Congratulations!! Chanyeol !!
All your hopes and dreams have come true..
Become a famous and talented guitarist…
Don’t stop to strumming your guitar!
I’m waiting for you to keep your promise to buy me a bubble tea :p
-Jung Jihyun
Sudah hampir dua tahun sejak aku dan Jihyun memutuskan hubungan kami, karena obsesi ku untuk menjadi seorang gitaris yang terkenal. Dan ini sudah tiga hari aku bisa kembali bernafas di korea, setelah tur duniaku yang melelahkan selama enam bulan.
Barusan saja aku mendapat kiriman paket dari Jihyun. Isinya buku musik yang masih kosong dan sembar kertas kecil berwana kuning. Aku tersenyum ketika membaca kalimat terakhirnya. Dia masih mengingatnya. Janji yang aku ucapkan saat kami masih sekolah dulu.
“Aku berjanji, jika suatu hari impianku menjadi seorang gitaris sudah tercapai akan mengajakmu minum bubble tea bersama..”
“Hanya bubble tea?”
“Hmm.. Lalu kau mau apa?”
“Oke… bubble tea. Janji kan?”
“Hmm…”
Sepertinya hari ini aku ingin sekali menepatinya. Jihyun.. Kebetulan sekali aku sudah lama tidak melihatnya. Seperti apa dia sekarang? Haha.. Aku merindukannya.
Aku membuka lemari pakaianku dan mengganti pakaianku, lalu mengenakan mantel tebal. Kurasa korea semakin dingin semenjak aku meniggalkannya selama tur dunia.
-
Pyongchang-dong nomor 145!
Aku mengetuk pintu rumahnya. Pelayan rumahnya yang membukakan pintunya dan mempersilahkanku untuk duduk, sementara dia memanggil Jihyun.
Rumah Jihyun tidak banyak berubah sejak terakhir kali aku datang kemari.
Masih tetap ada banyak koleksi lego terpajang di setiap sudut rumahnya. Aku tahu, ayah Jihyun memang senang mengoleksi mainan lego.
“Ya!! Chanyeol!!”
Ah.. aku tahu itu pasti Jihyun. Aku membalikkan badanku dan menemukan Jihyun sedang berlari menuruni tangga rumahnya.
Setelah menuruni tangga terakhir, Jihyun berlari kecil kearahku.
“Jihyun!”
Jihyun memelukku. Aku juga memeluknya.
“I miss you!” kataku masih dalam pelukannya.
“Emm.. Aku juga”
Jihyun tiba-tiba melepas pelukannya. Menatapku, lalu berkata “Ada apa? Gitaris terkenal datang mencariku?”
“Hey, jangan memanggilku seperti itu.. Iya, mencari mu”
“Kenapa?”
“Tertarik dengan bubble tea?”
“Oh? Berniat menepati janji ya?”
“Kau ada waktu sekarang?”
“I’m free Captain!!” ujarnya sambil tersenyum.
Aku berlaga melihat jam tanganku, lalu berkata “Baiklah.. Kau punya 15 menit untuk berganti baju”
“Isssh! Aku bahkan hanya butuh 5 menit” ucap Jihyun sambil berlari ke kamarnya.
-
Jam 4 lewat 20 menit kami berdua disini. Aku dan Jihyun sekarang ada di sebuah café yang menyediakan bubble tea. Ini café favorit kami sewaktu sekolah dulu. Setelah memesan dua bubble tea, kami duduk di meja yang dekat dengan jendela. Ini juga jadi tempat favorit kami dulu.
Rasanya pergi ke tempat ini membuat aku kembali ke masa lalu.
Tidak banyak yang berubah di Seoul, Café ini, juga Jihyun.
Café ini masih memiliki suasana tenang dan damai.
Jihyun juga. Jihyun masih memiliki wajah ceria nya.
Aku dan Jihyun sudah saling mengenal selama separuh hidupku. Banyak kejadian yang harusnya tidak dilupakan, namun terlupakan. Dan sekarang diingatkan kembali oleh café ini. Café ini tau segala hal tentang aku dan Jihyun.
Saat dimana gitar kesayanganku rusak akibat ulah temanku, Jihyun mengajakku ke tempat ini.
Saat dimana Jihyun kalah taruhan denganku, dan harus mentraktirku bubble tea.
Saat dimana Jihyun mengajakku kemari karena dia berhasil memenangkan olimpiade Bahasa inggris tingkat nasional di Busan.
Saat dimana giliran aku mengajaknya untuk menyatakan perasaanku padanya, dan dia menerimanya. Kemudian saat-saat dimana kami selalu menghabiskan waktu berdua disini.
Termasuk saat terakhir kali, kami datang berdua ke café ini. Jihyun mengajakku ke tempat ini untuk mengatakan bahwa dia ingin mengakhiri hubungan kami.
Saat itu waktu menunjukan jam 3 siang. Aku sedang bersiap untuk berlatih gitar menjelang debutku. Tapi tiba-tiba handphone-ku bergetar, tanda ada pesan masuk. Aku mengambilnya dan membuka pesannya.
From : Jihyun
I have something to say. Can you go to the Café now?
To : Jihyun
I’ll be there in 10minutes…
Setelah membalas pesan Jihyun, aku lalu bergegas pergi ke café.
Sesampainya disana, aku menemukan Jihyun sedang duduk melihat keluar jendela dengan bubble tea yang sudah habis setengah.
Dengan cepat aku duduk dihadapannya dan berkata,
“Aku hanya ada 30 menit. Latihanku dimulai jam 4 sore.”
“Emmm.. Aku Cuma sebentar kok”
Aku mengangguk.
Jihyun menarik nafasnya panjang, sebelum akhirnya dia mengucapkan sebuah kalimat. Kalimat pendek namun membuatku menelan ludah.
“Aku mau kita mengakhiri hubungan kita…”
“Kenapa?”
“Bukankah cinta itu adalah ketika kita berjuang bersama-sama? Bukankah cinta itu ketika yang satu senang melihat yang satu bahagia? Bukankah cinta itu ketika tidak ada yang merasa senang dan sedih seorang diri? Aku merasa aku melakukannya sendiri. Aku tidak senang melihat kau bahagia. Dan kau……”
Ucapan Jihyun menggantung. Masih kutunggu lanjutannya. Tapi sekarang kulihat mata Jihyun mulai berkaca-kaca. Mungkin air matanya akan jatuh apabila dia berkedip.
“Kau.. Kau hanya perduli dengan obsesi mu untuk menjadi gitaris yang terkenal dan hebat. Sedangkan aku berpura-pura bahwa aku baik-baik saja, padahal aku tidak. Aku pikir berpura-pura baik-baik saja itu mudah, tapi ternyata tidak. Karena kau bahkan tidak menyadarinya. Dan aku cemburu dengan gitar yang selalu kau ajak bermain setiap waktu. Kadang aku juga berpikir, haruskah aku menjadi gitar agar bisa kau pedulikan setiap waktu..”
Jihyun menghela nafasnya, lalu butiran bening itu akhirnya jatuh. Perlahan mulai membasahi pipinya.
Aku diam. Masih belum bisa mencerna apa yang sekarang sedang terjadi. Masih belum menyadari apakah ini mimpi buruk atau memang kenyataan yang pahit.
Apa aku sejahat itu? Bahkan sekarang aku tidak bisa membiarkan Jihyun menangis di pundakku, karena akulah yang membuatnya menangis. Tidak. Aku masih terlalu kaku untuk itu.
Ada perasaan ingin menenangkan Jihyun dan mengatakan bahwa aku akan merelakan impianku demi dirinya. Tapi pikiran dan hatiku berbeda. Pikiranku tetap mengatakan bahwa menjadi gitaris terkenal adalah tujuan pertamaku. Mungkin jika aku dihadapkan pada seratus pilihan pun, apapun itu aku harus tetap mendahulukan debut sebagai gitaris.
Jihyun mengelap air mata nya dengan telapak tangannya, kemudian berbicara lagi sambil terisak.
“Aku berpura-pura bahwa aku baik-baik saja. Padahal aku tidak. Kau tidak tahu hati ini semakin teriris setiap harinya, karena kau tidak begitu peka untuk menyadari bahwa aku kesepian. Aku terluka karena setiap hari perlahan aku mulai menyadari bahwa aku tidak lebih dari gitar dan obsesi mu itu.“
“Kau bahkan tidak tau selama ini aku berjuang sekeras itu kan, Chanyeol… Karena kau juga bahkan tidak perduli denganku”
Jihyun menunduk sambil tertawa pelan.
“Ji-Hyun….” Hanya itu. Hanya itu, kata yang berhasil lolos keluar dari bibirku.
Jihyun menyeka air matanya lagi, kemudian mengerjapkan matanya. Menarik nafas panjang nya lagi, lalu berkata,
“Aku sudah selesai… Kau hanya punya waktu setengah jam kan. Berlatihlah dengan baik, Chanyeol. Teruskan saja apa yang sejak awal kau pilih. Kau harus benar-benar debut sebagai pemain gitar yang hebat.”
Setelah mengatakan itu, Jihyun lalu pergi begitu saja.
Sedangkan aku masih diam. Tak sedikitipun berusaha menahan Jihyun untuk tetap tinggal. Walaupun sebenarnya aku ingin. Aku ingin menahannya. Memegang tangannya dan berkata,
‘jangan pergi.’
Ego menang melawan cinta saat itu. Ego ku yang berlebihan mengalahkan perasaan cintaku pada Jihyun. Bodoh memang.
Tidak ada yang berubah antara aku dan Jihyun sejak saat itu, kecuali satu hal. Hubungan kami. Kami kembali lagi seperti dulu. Kembali menjadi teman dekat yang tinggal bersebelahan. Bukan sebagai sepasang kekasih.
Kami tetap dekat. Sebagai teman..
Tapi perasaan lebih dari sekedar teman tentu masih ada..
Mungkin ini jalan terbaik., impianku tercapai dan Jihyun tidak merasa terluka.
Lalu lambat laun aku mulai disibukkan dengan persiapan debut ku. Jihyun juga mulai menyibukkan diri dengan bergabung dalam komunitas sastra inggris di sekolah.
Kami berdua hanya kadang berbagi cerita.
Hingga hari dimana akhirnya aku debut sebagai seorang gitaris. Aku menjadi apa yang selama ini aku impikan.
Aku semakin sibuk setiap harinya, karena lagu debutku benar-benar diterima masyarakat. Bukan hanya di Korea, tapi juga di dunia.
Dan pada akhirnya, aku harus melakukan tur dunia ke beberapa negara yang kurang lebih memakan waktu hingga enam bulan.
Itulah yang membuat aku dan Jihyun sekarang semakin menjauh.
Tidak ada kesempatan bagiku untuk sekedar mengiriminya pesan singkat. Tidak ada kesempatan bagiku hanya untuk sekedar menghubunginya dan bertanya bagaimana kabarnya. Apakah tidurnya nyenyak. Bagaimana sekolahnya. Apakah dia mendapat teman yang baik. Dan…. Apakah dia merindukanku atau tidak.
Aku sadar bahwa harus ada yang dibayar terhadap apa yang telah kau dapatkan. Aku telah menjadi gitaris terkenal. Aku telah dikenal dunia sekarang.
Dan aku harus membayarnya. Aku tidak lagi memiliki Jihyun disisiku. Aku tau aku harus mengorbankan sesuatu hal demi mencapai impianku.
Aku punya dua pilihan. Dan aku memilih mengejar impianku daripada bersama Jihyun.
Aku menyayangi Jihyun. Tapi mungkin tidak lebih dari aku mencintai impianku.
Saat itu..
Tapi sekarang impianku sudah tercapai. Dan Jihyun ada dihadapanku. Di tempat yang sama saat Jihyun memutuskan hubungan kami.
Aku masih menyukainya. Aku masih senang memandang wajahnya. Aku masih memiliki perasaan yang sama kurasakan saat duduk berhadapan dalam satu meja dengan dua gelas bubble tea diatas meja.
Dan kau benar jika kau bilang aku bukan merindukan Chocolate bubble didepanku. Aku merindukan seseorang yang sedang duduk didepanku. Aku merindukan Jihyun. Aku merindukan bagaimana Jihyun dengan kekanakannya memakan bubble nya. Dan sesekali tanpa sengaja Jihyun membuat wajahnya penuh dengan es krim.
Licik memang. Ketika apa yang kau mau sudah tercapai, kemudian kau kembali lagi pada Jihyun.
Tapi aku masih menyukainya. Dan aku masih ingin Jihyun bukan hanya temanku. Tidak.
“Jung Jihyun…..”
Panggilku ingin memulai percakapan.
“Ya?”
“Ada es krim di bibir mu”
Aku memberikan jihyun tissue supaya dia bisa membersihkannya sendiri.
“Ah.. Terimakasih”
Jihyun mengambil tissue nya, kemudian mengelapkannya ke bibirnya.
Menikmati bubble tea berdua dengan Jihyun dulu adalah hal yang sudah biasa kulakukan dengannya. Tapi bubble tea kali ini berbeda.
Aku menatap Jihyun lama. Memperhatikan tingkahnya yang kekanakan.
Jujur saja aku punya banyak sekali pertanyaan untuknya. Dan sekarang ini bukan hanya sekedar bagaimana kabarnya. Apakah tidurnya semalam nyenyak. Bagaimana kuliahnya. Atau apakah dia merindukanku atau tidak.
Tapi lebih dari itu.
Aku ingin tahu apakah dia masih menyukaiku atau tidak. Apakah selama ini dia menungguku kembali atau tidak. Atau… Apakah dia sudah memiliki kekasih atau belum.
“Bagaimana sekolahmu?” Tanyaku.
Bibirku sekarang terasa kelu untuk menyakan semua pertanyaan yang ada di kepalaku.
Aku takut. Aku takut mendengar jawabannya. Aku takut kalau jawaban Jihyun berlawanan dengan apa yang aku harapkan.
“Baik…”
Fokus Jihyun masih tidak berpindah dari bubble-bubble di gelasnya.
“Are you happy there?”
“Yes.. Really really happy”
Aku mengangguk pelan.
“Oh iya, Chanyeol. Kau sendiri bagaimana? Bagaimana rasanya debut sebagai gitaris? Wah.. sekarang siapa yang tidak kenal Park Chanyeol.. aku benar-benar bangga punya teman sepertimu…”
Apa katanya.. Bagaimana rasanya? Bangga? Memiliki ‘teman’ sepertiku? Cukup menyenangkan. Tapi ada yang mengganjal. Karena tidak ada lagi ‘teman’ yang setia disampingku, menemaniku bermain gitar.
“Menurutmu bagaimana?” jawabku.
“Kau pasti senang sekali ya.. menjadi gitaris kan sudah menjadi impianmu dari dulu. Selamat ya, Park Chanyeol”
Aku mengangguk pelan sambil tersenyum.
“Terimakasih. Aku begini juga karena dukunganmu, kan? Dan perjuangan mu.. hahaha”
Godaku pada Jihyun.
“Iya, karena aku sudah mendukung dan berjuang untukmu makanya bolehkah kau membelikanku satu lagi bubble tea?”
“Lagi ?”
-
Jam 5 lewat 35 menit. Selesai Jihyun menghabiskan dua bubble tea nya. Aku mengajaknya pergi ke taman. Mungkin aku juga sedikit merindukan udara sore hari di Seoul.
“Jadi minggu depan kau ada fanmeeting di Seoul ?” kata Jihyun sambil berjalan mengitari taman ini.
“Emm.. Kau berniat datang kesana? Aku mengundangmu, Tamu Istimewa”
“Aku tak janji Chanyeol. Akhir-akhir ini aku agak sibuk karena Kampusku akan mengadakan Pentas seni. Dan aku ditunjuk sebagai MC di acara tersebut.”
“Yaaaa setidaknya kau harus menyediakan waktu untukku, Jihyun”
“Akan kuusahakan”
Setelah itu aku diam, dan menatapnya dengan tatapan agak jengkel.
Detik berikutnya kami hanya berjalan mengikuti jalur jalan setapak yang kami lalui dari tadi. Langkah kaki kami perlahan seimbang.
Kanan-kiri-kanan-Kiri-Kanan…
“Jihyun….”
Jihyun menoleh padaku. Helaian rambutnya yang terurai dan lembut bergerak mengikuti pergerakan kepalanya. Beberapa helaian rambutnya yang lembut menyentuh pipiku. Membuatku mampu mencium aroma shampoo Jihyun.
“Ehem..” aku berdeham pelan, kemudian melanjutkannya lagi.
“Kau cantik”
“Aku tau. Kau selalu mengatakan itu dari dulu, Chanyeol. Seharusnya kau bilang aku bertambah cantik”
Oh sial. Dia membuat ekspresi yang sama mempesona nya seperti saat pertama kali aku menyadari aku menyukainya. Ya.. masih membuatku tak dapat berkedip dalam beberapa waktu.
Aku memperhatikan wajahnya. Melihat mata nya yang tidak begitu bulat dan tidak terlalu sipit. Hidungnya yang mungil. Bibirnya yang tipis dan polos. Rambutnya yang sesekali berterbangan terkena angin.
“Chanyeol…”
Jihyun mengibaskan tangannya didepan wajahku. Dan aku sadar dari lamunanku.
“Kenapa?” tanyaku.
Jihyun sedikit tertawa remeh, lalu berkata “Kau masih menyukaiku ya….”
Aku tahu itu bercanda. Tapi pertanyaan Jihyun barusan, aku ingin sekali menjawab iya. Tapi masih terlalu ragu dan takut.
“Kau sok tahu” jawabku.
“Isssh!” katanya, lalu berjalan meninggalkanku. Lagi.
“Ya! Jihyun! Tunggu aku!”
Perlu membuatku sedikit berlari untuk dapat mengejar Jihyun. Dan sekarang aku berhasil meraih tangannya. Membuat Jihyun menghentikan langkahnya. Separuh mengahadap kearahku.
Aku meraih tangannya yang sebelah lagi. Membuat Jihyun kini sepenuhnya mengahadap kearahku.
Aku menatap mata nya dalam. Membiarkan keberanian yang dulu ada, hadir lagi untuk membuatku mampu mengatakan bahwa pernyataannya benar. Aku masih menyukainya.
“You're right. I'm still loving you.” jelasku pada Jihyun.
Jihyun diam.
Aku menarik nafasku pelan.
“Tebakanmu benar. Aku tau kau bercanda. Tapi aku ingin menjawabmu dengan serius. Aku. Masih. Menyukaimu.”
Tidak ada reaksi apapun darinya kecuali diam. Bola matanya menatapku, hampir tak berkedip. Aku tahu ini tatapan kaget. Tapi aku tak tahu alasannya. Mungkin alasan yang sama saat pertama kali aku mengatakkan aku menyukainya. Atau malah kaget karena dia tidak menginginkan pertanyaan itu keluar dari mulutku.
Aku mengecup kedua punggung tangannya, kemudian menatapnya.
“Jihyun.. Would you be my girlfriend, for the second times?”
Jihyun menarik kedua tangannya dari genggamanku.
“I’m sorry Chanyeol… I can’t”
“Kenapa?”
“Aku… Aku-“
“Aku terlambat, yaa… Kau sudah….”
Aku menundukkan wajahku.
“Chanyeol, aku…”
“Kau bahagia dengannya? Siapa namanya?”
“Do Kyungsoo.. Teman sekelasku”
Aku berusaha sebisa mungkin supaya aku terlihat baik-baik saja.
“Kau bahagia dengannya?”
Jihyun mengangguk pelan.
“Kalau begitu bersenanglah dengannya… Aku tak apa jika kau senang”
“Tapi Chanyeol maaf.. aku-“
Aku meletakkan jariku diatas bibirnya. Biar bagaimanapun ini bukan salahnya. Dia tidak salah, jadi untuk apa dia terus menerus meminta maaf. Ini kesalahanku, sudah sepantasnya aku mendapatkan ini.
“Aku sudah mempersiapkan ini, Jihyun. Sejak aku melepaskanmu dan memilih untuk meneruskan impianku. Aku tahu, aku tak akan mendapatkamu lagi.”
“Chanyeol….”
“Oh ayolah Jihyun, kau masih mau jadi temanku kan? Jangan menganggap seolah kita akan menjadi musuh setelah ini. I’m okay..”
Aku memberikan senyuman terbaik ku padanya. Senada dengan senyumku, butir bening yang kupendam akhirnya menetes. Air mata yang tak pernah kuingikan untuk jatuh didepan Jihyun.
Sedetik kemudian, Jihyun berjinjit dan memelukku. Mengusap dan menepuk-nepuk punggungku dengan pelan.
Aku menyandarkan kepalaku di pundaknya. Memejamkan mataku dan membiarkan air mata yang dari tadi kutahan, mengalir membasahi pipiku. Merasakan hangat pelukan Jihyun yang mungkin takkan pernah kurasakan lagi setelah Jihyun melepasnya nanti.
Jihyun akhirnya melepas pelukannya. Jihyun menatapku dan tersenyum.
“Kau akan mendapatkan yang lebih baik, Chanyeol..”
Jihyun tiba-tiba menegecup pipi kiriku.
“Kau yang terbaik, Jihyun” ucapku.
-
Aku baru saja mengantar Jihyun pulang ke rumahnya. Sekarang aku sedang memperhatikan Jihyun menuju pintu rumahnya.
Namun tiba-tiba Jihyun berbalik arah.
“Chanyeol….”
“Umm?”
“Soal fanmeeting mu minggu depan. Kau mau menjemputku?”
“Oh? Kau bilang kau tidak bisa datang..”
“Kau bilang aku harus menyediakan waktu untukmu..”
Aku tertawa. Jihyun selalu pandai berdebat.
“Kalau begitu kau datanglah dengan pacarmu. Aku mau melihatnya. Biar bagaimanapun, aku harus memastikan dia bukan seseorang yang takkan mengecewakanmu sepertiku.”
“Are you sure?”
“Yes..”
Jihyun mengangguk. “Aku harus bertanya dulu pada Kyungsoo. Kyungsoo bukan tipe orang yang mudah diajak pergi.”
“I don’t want to know”
Jihyun menatapku, kemudian berkata “Aku masuk. Kau hati-hati ya.. Bye!”
“Bye.”
-
Aku merebahkan tubuhku ke ranjang. Memejamkan kedua mataku. Sekarang sudah jam 8 malam dan aku berada di apartemenku.
Kilasan kejadian hari ini masih jelas tergambar di kepalaku. Tidak ada satupun yang tercecer.
Hingga tanpa sadar air mataku kembali mengalir, entah bagaimana air mata itu bisa keluar padahal aku sudah menutup mataku rapat-rapat.
Aku membiarkan cairan itu terus membasahi pipiku semakin deras mengalir.
Karena disetiap penyesalan selalu ada kata andai dan jika.
Jika saja aku tidak terlalu lama sibuk dengan debutku. Mungkin saja Kyungsoo belum mengungkapkan perasaannya pada Jihyun.
Jika saja tidak ada pria bernama Kyungsoo. Mungkin Jihyun tidak akan jatuh cinta dengan pria selain aku.
Jika saja waktu bisa kembali. Haha.. Kembali ke masa dimana aku dan Jihyun masih berpacaran.
Jika.. Jika.. Jika..
Aku membuka mataku. Bangun. Keluar dari kamarku, kemudian mencari sebotol wine di kulkas.
Setelah mengambil sebotol wine, aku duduk di teras apartemenku. Menuang sedikit demi sedikit wine itu dan meminumnya.
Aku masuk ketika aku mulai merasa kedinginan. Huh. Aku bermaksud untuk tidur setelah aku mencuci muka dan mengganti baju. Aku berjalan ke kamar mandi, tapi aku menemukan album foto kecil di meja dekat tempat tidurku.
Aku membukanya.
This album photo is belongs to Chanyeol & Jihyun.
Aku ingat. Album foto pertama dan satu-satunya milik kami.
Aku kemudian membalik halaman berikutnya.
July 2012
Chanyeol and Jihyun were dating today!!
Congratulations for us!!
Foto pertama kami sebagai sepasang kekasih..
Setelah aku menyatakan bahwa aku menyukainya. Dan Jihyun menerimanya. Jihyun meminta salah seorang pelayan di café untuk mengambil gambar kami berdua.
Berikutnya foto ketika Jihyun memenangkan olimpiade bahasa inggris.
October 2012
Yey!! Jihyun! Congratulations!
Jihyun wins English Olimpiade today~~
Aku terus membalik halaman demi halaman. Sampai dihalaman terakhir. Foto terakhir kami. Saat aku mengajak Jihyun kerumahku, setelah aku mendapat kabar bahwa aku lolos audisi. Dan aku resmi menjadi sorang trainee.
Aku menutup mataku. Membayangkan hari itu. Hari itu adalah awal dari semua penyesalanku sekarang.
Sekarang ini aku hampir gila karena berharap waktu dapat kembali lagi.
Aku meletakkan lagi album foto itu dimeja. Mematikan lampu, kemudian masuk kedalam kamarku.
-
Aku berusaha menelan ludahku, menatap aneh ke sekelilingku.
Ini mimpi? Atau nyata?
Barusan aku untuk masuk kekamarku, berniat untuk tidur.
Tapi sekarang, aku berada di kamarku ketika aku masih sekolah. Kamar yang aku tinggali bersama kedua orang tuaku. Bukan di apartemenku.
Aku berjalan menuju jendela, dan melihat keluar. Aku mendapati pemandangan yang sama seperti dulu. Saat aku selalu bermain dengan gitarku sepulang sekolah.
Ini.. apa mungkin aku ada di masa laluku.
Aku pasti sedang setengah sadar. Berapa banyak wine yang kuminum tadi.
Aku memukul-mukul kedua pipiku.
Tidak. Aku tidak mabuk.
Pintu kamar tiba-tiba terbuka.
Kulihat aku yang lain masuk bersama Jihyun.
Aku diam menyaksikan apa yang Chanyeol dan Jihyun lakukan. Mereka sepertinya tidak menyadari aku disini.
Aku sedikit sadar sekarang, waktu ingin aku menyaksikan kebodohanku di masa lalu.
“Nah.. Jihyun. Kau duduk disini dulu ya. Ada yang ingin kutunjukkan” Chanyeol menuntun Jihyun duduk diranjang. Sementara dia mengambil gitar.
Beberapa lama kemudian Chanyeol duduk berhadapan dengan Jihyun dan mulai memetik gitarnya dan bernyanyi.
Aku menelan ludahku. Ini sama persis dengan apa yang kulakukan dulu dengan Jihyun.
“Kau tahu? Ini lagu ciptaanku, untukmu.” Ucap Chanyeol saat dia menyelesaikan petikan terakhirnya.
Tidak ada reaksi. Tidak ada sedikitpun reaksi Jihyun, kecuali diam.
Chanyeol membunyikan gitarnya kemudian berkata, “Kau tahu kan aku menawarkan lagu ini ke agensiku sebulan yang lalu. Dan kemarin mereka menelponku, mereka memberi tahu bahwa mereka akan menggunakan lagu ciptaanku ini sebagai lagu debutku dua bulan lagi”
“Benarkah? Selamat!! Kalau begitu kapan aku bisa dapat bubble tea?” ucap Jihyun sambil tersenyum.
Aku melihat senyuman itu. Bukan senyuman yang tulus. Melainkan senyuman terpaksa. Jihyun bukan tidak senang Chanyeol berhasil. Jihyun mendukung Chanyeol. Jihyun sangat mendukung Chanyeol. Tapi Chanyeol memang tidak terlalu peka untuk sadar bahwa Jihyun juga butuh perhatian.
“Aku bilang kan akan mentraktirmu saat aku sudah debut. Aku masih jadi trainee, Jihyun” kata Chanyeol.
Jihyun tersenyum lagi.
Detik berikutnya, yang dilakukan Jihyun hanyalah diam dan menundukkan kepalanya.
Bahkan Jihyun juga tidak sadar, sekarang Chanyeol sudah mengeluarkan polaroidnya.
“Jihyun, Senyum!!” kata Chanyeol sambil mendekatkan tubuhnya dengan Jihyun dan mengarahkan kameranya padanya.
Jihyun tersenyum, lagi.
Aku yakin alasan tersenyumnya saat itu adalah Chanyeol. Hanya karena tidak ingin melukai hati Chanyeol, Jihyun memaksakan senyumannya. Tapi sekali lagi Chanyeol tidak terlalu peka untuk menyadari bahwa ada kesedihan dibalik senyum Jihyun.
Hanya untuk membuat Chanyeol bahagia, Jihyun menahan sakitnya dilupakkan dan sakitnya diabaikan.
“Kau hanya mau menunjukkan itu kan? Aku sedang kurang enak badan. Bisa aku pulang sekarang?”
“Oh? Kau sakit? Apa perlu kita ke rumah sakit? Biar aku antar”
“Tidak. Tidak usah. Bye!”
“Kau yakin?”
Jihyun kemudian mengecup pipi Chanyeol.
“Sampai jumpa besok, Chanyeol”
“Bye! Hati-hati”
Setelah Jihyun pergi. Chanyeol merapikan gitarnya, dan melihat buku jadwalnya. Semakin mendekati hari debutnya, tentu saja Chanyeol jadi memiliki jadwal untuk latihan semakin padat. Chanyeol membuka agenda nya dan melihat besok ada latihan.
Chanyeol kemudian meloncat ke tempat tidurnya.
“Haaaah! Aku lelah sekali hari ini.”
Setelah itu Chanyeol tertidur.
Aku melihat kalender di meja Chanyeol. Hari ini tanggal 28 Januari 2013. Kalau hari ini Chanyeol sudah memberi tahu Jihyun tentang lagu yang Chanyeol buat untukya. Maka seharusnya besok Jihyun akan mengajak Chanyeol pergi ke café, dan setelah itu mereka putus.
Jika aku tidak membiarkan Chanyeol lebih mementingkan ego nya sendiri atau setidaknya membagi perhatiannya kepada Jihyun juga. Mungkinkah di masa sekarangku, aku masih berpacaran dengan Jihyun.
Aku tidak peduli bagaimana jadinya. Yang jelas sekarang ini aku tidak ingin Chanyeol melakukan kebodohan untuk kedua kalinya. Chanyeol tidak boleh berpisah dengan Jihyun.
Tapi bagaimana aku melakukannya. Chanyeol tak bisa mendengarku, bahkan melihatku.
Oh sekarang apa yang harus kulakukan..
-
29 Januari 2013.
Jam 3 sore, tepat saat Chanyeol sedang bersiap untuk latihannya. Chanyeol mendapat pesan dari Jihyun.
Yeah. Sama persis dengan apa yang kualami dulu.
Beberapa lama kemudian Chanyeol bergegas pergi ke café. Aku mengikutinya.
Sesampainya di café, kulihat Jihyun duduk di kursi samping jendela dengan bubble ice yang sudah habis setengah.
“Aku hanya ada 30 menit.. latihanku dimulai jam 4 sore”
Oh tidak Chanyeol. Jangan katakan itu.
“Emm.. Aku cuma sebentar kok.”
Selanjutnya adalah pengakuan Jihyun kalau dia tidak sanggup lagi bersama-sama dengan Chanyeol. Chanyeol diam. Ya. Hanya diam
Oh Chanyeol jangan hanya diam!
Aku berusaha berteriak pada Chanyeol. Tapi usaha ku sia-sia. Chanyeol tidak mendengarnya. Chanyeol hanya diam, bahkan ketika dia melihat Jihyun mulai menangis.
“Ji-Hyun..”
Chanyeol akhirnya bersuara. Namun setelah itu, dia tidak melanjutkannya.
Kulihat Jihyun menyeka air matanya, kemudian mengerjapkan matanya. Menarik nafas panjang nya lagi, lalu berkata,
“Aku sudah selesai… Kau hanya punya waktu setengah jam kan. Berlatihlah dengan baik, Chanyeol. Teruskan saja apa yang sejak awal kau pilih. Kau harus benar-benar debut sebagai pemain gitar yang hebat.”
Tidak. Tidak Chanyeol! Jangan biarkan Jihyun pergi. Katakan padanya bahwa kau ingin dia tetap berada di sisimu.
Aku sudah berusaha. Tapi tidak ada hasil. Tidak ada yang berubah sedikitpun.
Sekarang Jihyun sudah pergi meninggalkan Chanyeol. Dan Chanyeol masih diam. Matanya merah. Kepalanya tertunduk kebawah.
“Chanyeol…” aku memanggilnya pelan.
Chanyeol mengangkat kepalanya, dan melihat kearahku. Sekarang wajahnya sudah basah akibat air matanya.
“Kau bisa melihatku? Kau mendengarku?” Kataku.
Wajahnya agak sedikit kaget.
“Kau? Kau siapa? Kenapa kau-“
“Aku adalah kau di masa depan.”
Chanyeol tidak menjawabku. Mungkin masih terlalu kaget, karena ada dirinya dihadapannya. Dan lagi aku bilang bahwa aku dari masa depannya.
“Ah, mungkin kau tidak percaya dan bingung kenapa aku ada disini. Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa berada disini. Tapi yang jelas aku mau kau mengejar Jihyun dan jangan membiarkannya pergi lagi.”
“Tapi aku. Aku tidak bisa. Aku akan debut sebagai gitaris dalam beberapa bulan lagi. Dan kau bilang aku harus mengejarnya? Itu artinya aku tidak akan bisa menjadi gitaris.”
“Kau bisa. Kau berbakat. Bagaimana mungkin kau tidak bisa menjadi gitaris. Percayalah.. kau janya butuh Jihyun disampingmu”
“Kau itu apa sebenarnya? Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kau ingin aku mengejar Jihyun?”
“Nanti akan aku ceritakan. Tapi sekarang kau tidak ada waktu. Kejar Jiyhun.”
Aku berusaha meyakinkannya kalu dia bisa mencapai impiannya, sekalipun dia tidak pernah menjadi seorang trainee.
Chanyeol tampak berpikir. Aku tahu ini sulit. Kau harus memilih satu diantara dua pilihan. Dan apapun yang kau pilih memiliki takdir yang berbeda di masa depan.
Beberapa lama kemudian, Chanyeol bangun dan berlari keluar.
Tapi sebelum itu dia mengatakan sesuatu padaku.
“Aku akan mengejar Jihyun. Kau tunggu disini. Aku akan mentarktirmu bubble tea nanti.”
Aku tersenyum. Aku mengikutinya.
Chanyeol berlari mengejar Jihyun. Tapi Jihyun sudah hilang tanpa jejak.
Tapi bukan Chanyeol, jika dia tak tahu dimana Jihyun sekarang.
Toko buku.
Jihyun selalu pergi ke toko buku dan membeli beberapa buku saat dia sedang kacau.
Dan sekarang Chanyeol berjalan menuju kesana. Dan Chanyeol menemukannya.
Jihyun ada diantara kumpulan buku sastra.
“Jihyun…” Jihyun membalikkan badannya, dan sedikit kaget melihat Chanyeol ada dihadapannya.
“Kau? Apa kau latihan disini?” Tanya Jihyun.
“Aku mencarimu…”
“Ini sudah jam 4, Chanyeol.. Kau bilang kau ada latihan”
“Jangan putus. Kumohon..”
Jihyun tersentak mendengar ucapan Chanyeol. Raut wajahnya seolah berkata ‘apa maksudmu?’
“Mmm, Barusan.. Yang kau bilang di café itu, kau bercanda kan?” ucap Chanyeol sambil menggaruk leher belakangnya.
“Maksudmu?”
“Tadi aku.. Tadi aku tidak tahu harus bicara apa. Semua yang kau bicarakan, terlalu sulit kupahami. Butuh waktu yang lama. Dan ketika aku sadar apa maksudmu. Aku berlari kesini, mengejarmu. Dan sekarang aku menemukanmu. Dan aku cuma mau bilang... Jangan putus. Kumohon..”
“Lagipula itu keputusan sepihak. Aku belum menyetujuinya, kan?” Sambungku.
Jihyun tertawa dan, menangis?
“Apa aku salah? Jihyun, maksudku aku-“
“Aku sudah bilang kan, aku bukan orang yang bisa senang melihat kau senang.”
“Aku tidak perduli. Aku senang, hanya dengan melihatmu disampingku. Aku yakin aku akan lebih hebat ketika kau ada untuk mendukungku..”
“Kau tidak mengerti.”
“Aku mengerti! Aku akan membatalkan kontrakku dengan agensi ku jika kau mau”
“Kau akan menyesal, Chanyeol”
“Aku akan lebih menyesal, kalau aku membiarkan kita putus.”
Aku menatap bola mata Jihyun. Kedua mata Jihun yang sedang menahan tangis.
Tapi aku tahu Jihyun tidak akan kuat.
Tangis Jihyun akhirnya pecah saat itu. Jihyun menahan air matanya dengan punggung tangannya.
Chanyeol mendekatinya. Mengusap pipi Jihyun yang basah dengan tangannya, kemudian memeluk Jihyun.
“Maaf aku tidak terlalu peka.." ucap Chanyeol di tengah pelukan mereka.
Chanyeol melepas pelukannya.
“Ayo pulang. Hari ini terlalu melelahkan bagi kita berdua"
Chanyeol menggenggam tangan Jihyun, kemudian mengajaknya pulang.
Selama perjalanan, Chanyeol dan Jihyun tidak banyak berbicara. Hanya suara langkah kaki mereka yang tergesek salju.
Bahkan sampai mereka sampai didepan rumah Jihyun, tidak ada sedikit kata pun yang mereka ucapkan.
Terakhir, Chanyeol hanya bilang kalau dia akan datang kerumahnya lagi besok pagi.
Setelah itu, Chanyeol melambaikan tangan. Dan Jihyun masuk kedalam rumahnya.
-
Chanyeol masuk ke kamarnya sambil memutar mutar kepalanya. Chanyeol melihatku duduk didepan meja belajarnya dengan wajah lesu nya. Dan berikutnya dia bereaksi kaget.
"Kau? Apa yang kau lakukan di kamarku?"
Aku berdiri sambil tersenyum, "Hey, ini juga kamarku.."
"Kau mau apa?"
"Bagaimana.."
Kalimatku menggantung. Dan Chanyeol masih menunggu, dengan mulut yang menganga.
"Jihyun.."
"Kami tidak jadi putus.. Dan aku mengantarnya pulang tadi"
"Bagus! Jaga dia. Jangan buat dia menangis. Peka lah terhadap perasaannya. Jangan terlalu memikirkan diri sendiri"
"Mmm.. Dan akibatnya sepertinya aku gagal debut sebagai gitaris. Kurasa aku harus memikirkan cita-cita lain. Bagaimana dengan pelukis?"
Haha. Aku tahu dia sedang bercanda.
"Tidak Chanyeol. Kau tidak pandai menggambar, apalagi melukis."
"Hey! Kau juga Chanyeol. Kau juga tidak bisa menggambar."
"Itulah sebabnya aku tidak mau menjadi pelukis. Aku dan kau akan tetap jadi gitaris."
"Ah~ Aku ada pertanyaan untukmu.."
"Tanyakan saja.."
"Kau bilang kau adalah aku dimasa depan?"
Aku mengangguk.
"Bagaimana kau bisa datang kesini? Dan mengganggu kehidupan ku..."
"Aku juga tidak tahu kenapa aku bisa ada disini. Dan Hey! aku tidak mengganggu kehidupanmu. Aku hanya berusaha memperbaiki kesalahanku dulu. Akan lebih baik kalau itu bisa merubah kehidupanku sekarang."
"Kau menyesal?"
"Aku tidak tahu ini disebut penyesalan atau bukan.. Jihyun ku sekarang sudah milik orang lain.” Jawabku.
“Maksudmu?”
“Aku kehilangan dia. Jihyun. Aku kehilangan Jihyun demi menjadi gitaris terkenal. Aku ingin Jihyun ku kembali, tapi aku bisa apa. Aku yang membuat ini terjadi. Dan yang aku lakukan tadi supaya kau tidak menjadi sepertiku. Aku hanya tidak mau Chanyeol menyesal dua kali untuk kesalahan yang sama. Akan lebih baik kalau ini berpengaruh terhadap kehidupanku juga.”
“Apa Jihyun begitu berharga bagi mu?”
Aku tersenyum kemudian menjawab, “Hmm, aku tak bisa melupakannya meskipun aku sangat sibuk. Aku selalu penasaran dengan apa yang dia lakukan saat aku sedang melakukan tur dunia. Aku selalu berharap dia menungguku kembali. Bahkan sampai sekarang aku berharap Jihyun bukan milik siapa-siapa.”
"Lalu bagaimana cara mu kembali?"
Aku menaikkan kedua pundakku.
"Itu juga aku tidak tahu. Yang jelas sekarang aku telah menyelesaikan misi ku. Jadi kalau seandainya tiba-tiba aku menghilang, kau jangan kaget. Aku merasa seperti hantu sekarang ini. Haha."
Chanyeol menggangguk pelan.
"Aku mau mandi dulu. Apa hantu juga perlu mandi?"
"Aissh!"
Chanyeol tertawa kemudian masuk kedalam kamar mandi.
Oke. Sekarang apa yang harus aku lakukan. Aku mengamati ke arah meja belajar Chanyeol. Kemudian mengambil album fotonya.
Membukanya dari awal. Dan tersenyum tiap kali aku membalik halaman baru.
"Album foto ini akan berbeda dengan album foto milikku"
Aku sampai di foto terakhir yang diambil Chanyeol. Foto Chanyeol dan Jihyun dengan senyum yang terlihat seperti terpaksa.
"Setelah foto ini, akan ada foto foto lain yang mengisi halaman kosong di album ini. Mereka juga akan memiliki album foto yang sangat banyak. Aku yakin."
Aku melihat halaman kosong album tersebut, kemudian menutupnya.
Aku lagi-lagi memperhatikan sekelilingku. Aku sedikit tertawa.
"Padahal dia belum membelikanku bubble tea.."
Yeah. Aku sekarang sudah kembali ke duniaku. Aku tidak tahu takdirku sekarang berubah atau tidak. Tapi aku ragu, karena aku baru saja mendapat pesan dari Jihyun.
From : Jihyun
Sepertinya aku dan Kyungsoo akan datang di acara fanmeeting mu ^^ Bisa beri tahu aku dimana tempatnya?
Aku membalas pesan Jihyun lalu berbaring di tempat tidur. Memejamkan mataku. Aku sudah benar-benar ngantuk sekarang ini. Aku tidak peduli biarpun aku belum mandi. Hantu kan tidak perlu mandi.
-
13 Desember 2014
Sekarang pukul 7 malam. Dan aku baru saja menyelesaikan fanmeeting ku. Dari jauh aku melihat Jihyun datang menghampiriku dengan seorang pria.
Seorang pria dengan tubuh yang bisa dibilang pendek. Hanya berbeda beberapa centimeter dengan Jihyun.Tidak. Aku tidak bermaksud untuk mengejeknya. Wajahnya mungil. Matanya bulat. Dan satu lagi. Bibirnya berbentuk seperti hati. Dia kah yang bernama Kyungsoo?
"Kau datang?" tanya ku begitu mereka sampai didepanku.
"Tentu. Kau berpikir aku tidak datang?"
"Aku tidak melihatmu dari tadi"
"Uh maaf.. Tadi kami sedikit terlambat. Hari ini kau keren! Kau hebat"
"Ahh.. Jangan memujiku. Aku belum apa-apa. Dia kyungsoo?"
"Ah iya. Aku lupa. Chanyeol, ini Kyungsoo. Kyungsoo, ini Chanyeol."
Jihyun saling mengenalkan aku dengan Kyungsoo.
"Ah. Aku Park Chanyeol. Terimakasih sudah datang."
"Jihyun sudah bercerita banyak tentangmu.."
"Benarkah? Seberapa banyak yang di ceritakan?"
"Dia bilang kau tinggi dan sangat mencintai gitar. Suka tertawa. Alergi terhadap seafood. Sandara fanboy~"
"Wah.. Kau menceritakan segalanya?" Aku bertanya pada Jihyun. Aku tidak percaya Jihyun punya banyak waktu untuk menceritakan semua tentangku pada Kyungsoo.
"Belum terlalu banyak."
"Kalian lapar? Aku memesan mi kacang hitam untuk kalian. Ayo ikut aku."
Aku mengajak mereka ke ruanganku untuk makan.
"Kau harusnya tidak usah repot-repot." Ucap Jihyun.
"Aku tidak merasa repot. Makanlah! Kalian tamu istimewa disini. Anggap ini bentuk terimakasihku karena kalian sudah mau datang ke acara ku."
"Ah iya. Selamat makan!"
Beberapa menit kemudian kami semua sudah menghabiskan makanan kami.
"Wanna take a photo?"
Tiba-tiba Jihyun mengeluarkan polaroid, lalu mengajak aku dan Kyungsoo mengambil foto.
"Of course."
Hey. Kenapa aku harus menolak. Foto terakhir kami satu tahun yang lalu.
Aku dan Kyungsoo pun merapat pada Jihyun. Tersenyum dan memfokuskan mata ke arah polaroid yang di pegang Jihyun.
Klik.
-
Aku menempelkan foto yang baru kudapat tadi di halaman kosong album fotoku.
"Ini akhirnya.. Kau bukan berakhir denganku, Jihyun." Ucapku lalu menutup album foto tersebut.
Aku sadar sekarang. Apa yang kau pilih dan kau putuskan sekarang, mempengaruhi bahagia tidaknya kau di masa depan. Aku bukannya tidak bahagia sekarang. Aku bahagia. Aku bahagia melihat Jihyun sudah bertemu dengan seseorang yang mengerti perasaannya. Seseorang yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Seseorang yang punya pikiran cukup dewasa. Aku hanya belum terbiasa.
Bahkan ketika aku dapat kembali ke masa laluku. Masa sekarangku tidak sedikitpun berubah. Aku tahu bahwa tidak ada cara untuk kembali ke masa lalu untuk memperbaiki kesalahanku. Jadi yang harus aku lakukan sekarang adalah mengahadapi takdir yang sudah ada di depanku dan dengan begitu aku setidaknya bisa mendapatkan masa depan yang lebih baik. Meskipun Jihyun tidak lagi bersamaku, siapa bilang aku tidak akan bahagia?
Bahagia itu milik semua orang. Bahagia itu sederhana. Dan… Bahagia itu tak terbatas.
Aku pernah membaca sebuah buku tentanng Parallel Universe. Aku juga percaya tentang Parallel Universe. Aku yakin bahwa alam semesta meiliki banyak dimensi. Aku yakin kemarin aku hanya mendatangi salah satu dari banyaknya dimensi itu. Dimensi yang sama dengan bumi dimana tetap ada aku, Jihyun dan Kyungsoo disana. Namun berbeda kondisi. Aku yakin pasti ada suatu dimensi dimana aku dan Jihyun bahagia sebagai sepasang kekasih. Yeah. Dan Kyungsoo adalah bukan siapa siapa. Dan mungkin saja disana aku menjadi seorang pelukis. Kau percaya?
THE END