akan bisa hidup hingga detik ini, Pak." tukas Yeollie menuturkan.

Ya, dia memang benar. Dia adalah satu-satunya harta berharga yang kumiliki selain Eomma. Terkadang aku merasa bahwa hidupku sangat bergantung padanya. Dia selalu berperan seperti Ayah sekaligus Ibu untukku. Sejak kecil kami selalu bersama. Dia rela melakukan apa pun demi aku. Meski ia sering mengelak dan  menepis kenyataan bahwa keluarganya bisa makan berkat keluargaku, tapi di balik itu semua dia selalu melindungiku layaknya seorang kakak yang melindungi adiknya. Aku sangat menyayanginya.

***

Kelas 2-2...
Kelas 2-2, itulah kelas yang sedang aku dan Bu Mari, wali kelasku tuju. Sekolah ini cukup elite. Gedungnya yang mewah serta fasilitas pendukung yang memadai, semoga bisa menjadi tempat yang nyaman senyaman yang terlihat.

"Anak-anak, mohon perhatiannya sebentar. Hari ini sekolah kita kedatangan 2 murid baru. Salah satunya akan bergabung di kelas ini bersama kalian. Ibu harap kalian bisa membantunya beradaptasi dan bersosialisasi dengan baik. Kim Myungsoo, silahkan masuk!"

Namaku telah dipanggil. Dari balik pintu aku muncul dan mulai memasuki kelas. Sontak seisi kelas berubah menjadi riuh begitu aku berjalan masuk. Banyak kesan pertama yang mereka berikan untukku.

"Wah... Ganteng banget!"

"Cakep banget ya..."

"Ya ampun, ini sih Pangeran dari negeri Lor!"

"OMO.... Tatapan matanya itu..."

"Ah... Kenapa bukan anak perempuan saja, sih?"

"Iya! Bakal tambah bosen deh.."

"Yee................."

Begitulah yang mereka katakan. Ah... Aku tak pernah ambil pusing omongan orang. Begitulah diriku.

Yee.......................

Rupanya Yeollie juga sudah memasuki kelasnya. Ternyata dia juga punya daya tarik, sampai-sampai sorakan sekelas terdengar hingga kesini.

"Baiklah, Myungsoo, kau boleh memperkenalkan dirimu kepada teman-temanmu." kata Bu Mari.

"Baik. Anyong haseyo.. Namaku Kim Myungsoo. Aku pindahan dari Seoul. Karena urusan pekerjaan, orang tuaku harus pergi dinas. Jadi aku tinggal bersama dengan temanku yang juga memulai sekolah di sini hari ini. Dia ada di kelas sebelah. Mungkin itu saja, mohon bimbingannya..."

"Baiklah, jika ada yang ingin kalian tanyakan, sebaiknya kalian tanyakan saat jam istirahat nanti, ok?! Kau bisa duduk di belakang sana bersama dengan Sungmin, ya."

"Baik, Bu" jawabku.

Saat aku berjalan menuju kursi yang ditunjuk oleh Bu Mira, rupanya kejahilan mereka sudah dimulai. Ada seseorang yang mencoba menjegal kakiku. Aku pun hampir terjatuh. Dan spontan reaksiku menahan tubuhku rupanya cukup membuat suara gaduh dan menarik perhatian Bu Mira yang sedang menjelaskan di depan kelas.

"Ada apa, Myungsoo?" tanyanya dengan memasang mata tajam ke anak-anak yang ada di sekitarku, seolah mengerti apa yang mereka perbuat padaku.

"Tidak ada apa-apa, Bu. Barusan kaki saya tersandung salah satu meja. Tidak apa-apa." tiba-tiba saja terdengar cletukan suara anak laki-laki.

"Makanya kalau jalan lihat-lihat dong. Mata jangan cuma jadi pajangan saja! Haha..." tapi suaranya tidak di dekatku, melainkan jauh dari ujung baris yang berjauhan dengan baris tempat dudukku.

"Sudah,  jangan hiraukan mereka, anak baru! Mereka memang suka bikin onar di sini. Biarkan saja.." bisik Sungmin saat ku mulai menduduki bangku.

"Gwaeonchana, hmm.." balasku sembari tersenyum.

"Seperti yang kau dengar, namaku Sungmin. Senang berkenalan denganmu. Sepertinya kau akan jadi orang terkenal di sini." dia mengulurkan tangannya untuk mengajakku bersalaman.

"Benarkah?" tanyaku basa-basi.

"Iya, kurasa begitu. Coba lihat mata gadis-gadis itu. Daebak!!! 80% semua tertarik padamu. Bahkan 2 dari tiga trio Kim juga memperhatikanmu dengan mata yang berbinar-binar."

Bagiku sudah biasa diperhatikan. Justru sekarang aku ingin menjadi orang yang tak diperhatikan. Tapi sepertinya tak akan mulus.

"Trio Kim? Apa itu?" tanyaku penasaran.

"Kau perhatikan gadis-gadis yang ada di pojok sana!" tepatnya paling pojok yang bersebrangan dengan tempat dudukku. Mereka pojok sana sementara aku di pojok sini. "Mereka itu Kim Yoojung, Kim Saeron dan Kim Sohyun."

"Lalu?" tandasku.

"Mereka pioner di sekolah ini. Dalam hal kecantikan dan popularitas."

Ternyata hanya itu. Rupanya aku masih lebih baik kalau begitu.

"Selain itu, mereka juga bukan anak-anak biasa. Mereka selalu mendulang prestasi untuk sekolah. Bahkan mereka akan dicalonkan untuk mengikuti ajajng olimpiyade tahun ini, deh. Pokoknya mereka yang terbaik. Kami menjulukinya sebagai Trio Kim."

"Memangnya mereka satu keluarga?"

"Justru itu letak keunikannya. Padahal mereka bukan dari keluarga yang sama. Hanya karena nama mereka diawali dengan nama Kim, mereka menjadi orang yang terlahirkan dengan sejuta keberuntungan. Tapi... Ngomong-ngomong namamu kan juga Kim?! Jangan-jangan kau juga akan menjadi orang yang beruntung, kawan."

"Benarkah?"

"Iya. Buktinya belum ada satu hari di sekolah ini kau sudah menarik banyak perhatian. Wah... Aku nanti kalau sudah menikah dan mempunyai seorang istri akan kunamai dengan nama Kim."

Apa itu trio Kim? Ah... Aku tidak peduli. Apa yang bisa mereka lakukan? Yeoja, hanya bisa berias, berakting di depan para namja agar terlihat manis, padahal mulut mereka sering kali menyakiti saat diajak bicara. Aish... Kenapa tiba-tiba aku teringat yeoja yang kemarin? Andueh, andueh...

Baru satu hari aku berada di sekolah ini, tapi tak ada hal yang menarik yang bisa kutemukan. Dua pelajaran barusaja berlalu. Kini jamnya istirahat. Tiba-tiba saja suara menjadi riuh dengan teriakan para yeoja itu dari luar kelas. Dan tak kalah hebohnya dengan mereka yang satu-persatu mendatangiku hanya sekedar ingin berkenalan. Tak kusangaka, kumpulan yeoja pabo yang sering mereka panggil dengan sebutan Trio Kim ini juga tak mau ketinggalan rupanya.

"Minggir.. minggir.. minggir.. Aku mau berkenalan dengan teman sekelas kita yang baru. Ya, anak pindahan! Tadi siapa namamu? Ah... Kim Myungsoo-ah?" cerocos salah satu dari mereka. Suaranya benar-benar menggangguku. Cempreng, seperti kaleng jatuh!

"Nuguya?" Tanyaku basa-basi. Biar bagaimanapun meeka yeoja. Kubantu kau menjaga reputasimu.

"Naega? Omo... Kau tak tahu siapa aku? Ya, namjadeul.. Dia bilang kalau dia tak tahu siapa aku. Kalian tahu kan siapa aku?" Centil! Apa kau semurah itu, batinku.

"Ne... Kim.. Yoo.. Jung.." sahut para namja sekelas yang memperhatikan aksi yeoja yang mencoba menggodaku.

"Kau sudah dengar kan barusan, siapa namaku?" tiba-tiba saja dia mendekatkan wajahnya tepat di hadapanku. Bahkan kini ia duduk di atas mejaku. Astaga, dia agresif sekali.

"Jadi kini kau bisa memanggilku kapanpun kau mau, Kim-Myung-Soo.. Arachi?" dan sekali lagi, kini mata kami saling berpandangan satu sama lain. Bahkan bila diukur, mata kami hanya berjarak 10 cm saja. Tapi perlakuan seperti ini tidak asing bagiku. Aku sudah terbiasa bahkan muak. Jadi jangan harap aku akan tergoda begitu saja denganmu.

"Ya, Yoojung-ah! Sudah cukup perkenalannya. Aku sudah lapar." tiba-tiba saja salah satu dari mereka memanggil yeoja yang nampak sedang asyik menikmati wajah tampanku. Tapi sepertinya ia tak menghiraukannya sama sekali. Ia tetap fokus memperhatikanku. Lalu tiba-tiba saja tangannya mulai bergerak ke arah wajahku. Astaga, beraninya dia...

"Mianhae!" Seketika tangannya terhempas dengan keras hingga tubuh Yoojung terdorong dan tersungkur di atas meja.

"Ya! Beraninya kau..."

"Tolong jangan bersikap kurang ajar padanya!"

Yeollie???

"Ya! Siapa kau? Beraninya bersikap kasar begitu pada uri Yoojung?" seru para namja seisi kelas.

"Maaf, sudah waktunya jam istirahat. Ayo kita ke kantin, Myungsoo!" Ajak Sungyeol. Aku pun lantas menurutinya dan pergi ke kantin bersamanya.

Saat kami berjalan menuuju pintu keluar, tiba-tiba saja aku melihat wajah yeoja yang tak asing bagiku. Sepertinya aku pernah melihatnya. Tapi, dimana? Dia hanya memamlingkan wajahnya dariku.

"Ya, L! Kau kenapa?"

"Ah.. Anni! Aku hanya merasa sepertinya aku pernah melihat yeoja yang berpapasan dengan kita tadi. Tapi aku tidak yakin."

"Aigoo... Sejak kapan kau mulai memperhatikan gadis-gadis itu? Apa kau sudah mulai menemukan 'cinta', oh?"

"Apa kau sedang mengejekku?"

***

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK