Seoul, 07.20 am
Pagi telah kembali datang. Hiruk-pikuk kota yang semula sempat mereda kembali padat. Ah...kenapa waktu cepat sekali berlalu? Seandainya aku bisa bicara pada malam, ingin sekali aku mengatakan padanya: "Setiap pagi aku berjibaku dengan Dysania (kebiasaan sulit beranjak dari kasur)...kumohon, tinggalah lebih lama lagi wahai malam". Pffth...tapi semua itu hanya buaian yang tak akan pernah menjadi kenyataan. Orang akan menganggapku gila jika aku berdiri di tengah jalan, mendongak dan menatap langit malam lalu bicara sendiri padanya.
"Hoaaaahhmm~", kedua mataku terasa begitu berat. Hanya suara musik yang terdengar dari earphones yang terpasang pada kedua telingaku lah yang tetap mampu membuatku terjaga. Tap! Tap! kurasakan seseorang menyentuh pundakku. Aku melepas salah satu earphoneku dan menoleh ke sisi kiriku. Salah seorang siswa berseragam sekolah yang sama denganku terlihat tersenyum padaku. "Annyeong Soojung-ah~ Tak kusangka kau suka juga naik kendaraan umum...tahu begitu...kita bisa berangkat bersama...heheh", ujar siswa tersebut.
Mataku terarah pada nametag yang tertera di seragamnya, yang bertuliskan Choi Henry. Nugunde? Aku tak terlalu banyak bergaul dengan para siswa di sekolahku sendiri. Jadi aku tak bisa mengingat dengan baik nama dan wajah mereka. Secara alamiah, mataku bergerak dari ujung kaki siswa itu sampai ke ujung rambut siswa tersebut, seperti layaknya manusia yang baru pertama kali melihat makhluk asing. "N-Ne...", hanya itu jawaban yang hanya bisa terlontar dari mulutku.
"Yeokshi...Ice Princess", ujar Henry setelah melihat reaksi diriku. Matta....di sekolah, aku diberi julukan sebagai Ice Princess. Wajahku yang ketus dan diriku yang tertutup dan jarang berinteraksi dengan yang lainnya lah yang membuat para siswa menjulukiku dengan panggilan itu. Aku sendiri tak terlalu mempedulikannya. "Kau sepertinya mengantuk...", ujar Henry lagi dan aku hanya tersenyum tipis. Henry kemudian terlihat memperhatikan sekitarnya dan kemudian, matanya tertuju pada seorang siswi lainnya yang berasal dari sekolah yang berbeda dengan kami. Ia kemudian mencolek siswi yang sedang duduk sambil mendengarkan music melalui earphonenya, sama seperti diriku. Ia juga tengah terlihat sibuk membaca buku. "Ya. .neo", tegur Henry datar. Nada bicaranya berbeda ketika ia berbicara denganku.
Gadis itu melepas salah satu earphonenya dan mendongak menatap Henry. "Ne?"
"Ireonaseyo", ujar Henry.
Gadis itu terlihat sedikit terkejut dengan ucapan Henry. "W-Wae guraeyo?", tanya gadis itu tak mengerti.
"Geunyang ireonaseyo!", seru Henry mulai gusar. "Ppali", sambungnya datar. Yeoja itu pun mau tak mau berdiri dari kursinya. Henry kembali menoleh padaku. "Soojung-ah...anjuseyo", ujarnya manis.
Mworago?! Apa-apaan dia ini?! Menyuruh orang lain berdiri hanya demi memberi tempat duduk padaku?!. "A-Ani...gwenchana...toh sebentar lagi kita akan sampai di sekolah", ujarku. Aku melirik ke arah yeoja yang sempat "dipaksa" berdiri oleh Henry sebelumnya. Ekspresi yeoja itu begitu terintimidasi. "Duduklah...nan gwenchana...lagipula ini memang tempatmu", ujarku pada yeoja itu.
Yeoja itu menghela nafas pelan. "Gwenchana...", ujarnya tersenyum getir. "Aku berhenti di sini ahjussi!", serunya pada supir bis. Ia membungkuk pelan padaku dan bergegas turun dari bis. Aku memperhatikan yeoja itu bahkan hingga ia turun dari bis. Yeoja itu balas menatap ke arahku dengan tatapan sendu lalu kembali tertunduk lesu. Perasaan bersalah menderaku meskipun bukan aku lah yang memaksanya bangun dari kursinya.
"Soojung-ah...", aku mendengar Henry menegurku lagi.
"Mwo?", jawabku malas. Aku benar-benar tak menyukai tindakannya tadi.
"Anjuseyo", ujar Henry tersenyum lebar seolah tak terjadi apapun.
***
07.25 AM
Aku melangkah menuruni tangga bis yang belum lama kunaiki. Mataku terarah pada jendela bis di mana di dalam sana, seseorang tengah menatap ke arahku. Yeppeuda...gumamku dalam hati kala memperhatikan wajah orang asing tersebut. Namaku adalah Go Yoojung. Aku adalah siswi kelas 2, Soondae Senior High-school. Aku...tak banyak yang bisa kuceritakan tentang diriku, karena mungkin...kalian juga tak akan tertarik mendengarnya. Aku hanyalah siswi biasa yang berpenampilan biasa-biasa saja. Aku selalu merasa rendah diri setiap kali bertemu dengan yeoja yang berpenampilan menarik. Aku...begitu berbeda dengan mereka.
Bis yang kunaiki perlahan bergerak menjauh. Namun, masih bisa kulihat seseorang yang kutemui di dalam bisa tadi masih menatap ke arahku. Seorang siswi dari sekolah lain yang sama sekali tak kukenal. Yang kutahu hanya....ia sangat cantik, berbeda sekali denganku. Pantas saja jika tetanggaku, Choi Henry, sampai rela menyuruhku berdiri dari kursiku hanya demi siswi tersebut. Meskipun bertetangga, aku jarang sekali bicara dengannya. Sekalinya ia bicara padaku, ia 'mengusirku' dari bis yang sama-sama kami naiki. Ia pasti sangat menyukai siswi cantik tersebut. Dan kurasa....bukan hanya Henry, tapi pastilah para siswa di sekolahnya juga sangat menyukainya.
Sekilas, kulihat ekspresi bersalah di wajah siswi tersebut ketika ia melihatku turun dari bis setelah dengan terpaksa memberikan tempat dudukku padanya. Mau bagaimana lagi....aku terpaksa melakukannya sebelum Henry berteriak padaku dan menimbulkan keributan di dalam bis. Hal itu nantinya bisa semakin mencoreng namaku. Kulihat kembali jam tanganku yang kini menunjukkan pukul 07.25 am. Tiga puluh lima menit lagi, kegiatan belajar mengajar akan segera dimulai. Jika saja aku tidak turun dari bis, mungkin aku sudah sampai di sekolah. Tapi sepertinya, keberuntungan sedang tidak berpihak padaku. Ah Molla....sudahlah...aku pasti dihukum.... Kini, aku hanya bisa tertunduk pasrah.
DRAP! DRAP! DRAP! Samar-samar, kudengar langkah kaki bergerak cepat ke arahku. "Hosh....hosh...hosh...", lalu terdengar suara seseorang terengah-engah setelahnya. "Masih ada waktu tiga puluh lima menit lagi!", ujar suara itu lagi. Aku tetap tertunduk tak mempedulikan apa yang terjadi. Pikiranku hanya tertuju pada hukuman apa yang akan kuterima karena keterlambatanku. "Eo? Kau siswi Soondae juga?!", tiba-tiba kudengar suara itu menegurku.
Aku mengangkat wajahku dan menatap orang itu. DEG! Mendadak jantungku berdegup kencang. K-Kang Minhyuk? Aku terpana melihat kehadiran Minhyuk.
"J-Jogiyo?", tegur Minhyuk membuyarkan lamunanku.
"N-Ne?!", jawabku refleks.
"Kau siswi Soondae juga matchi?! Ah...dahaengida...aku tak terlambat sendirian...apa kau sedang menunggu bis ke arah Soondae juga?", tanya Minhyuk ramah.
"N-Ne...", jawabku gugup
"Ah..syukurlah...gati kaja", ujar Minhyuk ramah.
"N-Ne", jawabku gugup. Di saat bersamaan, bisa kurasakan wajahku menghangat. Sedikit sedih, ketika menyadari bahwa Minhyuk, namja yang kusukai selama beberapa bulan terakhir ini, tak mengenali diriku meskipun kami berada di angkatan yang sama. Tapi....siapa peduli...toh hari ini, aku akan berangkat ke sekolah bersamanya. Ah....kurasa aku harus berterima kasih pada Henry dan siswi cantik itu. Karena mereka, kini aku bisa bersama dengan Minhyuk. Mungkin ini terdengar sederhana. Jika aku memiliki wajah seperti yeoja yang kutemui tadi, tentu akan mudah bagiku untuk mengajak Minhyuk pergi ke sekolah bersama denganku dan ia pasti sudah mengenaliku. Tapi dengan wajahku yang biasa-biasa ini....hal ini tentulah menjadi sebuah kesempatan langka yang sulit untuk dilewatkan. Ah seandainya...wajahku secantik siswi yang kutemui tadi....pasti segalanya akan menjadi lebih mudah.
***
Hanrim High-school, 07.45 AM
Aku melangkah turun dari bis dan berjalan cepat menuju gerbang sekolah. Di belakang, bisa kudengar Henry berteriak memanggil-manggil namaku. "Soojung-ah! Ya Jung Soojung!", seru Henry yang kemudian berlari menyusulku dan menghalangiku.
"Mwo?! berhentilah mengikutiku!", ujarku ketus.
"Ah neo wae gurae? Seharusnya kau berterima kasih padaku karena memberikanmu tempat duduk di bisa yang penuh sesak tadi", gerutu Henry.
"Mian tapi aku tak pernah memintamu untuk melakukan hal itu padaku", ujarku tegas. "Dimana tata kramamu? seenaknya menyuruh orang lain berdiri hanya demi memberikan tempat duduk padaku?! Kau pikir itu sopan??", ujarku kesal.
"Ah neo wae gurae? Gwenchana....yeoja tadi itu adalah tetanggaku", ujar Henry santai.
"Mworago? Lalu karena dia tetanggamu kau bisa berbuat seenaknya padanya?!", gerutuku semakin kesal.
"Aish sudahlah...tak usah dipikirkan...Yoojungie akan baik-baik saja...kau tak perlu merasa bersalah", ujar Henry santai. "Kau mau makan siang denganku?", tanya Henry tanpa dosa.
"Shireo!", tolakku tegas lalu berlalu pergi dari hadapannya. Yoojungie? nama yeoja itu adalah Yoojung? Kurasa aku harus minta maaf padanya jika aku bertemu dengannya lagi. Aku menghentikan langkahku dan berbalik menoleh ke arah Henry. "Aku tak terlalu mengenal dirimu...jadi berhentilah bersikap seolah kau dekat denganku", ujarku pada Henry sebelum benar-benar beranjak pergi.
Aku terus melangkah cepat menuju kelasku. "Annyeong Soojung-ah~ terburu-buru sekali sepertinya?", tegur beberapa siswa yang bergerombol ketika berpapasan denganku. Aku tak menghiraukannya sama sekali. Tak ada gunanya menanggapi mereka.
"Annyeong Soojung-ah~", sapa beberapa siswa lainnya. Hal ini sudah biasa bagiku. Setiap pagi, para siswa-siswa tersebut menegurku dengan nada menggoda yang selalu membuatku risih. Maka dari itu, aku tak pernah menanggapi mereka.
Aku terus melangkah menyusuri lorong sekolah menuju kelasku hingga...dukk! Seseorang dengan sengaja menabrak pundakku. "Ouww...Ice Princess baru saja datang...mian aku tak melihatmu...makanya, bersuaralah lain kali jangan diam saja seperti gunung es begitu...kasihan sekali...cantik tapi tak punya teman pffh~", ujar seorang siswi yang tadi dengan sengaja menabrakku.
"Kulihat tadi, ia juga baru saja menolak ajakan makan siang Choi Henry mentah-mentah...", sambar siswi lainnya.
"Jincharo?! Apa ia tak tahu bahwa banyak para siswi yang rela melakukan apapun agar bisa makan siang dengan Henry?! Cih...sombong sekali dia", sambar siswi lainnya yang juga berada dalam gerombolan tersebut.
Aku mengepalkan tanganku kesal. Matta...bagi para siswa, aku mungkin menjadi "pemandangan" bagi mereka....tapi bagi para siswi di sekolah ini, aku adalah musuh terbesar mereka. Aku diam, mereka menyudutkanku....aku bertindak...maka sudah pasti itu akan menjadi berkah bagi mereka karena mereka justru akan semakin menyudutkanku. Apapun yang kulakukan, selalu salah di mata mereka.
"Apa yeoja selalu seperti ini?", tiba-tiba sebuah suara lainnya terdengar.
Aku mengangkat wajahku yang sejak tadi tertunduk menahan kesal. Seorang namja terlihat tengah asyik bersandar pada salah satu dinding. Siapa lagi ini? Aish jincha...kenapa banyak wajah asing yang tak kukenali padahal ini sekolahku sendiri?.
"Whoah...Jalssaengyeotda", para siswi yang tadi menekanku, terdengar berbisik-bisik memuji namja tersebut. Mereka juga tak mengenalnya? Lalu...siapa dia? Lagi-lagi secara alamiah, mataku bergerilya dari ujung kaki hingga ujung rambut namja itu. Ia bertubuh tinggi tegap dan berkulit seputih susu. Sekilas, ia tak terlihat seperti orang Korea bagiku. Ia lebih terlihat seperti orang asing yang lahir dan hidup di luar Korea
Namja itu berdiri tegak dan melangkah santai ke arah kami. "Kami....para namja...selalu menyelesaikan masalah dengan ini", ujarnya sambil mengepalkan tangannya dan menunjukkannya pada kami. Setelah puas saling memukul satu sama lain, maka masalah di antara kami, kami anggap selesai...tapi rernyata tidak dengan yeoja...jadi ini sebabnya kalian bisa bertengkar bahkan hingga bertahun-tahun lamanya...", ujar namja itu. "Karena kalian bertengkar dengan menggunakan mulut dan kata...dan itu meninggalkan bekas luka mendalam yang mungkin tak akan bisa disembuhkan bahkan dengan kata maaf sekalipun...psh...menyedihkan sekali", sindirnya.
"M-Musun soriya?!", seru siswi yang tadi menabrak pundakku. Teman-temannya yang tadi sempat memuji namja itu, kini berbalik menggerutu kesal.
Namja itu mengabaikan ucapan siswi tersebut. Ia melangkah pelan ke arahku dan berhenti tepat di depanku. Kini gantian ia memperhatikanku dari ujung kaki hingga ujung rambut. Apa-apaan dia ini?!. "Kau tak punya teman?"
"M-Musun soriya?", tanyaku terkejut dengan pertanyaannya.
"Bergaul lah lebih baik lagi...kau pikir kau bisa bertahan hanya dengan mengandalkan kecantikanmu saja? Asal kau tahu saja, semakin kau cantik, maka mereka akan semakin membencimu", ujarnya sambil menunjuk segerombolan siswi tadi. "Karena mereka tak secantik dirimu", sambungnya.
"YAAA!!", seru segerombolan siswi tadi bersamaan.
"Kuberitahu kau dua cara agar kau bisa bertahan. Merubah wajahmu menjadi jelek dan mereka tak akan menindasmu lagi, atau merubah sikapmu agar menjadi lebih terbuka pada orang lain. Jika mereka menindasmu lagi, paling tidak, akan ada orang-orang yang melindungimu nantinya", ujar namja itu. "Himnaera...aku tahu menjadi cantik tak semudah apa yang mereka pikirkan", sambungnya lalu berlari begitu saja dari hadapanku. Aku menoleh memperhatikan namja itu yang bergerak menjauh sembari memikirkan perkataannya padaku tadi. Ia...satu-satunya yang mengerti apa yang kurasakan selama ini...menjadi cantik, tidaklah semudah apa yang mereka pikirkan.
***
Soondae High-school, 07.55 AM
Aku melangkah menuju gerbang sekolahku yang sudah terlihat di depan mata. Senyum tak berhenti terkembang di wajahku kala melihat namja di depanku berjalan terburu-buru. Ia sesekali menoleh ke arahku. Tiba-tiba, ia menghentikan langkahnya dan melangkah ke arahku cepat. TAP! Ia menggenggam pergelangan tanganku lalu menarikku hingga aku terpaksa berlari mengikutinya. "YA! YA!", seruku terkejut kala Minhyuk tiba-tiba mengajakku berlari.
"AISH SHIKKEURO! KITA TAK PUNYA BANYAK WAKTU!", seru Minhyuk terengah-engah masih sambil berlari.
Kulihat di depan sana, rupanya gerbang sekolah akan segera ditutup. SRET~ Tak lama setelahnya, kurasakan diriku masuk menembus gerbang sekolah yang hampir tertutup tersebut. Kami berhasil tiba di sekolah tepat waktu.
"Hah...hah..dwesseo...", gumam Minhyuk terengah-engah sembari membungkuk mengatur nafasnya. Tangannya kini tak lagi menggenggam pergelangan tanganku. Ia mendongak ke arahku. "Neo...jincha...Go Yoojung", gumamnya terengah-engah sembari tertawa pelan. "Hanya karena waktu tersisa beberapa menit lagi bukan berarti kita tak bisa sampai di sekolah tepat waktu...berusahalah lebih keras lain kali...na kkanda", ujar Minhyuk lalu bergegas pergi meninggalkanku.
Aku masih mematung di tempatku. Apa aku tidak salah dengar? Ia...baru saja menyebut namaku? Omo! Jincha?! Ia mengetahui namaku?! Aku benar-benar tak percaya. Setelah tadi ia menggandengku, kini ia menyebut namaku. Aku tak sengaja melihat seragamku sendiri dan mataku tertuju pada nametag seragamku di mana namaku tertera di sana. "Ah...matta....nametag...tentu saja...", gumamku tertunduk lesu setelahnya. Aku kemudian melihat jam tanganku. "Omooo!! Sudah jam 8!!", seruku panik dan bergegas menuju ke kelas.
***
Sreekk! Aku membuka pintu kelas dan bernafas lega ketika mendapati bahwa sonsaengnim belum datang. "Oyyy! Yoojung-ah!", terdengar suara seseorang memanggilku. Kulihat, seorang siswi melambaikan tangannya padaku. Ia sahabatku, Baek Yerin. Kami sudah berteman sejak kami duduk di bangku sekolah menengah pertama. Aku segera menghampirinya dan duduk di sampingnya. "Ya...kau terlambat? tumben sekali?", tanya Yerin tak percaya karena sebelumnya aku jarang sekali terlambat.
"Eo...sesuatu terjadi di tengah jalan", ujarku. "Geundae....", sambungku dengan wajah tersipu malu.
"Wae? Wae? Ya malhae!!", desak Yerin. Akupun menceritakan pertemuanku dengan Minhyuk pada Yerin. "Jincharo?! Waaaa chukkahae!", seru Yerin.
"Pfhh...sudahlah...kau pikir ia akan tertarik dengan yeoja yang biasa-biasa saja sepertimu?", sambar Han Yuri yang merupakan siswi tercantik di kelas kami dan juga di sekolah kami. Tapi sayang...ia menyebalkan. "Ia sudah pasti lebih menyukai yeoja sepertiku ini", ujarnya sambil menyibakkan rambut panjangnya dengan percaya diri.
"Cih...sejak dulu kau berusaha mendekatinya, tapi tak ada hasilnya...buktinya, ia tak juga mengajakmu kencan pffh", balas Yerin.
"YA BAEK YERIN!!", seru Yuri kesal. "Tentu saja semuanya butuh proses!", sambung Yuri.
"Kalau memang ia tertarik padamu, ia pasti sudah mengajakmu kencan", balas Yerin.
"Neo yaa!!", gerutu Yuri kesal.
"Sudah-sudah...Yuri-ya...apa yang dikatakan Yerin memang benar. Mungkin Minhyuk menyukai yeoja yang cerdas. Kau cerdas tidak? Tugas saja kadang kau masih mencontek pada Yoojung. Itu artinya...Yoojung lebih cerdas darimu", sambar Park Doosik, salah satu siswa di kelas kami. "Untung saja, Yoojung masih berbaik hati mau memberi tahu hasil pekerjaannya padamu...matchi Yoojung-ah?", sambung Doosik.
Aku tertawa mendengar ucapan Doosik. "Kau pasti belum mengerjakan tugasmu matchi?"
"Ne? Ah..eyy...jincha...mwoya Yoojung-ah! Haha!", elaknya sambil tertawa canggung. Ia kemudian mendekat padaku dan berbisik pelan. "Matta...boleh aku lihat punyamu?"
"YA PARK DOOSIK!! KAU JUGA MEMINTA CONTEKAN PADANYA MATCHI?! BERANINYA KAU MENCERAMAHIKU!!", seru Yuri murka.
"Ppali Yoojung-ah berikan padaku sebelum Yuri merebutnya!!", seru Doosik panik.
Yoojung mengeluarkan buku tugasnya dan mengipas-ngipasi dirinya sendiri dengan buku itu sembari tersenyum usil. "Apa yang akan kau berikan padaku sebagai imbalannya?"
"D-Dua porsi jajangmyun untukmu!", jawab Doosik cepat. Yoojung berpikir sejenak. "Yoojung-ah ppalii!! Aku juga akan selalu membelamu jika Yuri mengganggumu lagi!”, seru Doosik cepat.
“Oke Call!”, ujar Yoojung tersenyum lalu menyerahkan buku tugasnya pada Doosik. Namja itu segera bergerak cepat, menghindar dari Yuri ketika Yuri semakin mendekat padanya. Keributan pun terjadi di belakang setelahnya. “Ya! Berikan padaku ppali~!”, seru Yuri mencoba merebut buku tugas Yoojung dari tangan Doosik.
“Shireo!”, balas Doosik.
Yoojung hanya tertawa melihat tingkah kedua teman sekelasnya tersebut. Meskipun terkadang menyebalkan, namun Yuri juga terkadang bersikap baik padanya. Begitupun juga dengan Doosik. “Ya…berhentilah memberi contekan pada kedua anak itu”, ujar Yerin mengingatkan.
“Gwenchana….toh aku mendapat imbalan dari Doosik…”, ujar Yoojung santai. Ia kemudian mendekat dan berbisik pada Yeri. “Lagipula akan ada presentasi dari tugas itu nantinya….Doosik dan Yuri tak akan bisa mempresentasikannya dengan baik…karena hanya aku yang memahami materi dari tugas itu hihi”, bisiknya pada Yerin.
“Jincharo? Darimana kau mengetahui bahwa tugas itu akan dipresentasikan?”, Tanya Yerin.
“Aku tak sengaja melihatnya di agenda mengajar milik Jo ssaem hihi”, ujar Yoojung.
“Untung saja aku mengerjakannya sendiri”, ujar Yerin.
***
Hanrim High-school, 2-A class 08.10 AM
Sonsaengnim memasuki kelas. Ketua kelas meminta setiap siswa untuk berdiri dan memberi salam pada Sonsaengnim. “Annyeonghasimnikka Sonsaengnim”, sapa para siswa serempak lalu mereka kembali duduk.
“Annyeonghaseyo yaedeura…hari ini sebelum aku memulai kelas, aku ingin memberikan sebuah informasi pada kalian”, ujar sonsaengnim. “Hari ini…kita kedatangan siswa baru dari Busan”, ujar sonsaengnim yang kemudian disambut oleh bisikan-bisikan dari para siswa. “Silahkan masuk”, ujar sonsaengnim mempersilakan siswa baru tersebut untuk masuk.
SREEK~ Pintu kelas terbuka dan sesosok siswa melangkah masuk ke dalam kelas dengan tenang. Bisikan-bisikan kini terdengar semakin kencang menggema di dalam kelas, khususnya dari para siswi. “Omo~ Tampan sekali!”, “Ia seperti actor luar negeri!”, “Aku harap ia akan duduk di dekatku”, bisikan-bisikan itu terdengar di penjuru kelas dari para siswi kelas 2-A. Berbeda dengan para siswi lainnya, Soojung justru tercengang ketika ia melihat siswa tersebut.
“Silahkan perkenalkan dirimu”, ujar sonsaengnim.
“Ne…annyeonghaseyo…nae ireumeun, Lee Jonghyun imnida…aku berasal dari Busan. Mannaseo bangapseumnida”, ujar Jonghyun membungkuk pada yang lainnya.
“Wow….Manly sekali!”, gumam salah satu siswi yang duduk di belakang Soojung.
“Masih ada beberapa bangku yang kosong Jonghyun-ah…silahkan kau memilih tempat dudukmu sendiri”, ujar sonsaengnim.
“Ne ssaem”, ujar Jonghyun yang kemudian melangkah tenang. Para siswi berbisik-bisik ketika Jonghyun melewati mereka, berharap bahwa Jonghyun akan duduk di dekat mereka. Namun….langkah Jonghyun terhenti pada sebuah bangku kosong yang berada tepat di samping Soojung dan ia segera duduk di sana. Beberapa ucapan bernada kecewa terlontar dari para siswa dan siswi.
“Yeokshi….sudah pasti ia akan memilih duduk di samping gadis cantik”, gerutu salah seorang siswa iri.
“Kenapa sih semua namja ingin sekali mendekati Jung Soojung?!”, gerutu salah seorang siswi lainnya.
“Awas saja jika Soojung mencoba menggoda Jonghyun”, ujar siswi lainnya.
Soojung hanya terdiam tertunduk dan memfokuskan dirinya pada pelajaran yang mulai dijelaskan oleh sonsaengnim. Tangannya sibuk mencatat setiap materi yang disampaikan oleh sonsaengnim meskipun suara-suara disekitarnya, masih tetap saja membicarakan dirinya. Jonghyun melirik sejenak kea rah Soojung yang sama sekali tak menegurnya bahkan meliriknya saja tidak padahal mereka sempat bertemu di lorong sekolah tadi. “Psh…jincha”, gumam Jonghyun tertawa pelan lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
***
12.00 PM
Bel jam tanda istirahat berdering. Para siswa bergegas keluar kelas dan menuju kantin. Trekk~ Soojung meletakkan nampan berisi makanan pada salah satu meja dan mulai menikmati makan siangnya seorang diri di salah satu sudut kantin. Ia memperhatikan para siswa lainnya sibuk bercengkrama dengan teman-teman mereka. Tak lama kemudian, terdengar suara riuh yang berasal dari para siswi. Soojung melemparkan pandangannya kea rah pintu masuk kantin. Jonghyun, berjalan memasuki kantin dengan disusul Henry tak lama setelahnya. Perhatian para siswi terpusat sementara pada Jonghyun yang merupakan siswi baru di Hanrim High-school. Desas-desus tentang dirinya sebagai siswa baru serta tentang gossip yang menyebar bahwa Soojung berusaha mendekatinya menyebar dengan cepat di antara siswa lainnya di Hanrim High-school. Beberapa siswi menoleh kea rah Soojung dan menatapnya sinis. Namun, lagi-lagi…ia tak terlalu mempedulikannya dan hanya terfokus pada makan siangnya. “Annyeong Soojung-ah..”, sapa sebuah suara. Soojung menghela nafas berat. “Bukankah sudah kukatakan aku tak mau makan siang denganmu Choi Henry”, ujar Soojung dingin.
Henry hanya tersenyum dan tetap duduk di kursi yang berseberangan dengan Soojung. “Bagaimana kelasmu hari ini?”, Tanya Henry mengabaikan ucapan Soojung.
“Ya Choi Henry-“, Trekk~ Tak lama kemudian, seorang lainnya duduk tepat di samping Soojung. “N-Neo…”
Henry mengernyitkan dahinya menatap seseorang yang duduk di samping Soojung. “Nugun…de?”, gumamnya.
“Oh! Aku lupa memperkenalkan diri…namaku Lee Jonghyun…aku adalah siswa pindahan dari Busan…senang bertemu denganmu”, ujar Jonghyun pada Henry yang masih memperhatikannya dengan curiga.
“Yaa…Jung Soojung! Mengapa kau meninggalkanku begitu saja? Bukankah tadi kau berjanji akan menemaniku makan siang?”, Tanya Jonghyun membuat Soojung terkejut.
“M-Musun soriya?”, gumam Soojung tercengang dengan ucapan Jonghyun yang mengada-ada tersebut. Ia tak pernah mengajak namja itu makan siang.
“Ia….mengajakmu makan siang?”, Tanya Henry.
“Ani Naneun-“
“Geureom! Soojung adalah satu-satunya temanku di kelas…karena aku siswa baru, jadi aku belum banyak bergaul dengan para siswa di sini. Tapi karena aku duduk bersebelahan dengannya, maka aku hanya bisa berbicara dengannya”, ujar Jonghyun.
“Ah…gurae”, jawab Henry.
SREETT~ Soojung refleks terbangun dari posisinya dan menatap tajam baik pada Henry dan juga Jonghyun. “Berhentilah mengikutiku!”, serunya kesal lalu bergegas pergi meninggalkan kantin dan meninggalkan makan siangnya begitu saja. Para siswa dan siswi lainnya berbisik-bisik membicarakan kejadian tersebut.
“Ia…agak sedikit temperamental ya?”, Tanya Jonghyun pada Henry.
“Begitulah”, jawab Henry tersenyum tipis dan kembali menikmati makanannya dengan tenang.
***
Soondae High-school, 12.00 PM
Bel tanda istirahat juga terdengar nyaring menggema di penjuru Soondae High-school. Para siswa berhamburan menuju kantin untuk makan siang. “Manhi mokgo~”, ujar Doosik sembari meletakkan dua porsi jajangmyun di hadapan Yoojung dan Yerin.
Yoojung tersenyum puas setelah Doosik menepati janjinya untuk mentraktirnya dua porsi Jajangmyun karena ia meminjamkan tugasnya pada namja itu. Yoojung menyerahkan salah satu porsi jajangmyun itu pada sahabatnya, Yerin. “Jal mokgesseumnida!”, seru Yerin dan Yoojung riang.
“Aish…I yeojadeul jincha”, gerutu Doosik. “Gurae…gwenchana…aku cukup terbantu dengan kalian juga”, jawab Doosik santai. “Tadi nyaris saja sonsaengnim memilih diriku untuk melakukan presentasi…ah jincha…untung saja ia memilih dirimu, Yoojungie dan….”, Doosik melirik ke sisi kirinya. Tatapan laser (?) ditujukan ke arahnya yang berasal dari Yuri. “Pfffhhh”, Doosik mencoba menahan tawanya.
Yuri terlihat mengarahkan telunjuknya kea rah Doosik lalu melakukan gerakan seperti seseorang yang hendak memotong kepala, seolah menyampaikan isyarat, “Kau-akan-mati”, yang tentu saja…ditujukan untuk Doosik. Saat pelajaran sejarah tadi, sonsaengnim menunjuk beberapa siswa untuk menjelaskan hasil pekerjaan rumah mereka pada siswa lainnya. Sonsaengnim, setelah menunjuk Yoojung untuk melakukan presentasi, ia hampir saja menunjuk Doosik sebagai presenter berikutnya, namun namja itu berkilah bahwa ia mencontek tugasnya dari Yuri. Karena berpikir, bahwa Yuri mengerjakan tugasnya dengan baik, maka sonsaengnim meminta Yuri untuk menjelaskannya tak lama setelah Yoojung selesai menyampaikan presentasi miliknya. Yuri tak punya pilihan lain. Selain menuruti permintaan sonsaengnim. Namun ketika di depan kelas, ia tak mampu menjelaskan apapun dan pada akhirnya mengakui bahwa ia mencontek tugas milik Yoojung. Sonsaengnim memberikan hukuman dengan memberinya dan Doosik (Yuri mengadukan Doosik yang juga turut mencontek tugas milik Yoojung karena ia tak mau dihukum sendiri) tugas lainnya dengan topic berbeda dan mereka harus mempresentasikannya minggu depan.
“Tapi tetap saja pada akhirnya kau dihukum bersama dengan Yuri”, ujar Yerin.
“Gwenchana…..tapi paling tidak aku tak harus mempermalukan diriku sendiri di depan yang lainnya hahaha”, ujar Doosik.
“Neo jincha…kenapa kau suka sekali mengganggu Yuri?”, Tanya Yoojung.
“Hm…molla…menyenangkan saja jika aku bisa membuatnya marah”, ujar Doosik sembari melirik kea rah Yuri yang duduk di meja berbeda dari dirinya dan Yoojung serta Yerin. Seulas senyum tipis tergambar di wajahnya.
“Omo! Omo! Yoojung-ah igo bwa!”, gumam Yerin sembari menepuk-nepuk Yoojung pelan. Yeoja itu menunjuk kea rah pintu masuk kantin. Doosik dan Yoojung mengikuti arah pandang yang dimaksud Yerin. Di sana, terlihat sosok Minhyuk berjalan memasuki kantin dengan diikuti beberapa orang teman-temannya.
“Annyeong Minhyuk-ah!”, sapa beberapa siswi yang kebetulan berpapasan dengannya.
“Annyeonghaseyo..”, balas Minhyuk ramah sehingga membuat para siswi yang menegurnya tersebut kegirangan karena Minhyuk membalas sapaannya.
“Aigoo…igo bwa Yerin-ah…neo chinguya”, ledek Doosik ketika ia tak sengaja melihat rona kemerahan terpancar di wajah Yoojung kala melihat sosok Minhyuk. Yerin hanya tertawa mendengar ucapan Doosik. “Oyyy Minhyuk-aah!”, Doosik tiba-tiba berteriak memanggil Minhyuk.
Seolah tersadar dari lamunannya, Yoojung tersentak kaget ketika Doosik meneriakkan nama Minhyuk. “Y-Ya! Park Doosik mwohaneun goya?!”, seru Yoojung panic. Ia bangkit dari kursinya dan mengulurkan tangannya hendak membungkam mulut Doosik, karena ia takut namja itu akan bicara macam-macam tentang dirinya pada Minhyuk.
“Aish shikkeuro!”, gerutu Doosik sembari memegangi kedua tangan Yoojung yang hendak membungkam mulutnya. Minhyuk terlihat balas melambaikan tangannya pada Doosik dan berjalan meninggalkan teman-temannya dan menghampiri Doosik.
“Omo! Ia berjalan kemari!”, seru Yerin.
“Omo ottokhae?!”, gumam Yoojung panic. Ia hendak melarikan diri namun Yerin menahannya dan Minhyuk sudah tiba di mejanya. “Annyeong Doosik-ah”, sapa Minhyuk.
“Yooo whatssup!”, balas Doosik sembari melakukan high-five pada Minhyuk. “Kau sudah makan siang?”, Tanya Doosik.
“Belum..baru saja…wae gurae?”, jawab Minhyuk ramah.
“Ani..aku hanya ingin mengingatkan saja soal jadwal latihan kita akan diundur sampai minggu depan”, ujar Doosik.
“Ah gurae? Aku belum mendengar info apapun…geundae…gomawo”, ujar Minhyuk tersenyum memperlihatkan eye smile nya yang khas. Mata Minhyuk kemudian tertuju pada Yerin dan Yoojung yang duduk berhadapan dengan Doosik. “Eo? Neo ya?”, gumam Minhyuk sembari menunjuk Yoojung yang sejak tadi tertunduk. “Neon….Go Yoojungie matchi?”
Mau tak mau, Yoojung mengangkat wajahnya. “Eo? Neon Kang Minhyuk matchi? Hahaha! Ah Igon Kang Minhyuk, Yerin-ah igo bwa hahaha”, seru Yoojung tertawa canggung.
Minhyuk menatap Yoojung dengan tatapan bingung karena reaksi yeoja itu yang tak biasa. “Haha…”, ia pun mau tak mau ikut tertawa canggung meskipun ia tak tahu apa yang sedang di tertawakannya.
“Hahaha…Haha…ha…”, Yerin ikut tertawa canggung karena ia merasa malu akan tingkah Yoojung yang tak dapat mengontrol emosinya di hadapan namja yang disukainya. Ia menatap Minhyuk sembari menggerakkan telunjuknya membentuk garis miring pada dahinya, memberi isyarat bahwa kondisi mental sang teman sedang terganggu. Ia menggerakkan mulutnya mengucapkan kata “Mianhae” tanpa mengeluarkan suara.
“Ah…hahaha….”, ujar Minhyuk mengangguk pelan.
“Ahahaha…aku harus ke toilet annyeong!”, seru Yoojung tiba-tiba. WUUSSSSHHH~ Ia berlari terbirit-birit secepat kilat menghilang dari hadapan Yerin, Doosik, dan Minhyuk. Keheninga melanda ketiganya selama beberapa saat.
“Ya Doosik-ah…neo chinguya gwenchana?”, Tanya Minhyuk.
“Nae chingu aniya…aish…”, ujar Doosik asal. Ia kemudian melemparkan tatapannya pada Yerin dan diikuti Minhyuk yang juga turut menatap Yerin.
“Nado! Geu yeojaga….nae chingu aniya! Hahaha!”, ujar Yerin cepat.
“Psh….jincha…”, Minhyuk tertawa pelan melihat interaksi antara Doosik dan Yerin yang tentu saja ia sadari bahwa keduanya hanya bercanda ketika mengatakan bahwa Yoojung bukanlah teman mereka. “Arasseo….aku harus kembali menemui teman-temanku…sampai jumpa minggu depan Doosik-ah!”, ujar Minhyuk menepuk pundak Doosik. Ia juga sempat membungkuk pada Yerin.
“Ya…kau mengenalnya?”, Tanya Yerin penasaran.
“Eo…kami bertetangga…dan kami membentuk sebuah band”, ujar Doosik.
“Jincharo?! Ya! Kenapa kau diam saja selama ini?!”, seru Yerin.
“Shikkeuro! Aku tak mau Yuri mendengarnya!”, gerutu Doosik.
“Wae?”
“Karena nanti ia akan bertanya banyak hal tentang Minhyukkie…”, gerutu Doosik.
“Wae? Kau cemburu?”, sambar Yerin.
“A-Ani! Aku hanya malas saja meladeninya”, jawab Doosik.
“Gurae…….eum…apa aku dan Yoojung boleh melihat kalian latihan?”, Tanya Yerin sembari mengerjap-ngerjapkan matanya.
“Ani…”, tolak Doosik tanpa basa-basi. “Geundae..kami akan mengikuti kompetisi band yang juga akan diikuti oleh sekolah lainnya bulan depan..kau dan Yoojung boleh datang”.
“Gurae? Assaa!”, seru Yerin riang.
***
Hanrim High-school, 05.00 PM
TEEEEEEEETTT! Bel pertanda pulang sekolah sudah berbunyi. Para siswa pun bersorak sorai karena jam belajar sudah selesai. Soojung berjalan menuju lokernya untuk membereskan beberapa barang-barangnya. Namun, langkahnya mendadak terhenti ketika ia tiba di depan loker miliknya sendiri. Sesuatu terjuntai dari sela-sela lokernya. Seketika wajahnya berubah pucat pasi. Tangannya bergerak perlahan mendekati lokernya dan menarik benda tersebut yang ternyata adalah foto dirinya sendiri. Dalam foto tersebut terdapat sebuah symbol “X” besar berwarna merah yang mencoret bagian wajahnya di foto tersebut. Ia membalik foto tersebut dan sebuah tulisan terdapat di sana:
Bersiaplah untuk ‘kejutan’ berikutnya…Jung Soojung
** TO BE CONTINUED**