Sungguh, Kim Yoojung..Siapa yang menyuruhmu untuk berharap terlalu tinggi.
“Kita pulang.”
Baru saja turun dari taxi ia sudah mengajakku untuk pulang. Tentu saja aku tidak bodoh.
Bayangan wajah yeoja itu terlihat sebelum ia benar-benar menarikku yang enggan untuk pulang agar berbalik dan naik ke sedan hitam miliknya. Sedan hitam yang kutahu satu-satunya sisa kekayaan masa lalunya yang tersisa.
Seandainya yeoja itu tak pernah muncul ke dunia Seulong...Seulong pasti akan terus berkarir di industri entertainment sampai saat ini. Menjadi chef acara televisi seperti dulu.
Aku membatu—tak ingin memasuki sedan hitam miliknya.
Wajahnya tampak begitu marah.
“Waeeee?”
“Kau telah berjanji untuk mengajakku makan malam disini.”
“Moodku tiba-tiba saja menghilang.”
“Tapi kau telah berjanji padaku...”
“Janji? Ya. Sejak kapan kau menjadi menuntut seperti ini?”
“Aku tidak menuntut..Aku hanya menagih janjimu, Seulong-ah.”
“..”
Diam. Begitu lama.
“Apa ada sesuatu di dalam sana yang membuatmu tidak suka? Apa kau mungkin melihat seseorang yang tidak kau suka di dalam sana?”
PLAK
“Hentikan semua omong kosong ini. Aku lelah.”
Sakit.
Pipiku sakit.
Kulihat sepatunya tak berada di depanku lagi.
Apa harus seperti ini...Aku tak ingin semuanya segera berakhir.
Kususul langkah Seulong yang menuju ke pintu mobil jok kemudi. Aku memeluknya dari belakang.
Isakanku awalanya tak terdengar. Kini menjadi bersuara dan mengeras.
Seulong membatu.
“Kumohon...Aku tidak ingin kita pulang.. Setidaknya, bisakah kita makan di tempat lain?”
Meskipun awalnya aku hanya sebuah sel cinta, salahkah aku menginginkan sebuah kencan dengan majikanku?
“Tetap lebih enak masakanmu.” bisikku pada Seulong diam-diam.
Senyum itu terbentuk—meski sangat sebentar.
Aku bahagia melihatnya. Setidaknya ia tersenyum. Tanganku maju ke arahnya—kutarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah kurva.
“Bisakah kau tersenyum lebih lama? Kau terlihat lebih tampan ketika tersenyum, Tuan Seulong.”
Mata Seulong sempat melebar—namun kemudian ia melanjutkan makan malamnya. “Mwoyaa...Berhentilah merayuku dan segera habiskan makan malammu. Bayi di dalam perutmu sepertinya kelaparan.”
Harus kuakui, aku selalu merasakan perasaan bersalah ketika Seulong berbicara tentang bayi.
Sampai kapan kah mimpi indah ini kujalani? Kenyataan yang terasa seperti mimpi...
Sepulang dari makan malam, Seulong menyuruhku untuk tidur lebih awal. Ia mengaku bahwa ia masih ingin mengurus sesuatu, mencari pekerjaan lain di koran.
Aku mengangguk—namun bukan berarti menurut.
Untung saja begitu, karena aku memergokinya sedang ber-alkohol lagi malam ini.
Aku duduk di sampingnya. Kini kami berada di balkon, duduk bersampingan.
“Aigoo...Kau benar-benar aneh. Datang tiba-tiba, mengaku aku telah mengambil sesuatu berhargamu dan bisa tahu banyak hal tentang diriku dan kebiasaanku.” Ia meneguk alkoholnya lagi. “AH! Kau bahkan bisa tahu bahwa ada seseorang yang tidak ingin kutemui di dalam restoran tadi. Ah ani ani. Ia bukan orang yang tidak kusukai Yoojung-a. Malah, ia adalah orang yang selalu kucintai selama ini. Ia lah penyebab seseorang sepertiku menjadi seorang bintang seperti dulu namun dia juga lah yang membuatku harus luntang-luntung cari pekerjaan lain...Aigooo memang dia ini apa? Dewa?! Seenaknya saja mengatakan bahwa aku telah berubah, mengatakan bahwa sudah tidak ada rasa lagi padaku. Kau lihat tadi Yoojung-a? Ia tadi makan bersama kekasihnya lagi! Mereka selalu bersama dan secara tidak langsung bertemu denganku. Apa ia mau mengejekku? Apa aku masih kurang tampan baginya?”
Seulong-ah, apa kau tahu, aku sedih mendengarnya..
Kuusap air mata dari pipi Seulong, aku merengkuhnya. Kini giliranku. Aku mendekap kepala Seuling erat ke dadaku.
“Degup jantungmu keras juga..” celetuknya.
Aku tertawa geli. Tentu saja, karena aku menyukainya bukan! Seandainya ia tahu, tak mungkin ia mempertanyakannya...
“Yaaa pabo namja.. Bagaimana mungkin kau menyerahkan segala hidupmu hanya karena seorang yeoja..Perjalanan hidupmu masih panjang. Apa kau tidak tahu, sel-sel yang ada di dalam tubuhmu saja bekerja 24 jam karena mereka peduli padamu. Semua bintang ini bersinar di malam hari agar ketika kau melihat langit, langit terlihat indah. Semua angin sepoi ini berhembus, agar kau bisa merasakan nikmatnya malam di musim panas. Semua tumbuhan di luar sana rela menabung banyak nutrisi agar mereka bisa berbunga dan agar kau bisa menikmati bunga mereka..Banyak sekali yang memperhatikanmu namun kau selalu saja terlarut dalam kesedihan tak berujungmu dan memikirkan satu orang yang sama selama satu tahun? Bukankah kau ini terlalu egois?”
Tak sengaja air mataku menitik..Aku tak peduli aku berbicara tak tentu arah, tampaknya Seulong juga tidak mendengarnya.
Atau mungkin tidak?
“Yoojung-a.. Mungkin yang kau katakan sedikit benar..Bukankah hidupku terlalu sia-sia jika hanya digunakan untuk memikirkannya terus menerus..”
“Dimana kah aku bisa menemukan kunci itu Seulong-a?”
“Hmmm”
“Kunci yang bisa membukakan hatimu.”
“Yaa neo..Kau benar-benar pandai merayu..Pantas saja semua ini bisa terjadi, kau sepertinya sejak awal tidak keberatan aku melakukannya padamu iya kan..”
Aku tertawa geli mendengarnya. Diam cukup lama. “Yoojung-a...Mianhae. Pipimu masih terasa sakit?”
“Ani. Gwaenchana..”
Aku memegang tangannya yang akan menuju ke arahku. Kuusap lembut. Rambutnya juga kuusap lembut Aku tahu, ia pasti lelah. Pekerjaan di minimarket dan memikirkan banyak hal tentang masa lalunya dengan Yebom.
Seulong pun tertidur.
Aku tahu ini salah. Namun aku tak peduli lagi. Aku sama egoisnya dengan Seulong.
Kumajukan kepalaku ke kepala Seulong yang berada di pahaku. I kissed him.
Sudah sembilan hari. Aku bertanya-tanya, jika saja selama ini waktuku dengan Seulong berharga baginya.
Baiklah, aku mulai merasa bersalah.
Mimpiku terus saja memburuk. Woobin dewa cinta itu selalu saja menerorku. Waktuku tinggal sebentar lagi. Lima hari bukanlah waktu yang lama. Aku ingin mengungkapkannya.
“Ya. Kau tidak memakannya?” Seulong bertanya padaku. Entah sejak kapan ia mulai menanyakan hal itu padaku. Biasanya ia hanya bisa diam ketika kami berada di meja makan.
Aku tersenyum tipis,seraya menggelengkan kepalaku.
“Wae?”
“Tidak lapar.”
“Aigoo apa kau memang makan hanya ketika lapar saja? Kau harus memikirkan bayi—“
C U K U P
Bayi-bayi-bayi dan B A Y I.
Aku pun tak sengaja berdiri. “Aku ingin ke kamar kecil.”
Langkahku begitu terburu-buru—sehingga tak heran kakiku tersandung oleh kursiku sendiri.
Suara berdentam itu terdengar setelah tubuhku terjatuh di atas lantai yang dingin.
Seulong mendekat ke arahku. Ia terlihat begitu panik.
Hal yang tak kuinginkan terjadi.
Seulong mengetahuinya. Awalnya, ia membawaku ke dokter kandungan itu karena mengkhawatirkan kondisi bayi –yang sejak awal memang tidak ada—di dalam perutku ini.
Aku sendiri juga heran. Dia ini terlalu khawatir atau apa, untuk apa memeriksakan janin yang baru berusia satu minggu dua hari ke dokter kandungan setelah terjatuh. Aku tidak mungkin keguguran hanya karena terjatuh padahal bayiku baru berusia beberapa hari saja bukan..Oh well, bayi itu tak ada sebenarnya bukan.
“Aku kecewa.” sesingkat itu. Ia lalu melangkah pergi.
“Maafkan aku. Aku terpaksa harus melakukannya.”
“Masih banyak cara untuk merayuku, Nona Yoojung. Bukan dengan cara seperti ini.”
“Hanya dengan cara ini, Seulong-ah.”
“Menghilanglah. Lenyaplah. Memangnya aku mau mendengarkan penjelasanmu.”
“Baiklah. Aku tahu, memang hanya Yebom yang ada di hatimu. Kau bahkan tak pernah menyadarinya, bahwa aku juga selalu berada di hatimu. Akulah..yang membuatmu bisa terus mencintai Yebom saat itu..”
“Cinta? Hah omong kosong. Lalu? Kamulah yang membuatku bisa bersama dengan Yebom? Sebenarnya apa yang ingin kau katakan padaku? Berhentilah bermain drama-dramaan. Urusi hidupmu sendiri.”
“Yebom—tidak salah.”
“Yebom hanya mengikuti apa yang ia rasakan. dan kau selalu mengikuti egomu. Apa kau bisa membayangkan bagaimana jadinya jika Yebom masih memaksakan cintanya padamu?”
“Lalu? Aku memang egois dan kau sama sekali tidak ada urusannya dengan semua ini!”
“Aku akan mati lima hari lagi jika kau tak bisa merasakan cinta lagi.”
“Hah. Omong kosong macam apa lagi ini...”
“Aku bersungguh-sungguh Seulong-ah. Aku lah sel cintamu. Kau harus bisa mencintai seseorang lagi sebelum sel cintamu mati, sebelum aku mati. Apa kaubisa bayangkan hidup tanpa—“
“Jangan mendekat. Kumohon menghilanglah.”
Woobin datang kepadaku lagi.
Kali ini terasa begitu nyata.
dan ia membawa sebuah pistol.
Aku tahu itu apa dan aku malas untuk menjelaskannya.
Waktuku tinggal empat hari lagi.
Kuketuk pintu rumah Yebom.
Aku sudah memutuskannya.
“Kau tahu, Seulong-a. Aku sudah tidak bisa lagi menjalani hubungan denganmu, mengulangi semuanya kembali dari awal...”
“Kau tak perlu memperjelas semuanya.”
“Keundae...Seorang yeoja datang padaku membawa ini.” Yebom lalu mengeluarkan sebuah buku kumpulan menu dari tasnya “dan mengatakan bahwa kau masih menyukaiku.”
“Dia hanya berbohong. Oh, tak kusangka kau percaya diri sekali. Memangnya kau wanita terakhir yang ada di dunia ini?”
BUGH
Namja lain terlihat. Ketika namja itu memukul wajah Seulong, ingin rasanya aku keluar dari persembunyianku dan membelanya. Tapi bagaimana bisa aku melakukannya, ketika Seulong saja tak menginginkan kehadiranku.
Ah, aku membenci ini.
Diriku yang hanya bisa diam di sini.
Yebom sendiri hanya berdiri tak melerai kekasihnya yang masih saja memukul Seulong. Kupejamkan mataku. Tanganku menggenggam erat. Kakiku maju mundur beberapa senti. Aku ingin keluar dari persembunyianku!
Kubuka pelan mataku dan kulihat seorang pelayan dari cafe ini melerai mereka berdua.
Kuhembuskan nafasku lega.
Seulong berjalan di pinggiran toko. Kali ini ia sepertinya tidak membawa mobil. Ia naik bus, aku mengikutinya.
Aku memandanginya dari kejauhan, dari belakang. Sepertinya ia tidak menyadariku yang menyamar sedemikian rupa agar tak terlihat.
Sebelum sampai di flatnya, aku turun dari bus. Bus sangat penuh saat ini sehingga ia berdiri. Aku melewatinya dan memasukkan dengan diam-diam sebuah plester luka dan antibiotik.
Tiga hari lagi.
Namun semuanya masih tetap sama.
Aku tak bisa berbuat apa-apa.
Cinta memang pedang bermata dua. Ada kalanya kita senang karena bisa dekat dengannya, ada kalanya sedih datang karena peprisahan tentu saja tak terelakkan.
Dua hari lagi.
Aku terduduk di pinggiran toko. Kemarin, aku mengawasi Seulong seharian, dan ia terlihat baik-baik saja.
Oh, tapi Cuma perasaanku saja atau ia sepertinya tidak bisa tidur? Ada kantung mata di bawah matanya.
Satu hari lagi.
Aku egois.
Seharusnya sejak awal aku memperjuangkan cinta Yebom dengan Seulong agar sel cinta Seulong tetap utuh namun apa yang kulakukan...Aku tahu akan sulit bagi Yebom untuk kembali dengan Seulong namun setidaknya aku memiliki banyak waktu saat itu...
Dua belas jam lagi.
Aku masih terus mengikutinya. Ia bertambah kurus. Entahlah apa yang selama ini ia lakukan di dalam flatnya. Aku hanya mengikutinya ketika ia berada di tempat kerjanya saja.
Jujur saja aku menjadi khawatir dibuatnya. Apakah pukulan namja chingu Yebom kemarin itu berpengaruh pada kesehatannya? Tudak mungkin, kan?
Enam jam lagi.
Seulong tampak menimati makan sorenya. Pantas saja ia bertambah kurus. Ia baru makan di sore sejak tadi pagi bekerja.
“Yaaa keluarlah.”
“Iyaa kamu keluarlaah. Kau pikir aku tidak tahu selama ini kau membuntutiku?”
“Aigooo masih saja bersembunyi?”
“Sudah dapat kusangka kau ini memang stalker.”
Mimpi apa aku semalam. Ia mendekatiku dan memelukku dari belakang ketika aku berusaha lari darinya.
Tubuhku langsung beku—namun hatiku serasa mau meleleh, sendiku terasa begitu lumpuh.
Hangat tubuh Seulong begitu cepatnya menjalar ke tubuhku.
“Ya sel cinta! Apakah mungkin sel cinta bisa mencintai sel cinta?”
“Mwo?”
“Kau tahu mengapa aku sama sekali tak berkencan dengan orang lain lagi setelah putus dengan Yebom?”
“Karena kau masih mencintainya?”
“Itu sudah pasti...Tapi ada alasan lain..”
“Alasan lain?”
“Kamu itu..bodoh atau apa sih? Bukankah aku sudah menerangkan diriku sendiri tadi.”
“...”
“Aku tidak ingin kejadian yang sama terulang kembali. Kurasa..aku tak seharusnya mencintai seorang manusia. Aku takut, jika aku mencintai seorang manusia lagi, nasibku akan sama seperti bersama Yebom.”
“...”
Ia lalu memutar tubuhku agar menghadap ke arahnya.
“Aku adalah sel cinta dari Yebom. Ketika ia mulai putus asa karena putus dengan mantan kekasihnya, aku mengupgrade diriku menjadi manusia. Lalu kami saling mencintai dan aku berubah menjadi manusia selamanya.”
“...”
“Jujur saja, mendengar dirimu adalah sebuah love cell, aku menjadi senang.”
Kami saling menatap satu sama lain. Tatapan Seulong yang begitu dalam—namun juga lembut. tatapan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Kedua mata kami saling mengunci, jari-jari tangan kami bertaut. Wajahnya mendekat ke arahku, secara miring. Sebelum benda lembut itu menerpa bibirku, ia berbisik.
“Aku merindukan setiap hal tentangmu.Love cell menyukai love cell? Bukankah sebuah sejarah yang baru?”
fin.