home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > NOT DESERVE For YOUR LOVE

NOT DESERVE For YOUR LOVE

Share:
Author : VenoxiaN
Published : 11 Oct 2015, Updated : 11 Oct 2015
Cast : Youngmin, Shin Ae, Kwangmin
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |414 Views |0 Loves
NOT DESERVE for YOUR LOVE
Synopsis

Shin Ae’s POV

 

 

Derai hujan sore membawaku ke sebuah tempat. Berwarna putih bersih dan selalu berbau obat-obatan. Bagaimanapun keadaanku, aku akan selalu ke tempat ini. Tempat yang membuatku tercekat. Sebenarnya tak ada yang indah yang bisa ku terima dengan indera penglihatanku. Karena, semuanya suram. Menyakitkan untukku dan tanpa warna untuk hatiku.

 

Untuk kesekian kalinya. Mungkin, ini sudah minggu ketiga aku menjenguknya tanpa bisa melihat matanya secara langsung. Melihatnya dari kejauhan sangat membuatku takut. Takut jika aku akan meninggalkannya sendiri. Membiarkannya untuk hidup dengan yang lain. Ingin sekali aku menggenggam erat tangannya agar aku bisa memberinya kekuatan walau aku menyadari,  mustahil ia akan bangun karena diriku ini.

 

Aku tak bisa berbuat banyak. Sekalipun hanya menolong sebagai teman untuk ibunya yang sedang kalut. Apalagi aku tidak begitu dekat dengan keluarganya. Semua mengenai keluarganya belumlah begitu penting untukku. Aku tak ingin memandang dari segi apapun. Cukup dengan satu orang saja. Karena, yang aku tahu hanyalah kau. JO YOUNGMIN.

 

Youngmin, bangunlah.

Apa kau tidak merindukanku ?

Berapa lama lagi kau harus terpejam di ranjang itu ?

Apa... Apa kau memang menginginkan aku untuk pergi ?

Haruskah aku meninggalkanmu sesuai dengan permintaanmu, hah ?

 

Rasanya aku tak akan sanggup untuk mengabulkan permintaanmu. Aku tahu kau bisa sembuh. Kau bisa kembali seperti dulu. Menjadi lelaki yang sangat mempesona lagi. Yang selalu tegar walau tubuhmu selalu rapuh. Maka dari itu, bangunlah Youngmin.

 

Tuhan, aku mohon sembuhkanlah Youngmin. Bagaimanapun nanti, aku tidak peduli. Aku hanya ingin melihat senyumnya lagi. Aku mohon.

 

Shin Ae’s POV end

 

-ooo-

 

Langit kembali menghitam. Gelap. Sangat gelap. Seperti biasanya, tak ada yang berubah setelah kejadian kelam itu. Hati Shin Ae kembali berkabung. Mengingat kejadian itu bukanlah sesuatu yang bisa dijadikan hiasan malam untuknya. Rasa itu sangat kuat menghantui Shin Ae. Setiap kali ia kembali, ia tidak bisa untuk tidak menangis. Selalu saja air mata itu terpanggil untuk menyambutnya.

 

07.24 p.m (KST)

 

Sama seperti malam-malam kemarin, Shin Ae selalu berada di depan pintu sebuah kamar dengan merek SE – 03 sebuah rumah sakit yang terletak di seputaran antero kota Seoul. Keadaannya masih sama. Tak ubahnya seorang anak kecil yang menunggu antrian panjang demi mendapatkan tiket untuk menonton film kartun kesukaannya.

 

Shin Ae selalu memposisikan dirinya di sana. Di balik kaca pintu kamar Youngmin, ia berdiri. Berdiri lemah sambil terus memperhatikan tubuh yang tertidur dengan lelapnya. Ia bisa merasakan, bagaimana menjalani hidup seperti Youngmin. Bagaimana sosok itu merintih kesakitan, mencoba tegar di depannya.

 

Tuhan, bisakah kau mengangkat penyakitnya?

Bangunkan ia dari masa koma ini.

 

“Kau belum pulang ?” tanya seseorang yang baru saja datang. Dan orang itu adalah Kwangmin. Shin Ae terperanjat. Segera mungkin ia menghadap ke arah Kwangmin yang berada di belakang tubuhnya.

 

Gadis itu tersenyum. Senyum yang tidak asing lagi untuk Kwangmin, “Belum Kwangmin-a,” ucapnya tak semangat.

 

Kwangmin. Ia adalah saudara kembar Youngmin. Setiap kali ia datang ke rumah sakit di malam hari pada jam-jam sekarang ini, ia pasti akan bertemu dengan Shin Ae. Ia tahu, Shin Ae adalah kekasih Youngmin. Gadis itu setiap hari berkunjung untuk menjenguk Youngmin. Maka dari itu, ia datang untuk menemani gadis itu.

 

Kwangmin tahu persis bagaimana kejadian lampau itu terjadi. Miris memang, jika harus mengingat momen berharga itu. Ia pun tahu, untuk Shin Ae sangatlah berat menyandang penyesalan yang terus mengikuti gadis itu. Sekuat apapun ia tersenyum, Kwangmin merasa bersalah pada gadis itu.

 

Kwangmin menarik tangan kiri Shin Ae dengan lembut. Ia bermaksud mengajak Shin Ae untuk makan malam. Yang diajak pun hanya menurut saja.

 

“Jangan menjenguk hyeong kalau kau belum makan, Shin Ae-a,” tutur Kwangmin disela-sela waktu mereka berjalan menuju sebuah buffet kecil di dekat rumah sakit.

 

Kepala Shin Ae menunduk. Memang ia belum makan. Ia sama sekali tidak nafsu makan hari ini. Tapi, nampaknya rasa tidak nafsu makan itu berlangsung selama Youngmin belum sadarkan diri.

 

Nde,” jawab Shin Ae dengan singkatnya. Saat itu, ia teringat Youngmin. Tak terasa, rasa bersalah itu kembali dalam ingatannya.

 

Tak butuh waktu lama, mereka sudah duduk di salah satu kursi yang tidak jauh dari pintu masuk buffet. Mengambil tempat di dekat kaca jendela mungkin pilihan yang baik. Bagi Kwangmin. Lelaki itupun menuju meja pemesanan dan memesan makanan seperti biasa. Makanan yang biasa dipesan oleh Youngmin dan dirinya ketika sedang berjalan-jalan keluar.  Setelah selesai, ia kembali menuju Shin Ae yang terus saja berdiam diri.

 

“Aku tidak melihatmu lagi di kampus, apa kau tidak masuk dua hari belakangan ini ?” tanya Kwangmin sambil mengedarkan pandangannya pada jalanan yang nampak dari kaca jendela di sampingnya.

 

“Aku sedang tidak semangat ke kampus”

 

Kwangmin berbalik. Menatap Shin Ae yang dikiranya masih diselimuti penyesalan. “Apa kau akan seperti ini terus ? Tidak bisakah kau membiarkan hyeong beristirahat sebentar. Jika kau melakukan sikapmu itu, masa depanmu akan sia-sia. Hyeong tidak pernah membuatmu seperti ini,” sergah Kwangmin penuh kesal. Ia bosan jika menghadapi Shin Ae yang masih membodohi hidupnya sendiri.

 

Shin Ae tahu dan sadar. Akan sangat menyebalkan jika seseorang yang selalu bertanya seperti Kwangmin tadi, selalu mendapat jawaban seperti itu dari dirinya. Padahal sudah berulang kali ia mendapat teguran persis seperti apa yang Kwangmin katakan tadi.

 

“Apa aku memang akan seperti itu ? Aku tahu, dia tidak pernah membuatku seperti ini, tapi aku sama sekali tidak sanggup menjalaninya jika ia belum bangun dari komanya saat ini,”

 

“Sampai kapan kau akan menunggunya ? Ia belum tentu akan sadar dalam bulan ini !” kesal Kwangmin. Ia mendelik mata Shin Ae.

 

“Aku akan berhenti menunggu sampai Youngmin mengusirku,” sanggah Shin Ae.

 

Kwangmin tercengang.

 

Shin Ae menatap jalanan di luar. Haruskah ia berada di sana agar ia bisa terbebas dari penyesalan itu. Entahlah. Meskipun ia melakukan itu, belum tentu Youngmin bisa terbebas dari rasa sakit hatinya. Bahkan fisiknya juga belum tentu semakin membaik.

 

“Terserah denganmu saja,” timpal Kwangmin. Ia tak tahu ingin berkata apa lagi.

 

Tiba-tiba makanan yang dipesan datang. Sang pelayan buffet mempersilahkan Kwangmin dan Shin Ae untuk menikmatinya dengan nada yang sangat sopan. Namun, sebelum benar-benar beranjak dari pandangan dua insan itu, sang pelayan buffet menanyakan sesuatu.

 

“Tuan, aku tidak pernah melihat kembaranmu lagi beberapa minggu ini, apa dia pergi ke luar negeri?” tanyanya langsung. Membuat Shin Ae menghentikan aktivitasnya.

 

Kwangmin menaruh sumpitnya. Matanya terlihat sayu. Namun, dengan ikhlas ia menjawab pertanyaan itu. “Tidak. Ia baik-baik saja. Sebentar lagi ia juga akan kembali kemari,” jawab Kwangmin santai. Sebenarnya ia tidak tahu, apakah kakak laki-laki enam menitnya itu akan kembali lagi atau tidak.

 

“Baiklah. Sampaikan salamku padanya, Tuan. Annyeong,” setelah mendengar jawaban Kwangmin, sang pelayan meninggalkannya dengan senyum yang mengembang di bibirnya.

 

Kembali Kwangmin melanjutkan acara makannya, namun belum selesai ia menelan suapan pertama ia merasakan sebuah tatapan sedang memperhatikan gerak geriknya. Dan ia tahu, dia adalah Shin Ae.

 

“Kenapa kau menatapku seperti itu?” tanya Kwangmin sambil melanjutkan suapannya hingga selesai.

 

“Tidak,”

 

Kwangmin menghela nafas sebalnya. Nafsu makannya hilang begitu saja. Kedua sumpit yang ada di tangannya, ia letakkan secara kasar. Meneguk segelas air mungkin salah satu cara paling mudah untuk mengabaikan kekesalannya.

 

“Bicaralah. Sebelum aku pergi,”

 

Tanpa diduga, muara Shin Ae tak terbendung lagi. Air mata itu mengalir dengan sendirinya. Kwangmin terkejut. Dilihatnya wajah putih Shin Ae yang kini memucat. Tanpa memperdulikan makanannya yang belum habis, Kwangmin mengajak Shin Ae untuk kembali ke rumah sakit. Shin Ae pun setuju.

 

-ooo-

 

Kwangmin dan Shin Ae berjalan menuju kamar Youngmin yang berada di lantai dua rumah sakit. Suasana ruangan putih berbau obat itu masih ramai oleh pengunjung yang ingin menjenguk. Air mata Shin Ae sudah kering. Namun, matanya terlihat sembab dan merah. Wajahnya terlihat pucat dan ia nampak lesu. Kwangmin memandangnya miris. Tak tahu apa yang harus ia lakukan terhadap gadis itu.

 

Dari kejauhan, sebelum benar-benar sampai di depan kamar Youngmin, suasana ramai terlihat jelas dari mata kedua insan yang sedang bingung itu. Ada beberapa orang di sana. Kwangmin melihat adiknya, Hyunmin, sedang terduduk di kursi tunggu. Ia juga mengenali dua sosok paruh baya yang sedang berbincang dengan rekannya yang ia sama sekali tak tahu siapa. Mereka adalah orang tua Kwangmin. Tuan dan Nyonya Jo.

 

“Apa terjadi sesuatu ?” tanya Shin Ae pada Kwangmin, tapi Kwangmin tak menjawab. Pikirannya berkabut. Rasanya ada sesuatu yang akan terjadi pada dirinya. Rasa tidak enak pada benak gadis itu.

 

Merekapun mempercepat langkah kaki mereka. Hingga akhirnya mereka telah ikut bergabung pada situasi itu.

 

“Ayah,” seru Kwangmin. Ia cemas. Berharap tidak terjadi apa-apa pada Youngmin.

 

“Ah, Kwangmin,” Tuan Jo tersenyum riang. Ia memeluk Kwangmin. Tak tahu apa-apa, Kwangmin hanya bingung. Tak sabar lagi, ia langsung mengajak sang ayah untuk bicara.

 

“Tuan dan Nyonya Park, aku permisi sebentar,” Tuan Jo berpamitan pada rekannya yang ada saat itu. Mereka tersenyum sebelum Tuan Jo menghilang dari pandangannya. Nyonya Jo mempersilahkan Tuan dan Nyonya Park untuk duduk di kursi tunggu.

 

Di sisi lain, kebingungan dan rasa heran mengerumuni pikiran Shin Ae. Di sana ia diabaikan. Tak dihiraukan oleh siapapun. Setelah Kwangmin pergi bersama ayahnya, Shin Ae mengambil posisi di samping Hyunmin. Sedangkan di seberang, Nyonya Jo sedang berbincang-bincang dengan Tuan dan Nyonya Park.

 

Merasa ada seseorang di sampingnya, Hyunmin menoleh. Ia tersenyum pada Shin Ae yang saat itu sedang melihatnya. “Noona, kekasih Youngmin hyeong ya ?”

 

Shin Ae mengelus kepala Hyunmin. “Kau tahu darimana ?” tanya Shin Ae balik. Ia ikut tersenyum.

 

Hyeong sendiri yang mengatakan padaku. Hyeong juga memperlihatkan foto noona. Ternyata noona memang cantik. Noona tahu, hyeong selalu menceritakan apapun tentang noona sampai-sampai aku sendiri bosan mendengarnya. Kebaikan noona, kecerobohan noona, dan banyak lagi. Hyeong sangat mencintai noona,” sesaat Hyunmin terdiam. Namun kemudian, “Oh, maafkan aku. Aku terlalu cerewet,” Hyunmin menampakkan deretan gigi putihnya.

 

Mendengar itu, Shin Ae tersipu malu. Namun, ada kejanggalan di sana. Senyumnya menghilang begitu saja. Sebaik itukah dia di mata Youngmin ?.

 

“Kenapa noona ?” Hyunmin yang heran melihat perubahan air muka Shin Ae, lalu meminta maaf, “Mianhaeyo, aku tidak bermaksud untuk....”

 

“Tidak apa. Noona baik-baik saja,” sela Shin Ae. Ia tidak mau membuat Hyunmin beranggapan yang aneh.

 

Shin Ae beranjak dari tempat duduknya. Ia berniat untuk kembali melihat Youngmin. Hyunmin yang memperhatikan langkah Shin Ae, menjadi gusar. Ia tahu bagaimana nantinya perasaan Shin Ae jika melihat pemandangan di dalam sana. Di dalam kamar kakaknya.

 

Mata Shin Ae membola.  Belum sempat ia melihat wajah Youngmin, seseorang mengalihkan perhatiannya. Seorang gadis dengan rambut sebahu berwarna hitam kelam tampak sedang berdiri di samping ranjang Youngmin. Ia membelakangi Shin Ae sehingga menghalanginya untuk dapat melihat wajah Youngmin dan wajah gadis itu.

 

Perasaannya menjadi tak menentu. Ada rasa cemas dan khawatir di sana. Ia juga tak tahu siapa gadis itu. Selama ini, Youngmin tidak pernah memperkenalkannya pada saudara ataupun teman perempuannya. Shin Ae semakin penasaran pada gadis itu. Ingin sekali ia masuk ke dalam sana, tapi setiap kali penyesalan itu muncul, keinginan itu tak pernah terkabul.

 

“Shin Ae,” tiba-tiba Nyonya Jo memanggil Shin Ae. Pandangan Shin Ae langsung beralih menatap Nyonya Jo, ibu Youngmin.

 

Kepolosan Shin Ae tergambar di wajahnya. Ia membalas panggilan itu. “Nde,” Nyonya Jo tersenyum ramah.

 

“Mari ikut bersama ibu. Kita harus bicara,” ajak Nyonya Jo. Dengan penuh tanda tanya, Shin Ae menerima ajakan itu. Ia takut menolaknya melihat senyum wanita paruh baya itu.

 

Nyonya Jo beranjak dari duduknya. Dia meninggalkan Tuan dan Nyonya Park yang baru saja memasuki kamar Youngmin. Shin Ae merasakan sesuatu yang aneh. Dalam hatinya ia selalu berharap tak ada hal buruk yang akan terjadi padanya. Sebelum terlalu jauh, Shin Ae menatap kamar Youngmin dalam-dalam.

 

-ooo-

 

“Kau baik-baik saja ?” tanya Nyonya Jo. Ia membelai rambut ikal Shin Ae dengan lembut. Mereka tengah duduk di bangku klasik di area taman rumah sakit yang berada di lantai dasar.

 

Ada rasa sedih merasakan belaian itu. Shin Ae tahu sebentar lagi cairan bening itu akan segera turun, tapi ia menahannya dengan sangat kuat.

 

“Aku baik-baik saja, ahjum..,” kalimat itu terpotong saat sebuah pelukan mendekap tubuh kurusnya.

 

“Panggil aku ibu, Shin Ae-a,” ucap Nyonya Jo.

 

Shin Ae sama sekali tak pernah menyangka akan seperti ini. Sebelumnya, ia tak pernah berbicara ataupun bertemu secara dekat dengan ibu Youngmin. Selama ini, ia hanya melihatnya dari kejauhan. Karena ia takut.

 

Shin Ae membalas pelukan itu. Ia tersenyum. Senyum bahagia. “Aku baik-baik saja, Bu,”

 

“Maafkan ibu, Shin Ae. Ibu tak bisa melakukan apa-apa untukmu,”

 

Mata Shin Ae membola. Ia terkejut mendengar penuturan itu. Akankah perasaan tidak enaknya akan benar-benar terjadi ?

 

Shin Ae melepaskan pelukan itu. Ditatapnya mata sayu Nyonya Jo. Betapa terkejutnya ia, melihat mata itu meneteskan air bening yang begitu deras.

 

Shin Ae memegang pundak Nyonya Jo. Ia ingin tahu. Sangat ingin tahu alasan apa yang membuat wanita paruh baya itu menangis. “I-i-ibu ! Ke-kenapa ibu menangis ?” tanyanya terbata-bata.

 

Sang ibu tertunduk. Isakannya terdengar jelas di telinga Shin Ae. Shin Ae semakin tak mengerti dengan semuanya. Seakan ikut merasakan perasaan seorang wanita, air matanya kembali menyeruak. Entah kenapa hatinya sakit. Sakit sekali. Bak ribuan belati menghujam jantung dan hatinya. Pedih sekali untuk ia rasakan.

 

“Maafkan Ibu, Shin Ae,” tangis itu semakin menderu. ‘Meminta maaf lagi ?’. Itu membuat Shin Ae makin tercekat. Ia sungguh tidak mengerti kenapa Nyonya Jo meminta maaf padanya.

 

“Bu, katakan padaku. Maksud Ibu apa ? Ada apa, Bu ? Mengapa Ibu meminta maaf padaku ?” Shin Ae mengguncang-guncangkan pundak Nyonya Jo. Ia sudah tidak sabar lagi. Ia harus tahu.

 

Tangis Nyonya Jo mereda. Dengan rasa iba pada Shin Ae, ia mencoba menatap mata sendu gadis di depannya. Entah karena dorongan apa, Nyonya Jo mencium kening Shin Ae. Ia rasa, inilah perpisahannya dengan Shin Ae. Mewakili semua anggota keluarganya.

 

“Youngmin sudah terlepas dari masa komanya,”

 

Seakan mendapat hadiah yang jatuh dari langit, Shin Ae tersenyum senang. Matanya berbinar. Ia masih tak percaya, tapi ia yakin jika sang ibu tidak sedang berbohong. Saking gembiranya, Shin Ae langsung memeluk Nyonya Jo.

 

“Benarkah, Bu ? Youngmin sudah sadar ? Tuhan mengabulkan do’aku, Bu. Tidak ! Tuhan mengabulkan do’a kita. Hahaha, aku senang sekali, Bu. Senang sekali,” Shin Ae terus menerus tersenyum. Ia sangat bahagia. Akhirnya, Tuhan menerima do’anya.

 

Sebenarnya Nyonya Jo tidak sanggup untuk mengatakannya. Tapi, bagaimanapun juga, ia tidak mau membuat Shin Ae menunggu lebih lama. Apalagi dengan kepastian yang tidak ada hasilnya.

 

“Tapi, kau harus meninggalkannya, Shin Ae. Youngmin akan segera bertunangan dengan gadis lain,”

 

JLOS !!!!!!! Baru saja senyum itu mengembang, Shin Ae sudah merasakan bagaimana rasanya dijatuhkan dari menara yang tingginya lebih dari dua ribu kaki. Ditusuk ribuan jarum. Dihujam ribuan pisau tajam. Shin Ae terdiam. Tubuhnya melemah seketika. Kedua tangannya seakan patah dan tak mampu memeluk tubuh paruh baya itu lagi. Pelukan itu lepas. Hatinya sakit. Kembali sakit. Inikah hadiah yang Tuhan kirimkan untuknya ?

 

“Sebelum kau pergi, temuilah Youngmin sebentar. Gunakanlah kesempatan ini Shin Ae. Maafkan Ibu. Ibu tidak bisa melakukan apapun lagi,”

 

Ternyata benar, perasaan aneh yang ia rasakan hari ini. Inilah hal buruk yang terjadi dengannya. Hal yang sangat tidak ingin ia lakukan dan ia terima. Tapi, inilah pula kejutan dari Tuhan untuknya. Do’anya terkabulkan. Ia sangat senang, Youngmin telah sadar. Tapi, di sisi lain ia sedih dan terluka. Ia harus meninggalkan Youngmin. Dan, rasanya ia tak akan pernah melihat lelaki itu lagi. Bagaimanapun juga inilah resiko yang harus ia ambil. Asalkan Youngmin sembuh dan dapat tersenyum lagi, itu sudah cukup membuatnya hidup kembali. Walau dengan separuh jiwanya yang hancur.

 

Nyonya Jo pun pergi meninggalkan Shin Ae. Ia tak akan sanggup untuk berlama-lama dengan gadis iba itu.

 

-ooo-

 

Mungkin, untuk malam ini Shin Ae belum bisa menemui kekasihnya. Kekasih yang akan ia tinggalkan. Sulit rasanya merelakan Youngmin untuk gadis itu. Gadis yang ia lihat di kamar Youngmin beberapa waktu lalu. Ia begitu menyayangi Youngmin. Entah bagaimana ia melanjutkan hidupnya nanti. Setelah kedua orangtuanya pergi ke surga, ia juga harus ditinggalkan Youngmin.

 

Shin Ae berjalan sendiri di trotoar jalan. Langkahnya gontai dan pandangannya tak fokus. Ia merasa ingin pergi sejauh-jauhnya. Jauh dari kehidupan orang-orang yang selama ini menyayanginya. Begitu menyakitkan hidup seperti ini. Sebatang kara tidaklah menyenangkan. Tapi, begitu ia sadar, terbesit kalimat janji yang ia ucapkan pada sang ayah saat beliau masih hidup. Empat tahun yang lalu.

 

Flashback on

 

“Ayaaaaaaaaaaaaah, peringkatku naik !”

 

“Benarkah ?”

 

Nde. Aku hebatkan ayah ? Aku berhasil mengalahkan Min Ah, Na Young dan Luan. Mereka sangat kesal padaku. Mereka bilang, aku jahat sekali karena sudah mengalahkan mereka, hahahaha,”

 

Chukkaeyo ! Anak ayah hebat sekali. Ayah harus membelikan apa untuk anak ayah ?”

 

“Ayah ingin memberiku hadiah ? Benarkah ? Aaaaa, ayah baik sekali,”

 

“Tapi, Shin Ae harus janji pada ayah,”

 

“Apa ayah ? Aku akan menepatinya,”

 

“Shin Ae harus janji pada ayah untuk terus rajin belajar. Biarpun tidak mendapat juara, tapi tetaplah belajar dari apapun yang Shin Ae alami. Kalahkan ayah !”

 

“Tentu saja. Aku akan mengalahkan ayah. Aku akan menjadi dokter yang benar-benar hebat,”

 

“Shin Ae janji ? Shin Ae akan menjadi dokter untuk menyembuhkan ayah jika ayah dan ibu sakit ?”

 

Ye ! Shin Ae janji. Kim Shin Ae berjanji pada ayah, Kim Dong Jun. Aku akan menjadi dokter. Dokter yang baik dan hebat. Shin Ae berjanji. Bagaimana, Yah ?”

 

“Hahaha, baiklah. Kajja ! Kita makan mie ramen bersama,”

 

“YEAY !!!”

 

Flashback end

 

Empat tahun yang lalu itu, Shin Ae telah berjanji. Berikrar untuk sang ayah. Ia tak pernah bisa melupakan janji itu. Tak mungkin pula ia melupakannya. Karena ia sangat sayang pada ayahnya. Ayah yang selalu menemaninya. Namun, kini Shin Ae tak bisa melihat sang ayah lagi.

 

“Shin Ae-a !”

 

Shin Ae menoleh ke belakang. Dilihatnya Kwangmin yang sedang berlari ke arahnya. Ia pun menghentikan langkahnya. Menunggu Kwangmin sampai di hadapannya.

 

“Huh..huh..huh..huh.. Ka-kau... Ke-napa pulang begitu saja ah,” Kwangmin tersengal-sengal. Ia memegangi kedua lututnya sambil menatap Shin Ae.

 

Shin Ae tersenyum lembut. Kwangmin yang melihatnya merasa aneh. Tak biasanya Shin Ae tersenyum seperti itu padanya.

 

“Aku mengantuk. Jadi aku pulang saja,” jawab Shin Ae. Ia mencoba tegar dan biasa saja. Merasa pura-pura tidak tahu dengan apa yang sudah terjadi.

 

“Begitu,” Kwangmin mengangguk mengerti.

 

“Ada apa kau mengejarku ?”

 

“Aku mencarimu di sepanjang koridor rumah sakit, tapi kau tidak ada,”

 

“Maaf merepotkanmu, Kwangmin-a,”

 

“Tsk, aniya,” decak Kwangmin. Kwangmin mengisyaratkan Shin Ae untuk kembali berjalan. Merekapun melangkah lagi menuju kediaman Shin Ae yang masih sangat jauh. Karena seharusnya mereka menaiki bis untuk bisa sampai di rumah Shin Ae.

 

“Maafkan aku, aku meninggalkanmu sangat lama,” Kwangmin berseru setelah mereka terdiam beberapa menit.

 

Nde. Kalau aku boleh tahu, memangnya ada apa Kwangmin-a ?”

 

Kwangmin kelu sesaat. Ia bingung harus menjelaskan apa. Ia harus memberitahu Shin Ae atau tidak. “Ah, tidak ada apa-apa. Kenapa kau bertanya seperti itu ?”

 

Shin Ae menghela nafas lelahnya. Ia tahan sakit itu lagi. “Kapan Youngmin akan bertunangan dengan gadis itu?”

 

JLEB !!! Kwangmin terdiam. Hatinya berdesir. ‘Ternyata ia sudah tahu?’

 

“Apa kau...akan datang ?” tanya Kwangmin ragu.

 

Mollayo,”

 

“Shin Ae, kau mau es krim ? Aku sangat rindu memakan es krim, karena sudah lama tidak membelinya. Kau mau ?”

 

Kwangmin mencoba mengalihkan perbincangan itu. Ia tidak mau melihat Shin Ae menangis di depannya. Biarlah gadis itu yang mengaturnya sendiri. Shin Ae sadar akan sikap Kwangmin. Karena tak ingin mengecewakan usaha Kwangmin, akhirnya ia mengikuti permintaan itu.

 

“Baiklah. Aku ingin rasa melon,”

 

-ooo-

 

Malam semakin larut dan jam sudah menunjukkan pukul 01.05 pagi. Setelah pulang bersama Kwangmin, Shin Ae tidak bisa tidur. Di otaknya masih terngiang-ngiang kata-kata Nyonya Jo saat di rumah sakit tadi. Hatinya mencelos sakit. Lubang di hatinya semakin besar dan  menyebar hingga ke dalam jantungnya. Tetesan air mata itu kembali melumuri wajah putihnya.

 

Di atas meja rias Shin Ae, tergeletak sebuah benda. Benda itu mengalihkan pandangan mata Shin Ae dan menggerakkan niatnya untuk mengambil benda itu. Ia pun beranjak turun dari ranjangnya. Diambilnya benda yang lumayan kecil itu. Sebuah MP3 Player lengkap dengan headsetnya.

 

Shin Ae berjalan lamban keluar. Ia menuju balkon kamarnya. Benda yang masih dibawanya ia genggam erat. Matanya tertuju pada taburan bintang di langit kelam di atas sana. Satu bintang yang bersinar paling terang di matanya membuatnya mengingat satu masa indah bersama Youngmin. Masa itu berputar kembali di ingatannya.

 

Flashback on

 

Sepasang sejoli yang tidak pernah disuguhi waktu bersama karena kesibukan mereka di awal musim dingin itu, sedang menikmati es krimnya masing-masing. Suasana malam yang sangat ramai, tidak menghentikan niat mereka untuk melihat puluhan kembang api sebagai salah satu pertanda telah bergantinya tahun menjadi tahun yang baru. Mereka sedang berada di tengah-tengah banyaknya pengunjung taman rekreasi, Lotte World. Sebut saja mereka yaitu Kim Shin Ae dan Jo Youngmin.

 

Keduanya sudah berada di sana sejak tiga jam yang lalu. Namun, seperti tidak ada bosannya menelusuri tempat ramai itu hanya berdua saja, mereka menghabiskan waktunya itu dengan mencoba berbagai wahana sebelum jam menunjukkan pukul 00.00 KST, tengah malam.

 

DDIARRR ! DDUARR ! SYUUUUUT... DDIARRR !!!

 

“Hahahaha,” tawa mereka bersama. Keduanya diselimuti rasa bahagia karena bisa menyambut tahun baru bersama.

 

“Shin Ae-a, apa kau senang ?” tanya Youngmin yang berada di samping kekasihnya, Shin Ae. Shin Ae mengangguk cepat. Namun, matanya tak beralih dari kembang api yang terus menerus berserakan di udara dengan suara kerasnya.

 

Youngmin tersenyum,”Gomawo,” ucap Youngmin singkat namun terdengar sangat lembut.

 

Shin Ae menoleh. Ia melihat Youngmin yang sedang tidak melihatnya. Ia tersenyum luwes dan melanjutkan aktivitasnya.

 

“Untuk apa kau berterima kasih padaku, Chagiya ?” lanjutnya santai.

 

Tiba-tiba Youngmin menjentik kening Shin Ae, membuat Shin Ae meringis kesakitan.

 

Shin Ae mengelus keningnya. “Kenapa kau melakukan itu, eoh ?” tanyanya penuh kesal.

 

“Itu tanda terima kasihku padamu, karena sudah mau menemaniku melihat kembang api di sini,”

 

Shin Ae tidak mengatakan apa-apa. ‘Hanya karena itu ?’ umpatnya dalam hati.

 

“Jadi jika aku tidak mau, kau ingin mengajak gadis lain ?” tanya Shin Ae masih dengan gerutu kekesalannya. Ia memalingkan wajahnya dari Youngmin.

 

Youngmin tahu sikap sebal Shin Ae yang nampak dari wajah kekasihnya. Karena tidak ingin ada salah paham, ia pun segera meluruskannya. Namun, sedikit bercanda tak masalah bukan ?

 

 “Kenapa wajahmu kesal seperti itu, Shin Ae-a ?” ia menatap mata Shin Ae secara dekat, namun Shin Ae segera menoleh kearah lain.

 

Youngmin kembali tersenyum, “Kau cemburu, jika aku mengajak gadis lain ?”

 

Shin Ae terperanjat. Segera mungkin ia menoleh pada Youngmin. “Jadi benar ?” timpal Shin Ae semakin kesal. Youngmin memalingkan wajahnya dari Shin Ae. Ia ingin membalas perlakuan gadis itu.

 

“Mana mungkin aku mengajak gadis lain di moment indah ini. Aku sudah punya kekasih yang sangat cantik, yang lebih pantas untuk kuajak ke sini,” lanjut Youngmin. Shin Ae yang mendengarnya merasa tersipu. Ia tersenyum senang. Namun, seketika ia kembali sadar.

 

“Jadi, kau mengerjaiku Youngmin-a ?” tanya Shin Ae dengan lantangnya. Langsung saja ia mencubit pinggang Youngmin sekuat mungkin. Youngmin merintih sambil memegangi pinggangnya.

 

“Ya ! Ya ! Ya ! Shin Ae-a !” teriaknya. Shin Ae pun melepaskan cubitannya. Ia tersenyum penuh kemenangan.

 

Youngmin menjadi sebal, “Jahat sekali kau ini,”

 

“Aku tidak peduli. Walau jahat, buktinya kau mencintaiku, weee,” Shin Ae menjulurkan lidahnya. Meledek Youngmin.

 

“Ish... Aku punya satu lagu untukmu. Kau mau mendengarkan ?”

 

“Sangat, sangat mau. Cepat nyanyikan,”

As if it is being urged on, My heart begins to beat wildly

 

Your eyes, your smile Just a little more It hasn’t reached the heart

 

This chance is now or never I won’t over think it I’ll make a move

 

Yes, baby love, maybe love, crazy love Surely, believe love, feel love, keep love I want to set your love on fire Baby love, maybe love, crazy love I’m so dangerous, I’m so dangerous

 

Trembling, It’s as if your heart is facing me Right now, I have to say to you These words that shine so brightly No matter how unreasonable, I will fulfill any and all of your wishes

 

Yes, baby love, maybe love, crazy love Surely, believe love, feel love, keep love I want to try living for you Baby love, maybe love, crazy love I’m so dangerous….

 

I’m ready to spit the flow I’ll give it only to you baby love Y’all know I tried so hard That’s my heart that beats for you

 

Just feel my feelings that I send to you Maybe love? Crazy love? It doesn’t matter I can’t slow down this feelin’ ‘cause you make me so so dangerous

 

I always thought that we’d Meet each other someday Because you are my soul mate With me

 

 

Flashback end 

 

 

Yes, baby love, maybe love, crazy love Surely, believe love, feel love, keep love I want to set your love on fire Baby love, maybe love, crazy love I’m so dangerous

 

Baby love, maybe love, crazy love Surely, believe love, feel love, keep love I want to try living for you Baby love, maybe love, crazy love I’m so dangerous, I’m so dangerous The danger of love, love is dangerous

 

Lagu itu yang akan didengarkannya malam ini untuk terakhir kalinya. Cukup baginya mengingat semua. “Gomawo, Youngmin-a. Saranghae...,”

 

-ooo-

 

Shin Ae menatap pemandangan menyakitkan di depannya. Lelaki yang sedang berbaring di ranjang itu, tak tahu jika ada kekasihnya di sana, di sofa kamar. Ditemani Kwangmin, Shin Ae terus saja berdiam diri meski Kwangmin sudah mengajaknya bicara. Melihat itu, Kwangmin beranjak dari duduknya. Sudah 12 menit lamanya, gadis yang akan menjadi pasangan tunangan Youngmin itu mengajak Youngmin berbicara. Sebenarnya Kwangmin kesal pada gadis itu, karena terus mengajak kakaknya berbicara.

 

“Min Ji-ssi, bisakah kau meninggalkan Youngmin sebentar ?”

 

Min Ji yang merasa terpanggil, segera menyetujui. “Nde. Maaf Kwangmin-a,” ucapnya lembut. Gadis bernama Min Ji itupun bangkit dari duduknya lalu berjalan menuju pintu. Ketika hendak memutar knop pintu, Min Ji terhenti. Dilihatnya Shin Ae yang juga memperhatikannya.

 

Annyeong,” sapa Min Ji. Terulas senyum di wajahnya. Shin Ae mengangguk dan ikut tersenyum. “Nde, annyeong,” balas sapa Shin Ae. Kemudian, Min Ji memutar knop pintu dan pergi keluar.

 

Kwangmin dan Youngmin sedang berbicara. Di pelupuk mata Shin Ae, ia melihat mata Youngmin yang menunjukkan kebahagiaannya. Sebenarnya Youngmin telah sadar bahwa Shin Ae berada di sana, namun ia mencoba menahan diri untuk melihat kekasihnya itu.

 

Dirasa cukup untuk mengatakan hal yang ingin ia sampaikan, Kwangmin menyudahi perbincangannya dengan Youngmin. Untuk sejenak, ia menoleh pada Shin Ae yang sedang tertunduk. ‘Semoga kau kuat, Shin Ae’. Itulah yang ia ucapkan sebelum meninggalkan Youngmin menuju Shin Ae.

 

“Shin Ae-a,” panggil Kwangmin. Shin Ae terkejut. Ia pun mengangkat pandangannya.

 

“Katakanlah apa yang ingin kau katakan padanya,” ucap Kwangmin. Ia berusaha membuat Shin Ae kuat. “Menangislah jika kau ingin menangis untuknya. Aku yakin kau kuat, Shin Ae,”

 

Gomawo, Kwangmin-a,” Kwangmin mengangguk. Ia pun mengambil posisi berbaring di sofa setelah Shin Ae beranjak.

 

Shin Ae berjalan lamban ke arah ranjang Youngmin. Youngmin memalingkan wajahnya dari Shin Ae. Ia menatap jendela yang tak berhiaskan apapun. Tak ada gambaran apapun di sana. Hanya nampak awan putih yang terhela angin sore. Sikap itu membuat Shin Ae menjadi sakit. Bukan. Semakin sakit dan luka untuk hatinya.

 

Shin Ae terhenti. Ia berdiri di samping ranjang abu-abu itu. Dilihatnya wajah Youngmin. Wajah yang sudah lama tak ia lihat dari dekat. Karena merasa diperhatikan, Youngmin akhirnya membuka suara.

 

"Duduklah,” suara itu. Walau singkat terdengar, namun Shin Ae senang. Senang karena ia masih bisa mendengar suara khas kekasihnya. Shin Ae pun duduk, menuruti perintah Youngmin.

 

“Mengapa kau di sini ?” Shin Ae tertegun. Ia memang tidak ingin ke rumah sakit hari ini. Tapi, Kwangminlah yang menyuruhnya. Karena mungkin inilah hari terakhirnya. Sebab itulah ia menyetujuinya.

 

“Kwangmin yang mengajakku,” jawabnya. Sebenarnya ia tak ingin mengatakan itu. Namun, ia harus mampu membuat Youngmin membencinya. Ia tak peduli dengan apa yang ada saat ini, yang ia tahu ia akan tenggelam dari kehidupan keluarga Jo. Dan tak akan pernah dibutuhkan.

 

Kwangmin yang saat itu memejamkan matanya walau tak benar-benar tidur, ketika mendengar namanya tersebut, matanya membuka cepat. “Bodoh,” gumamnya kemudian.

 

Youngmin mengira Shin Ae menjenguknya karena memang ingin bertemu dengannya. Tapi, sayangnya ia salah. Akhirnya, hati Youngmin tergerak. Ia menatap Shin Ae.

 

“Jadi, hanya karena Kwangmin ?” Youngmin kesal. Ia menatap manik mata Shin Ae dengan sangat tajam. Dilihatnya mata Shin Ae yang memerah dan telang membengkak. Hatinya pilu. ‘Apakah dia menangisiku ?’ bathinnya berkecamuk. Sedangkan yang ditatap, hanya mampu menundukkan kepalanya mengetahui Youngmin menatapnya seperti itu.

 

“Sebenarnya hari ini, bukanlah hari untukku bertemu denganmu lagi,”

 

Youngmin terkejut. ‘Apa maksudnya ?’

 

Ada rasa ingin tahu di pikirannya. Namun, ia hanya diam. Menunggu kalimat selanjutnya.

 

“Seharusnya kemarin adalah hari terakhirku di sini. Hari terakhir aku menjengukmu, Youngmin-a. Maaf,”

 

“Aku sedang tidak ingin bercanda,” ucap Youngmin malas. Ada aura aneh yang nampak dari wajahnya.

 

“Aku tidak sedang bercanda,”

 

Youngmin yang mendengarnya merasa kesal. ‘Disaat seperti ini ia masih bisa bercanda denganku’ gerutu Youngmin dalam hatinya. Kemudian ia menarik selimut dan menyelimuti tubuhnya. “Aku lelah. Kau, pulanglah. Aku ingin beristirahat,”

 

“Baiklah, aku tahu. Sudah saatnya aku pergi dari hidupmu,”

 

Youngmin semakin tak mengerti dengan apa yang Shin Ae ucapkan. “Maksudmu ?”

 

“Lebih baik... Kita akhiri saja hubungan ini,”

 

PRAK !!!! Seperti mendapat hentaman batu besar yang menindihnya, tenggorokan Youngmin terasa tercekat. Hatinya melubang dan terluka saat itu juga. Getir di hatinya merebak dan hancur dengan suksesnya. Shin Ae berhasil membuatnya kembali rapuh. Air mata Youngmin menyeruak keluar, namun segera mungkin ia tepis dengan kasar. Ia terdiam. Tak mampu berkata apa-apa. Di sisi lain, Kwangmin pun ikut terkejut. Ia tak menyangka Shin Ae akan mengatakan kalimat itu. Ia pun terduduk dengan cepat.

 

Shin Ae yang kala itu sedang merapikan puing-puing hatinya yang sudah berbaur dengan luka, mencoba tegar dengan menahan air matanya. Kalimat itu terlontar begitu saja dari mulutnya. Shin Ae berusaha sekuat tenaga memandang wajah Youngmin. Kemudian menatap manik mata lelaki itu. Ia mencoba tersenyum semampunya.

 

“Aku senang kau bebas dari masa koma-mu, Youngmin-a. Senang sekali. Jagalah dirimu baik-baik. Semoga kau bahagia dengan Min Ji,” Shin Ae tersenyum lagi. Ia melihat Youngmin dengan rasa sesal. Menyesal karena telah mengatakan kalimat yang tak pernah ingin ia katakan. Karena ia sangat begitu mencintai Youngmin.

 

Youngmin membisu. Ia tak percaya dengan apa yang dikatakan Shin Ae.

 

Shin Ae beranjak dari duduknya. Ia berdiri sekuat-kuatnya, walau nyatanya kakinya merasakan lelah untuk menopang tubuhnya. Tangan kanannya tergerak untuk meraih tangan kiri Youngmin. Ia tengadahkan tangan lelaki itu, kemudian tangan kirinya merogoh kantong blazzernya. Diambilnya sebuah MP3 Player lengkap dengan headsetnya. Sebuah alat penghibur hati Shin Ae dikala dia merasa rindu dengan Youngmin. Alat itu adalah hadiah ulang tahun dari Youngmin untuknya ketika ia berulang tahun yang ke-18, dua tahun yang lalu.

 

Alat itu ia berikan pada Youngmin. Lebih tepatnya, ia mengembalikannya. Youngmin hanya menurut dengan perlakuan Shin Ae. Dilihatnya dengan rasa kesal, MP3 Player berwarna biru muda di dalam genggamannya

 

“Aku tidak ingin menyimpannya. Kau boleh memperlakukannya sebebasmu,”

 

Shin Ae memutar tubuhnya membelakangi Youngmin. Ditumpahkannya semua sesal melalui air mata beningnya. Ia tak peduli dengan isakan-isakan yang keluar dari mulutnya. Ia sudah tidak sanggup menapiknya. Tak sanggup munafik untuk tidak menangis.

 

Shin Ae mengambil langkah. Kwangmin yang menyadarinya, segera bangkit.

 

PRAKKK !!!

 

Belum lagi Kwangmin melangkahkan kakinya, sebuah suara mengurungkan niatnya. Shin Ae yang mendengarnya pun ikut terhenti. Dilihatnya MP3 Player yang ia kembalikan pada Youngmin, sudah berderai di lantai putih kamar Youngmin. Alat itu telah berhasil menjadi kepingan-kepingan yang sudah tak berguna lagi.

 

Emosi Youngmin memuncak. Tak ada yang bisa ia gunakan untuk menumpahkan amarahnya, selain alat itu. Baginya, tak ada gunanya lagi ia menyimpan barang itu. Ia pikir, kekasih yang selama ini dicintainya adalah seseorang yang selalu setia untuknya. Namun, nyatanya ia salah berpikir.

 

“PERGILAH SEMAUMU !!!!!” teriak Youngmin dengan lantang. Ia tak peduli dengan sakit yang disebabkan oleh penyakitnya yang tiba-tiba mengerumuninya saat itu. Ia memegangi dadanya. Menahan sakit yang kian menyakitkan. Kwangmin yang mengetahui itu, menjadi gusar. Ia menjadi bingung.

 

Hyeong !” teriak Kwangmin. Ia berlari ke ranjang Youngmin dan memeluknya.

 

“Aku mencintaimu, Youngmin”

 

Shin Ae berlalu begitu saja meninggalkan kedua anak kembar di belakangnya. Ia tak ingin peduli dengan apa yang terjadi dengan Youngmin, walau sebenarnya ia cemas.

 

“SHIN AE !!” teriak Youngmin dengan sisa tenaganya.

 

DUAK ! Pintu tertutup dengan kasar.

 

“Sudahlah Hyeong. Aku akan memanggilkan dokter. Bertahanlah !”

 

-ooo-

 

Sudah seminggu Shin Ae melewati harinya setelah hari terakhirnya saat itu. Hari dimana ia bertekad untuk menghentikan kemauannya menjenguk dan bertemu Youngmin lagi. Mungkin sudah saatnya, takdir yang berkata. Menjawab semua do’a dan harapannya selama ini. Ia pun sadar, kesalahannya pada Youngmin begitu besar dan ia berpikir, ia bukanlah gadis yang pantas untuk Youngmin.

 

Hari ini, tepat pada hari Rabu, Shin Ae kembali masuk kuliah. Meski hatinya belum bisa kembali baik, namun ia harus tetap menepati janjinya pada sang ayah. Bagaimanapun keadaannya, tak akan merubah keinginan Shin Ae untuk menjadi seorang dokter, seperti apa yang ia ikrarkan pada sang ayah.

 

“Shin Ae-a,”

 

“Kwangmin ?”

 

“Apa keadaanmu baik-baik saja ?”

 

“Tentu saja. Lebih baik kita bicara di taman saja,”

 

Merekapun menuju taman kampus. Berjalan berdampingan membuat Shin Ae risih. Para gadis di kampus ini menyukai Kwangmin dan Youngmin. Setiap kali ia berjalan di antara satu dari si kembar ini, ia akan mendapat tontonan sinis dari para gadis di kampus, termasuk dari teman sekelasnya sendiri.

 

“Haaahh, lelah sekali. Ternyata jauh juga taman ini,” Kwangmin membaringkan tubuhnya di rerumputan taman. Sedangkan Shin Ae hanya duduk bersila. Di hadapannya tergeletak dua minuman softdrink yang sempat dibeli Kwangmin saat menuju taman.

 

“Tumben kau ke sini. Apa kau memang sengaja mencariku ?”

 

Nde. Aku sudah lama tidak menemuimu, jadi aku mencarimu di fakultas ini,”

 

“Oh, kau merindukanku bukan ?” Shin Ae tersenyum. Mencoba menggoda Kwangmin.

 

Kening Kwangmin berkerut, “Percaya diri sekali kau ini, nona Kim,” cibirnya pada Shin Ae. Gadis itu tengah menyapu pemandangan di sekitarnya.

 

“Bagaimana keadaan Youngmin ?” tanya Shin Ae sesaat setelah menangkap pemandangan salah satu temannya yang sedang berjalan berdua dengan kekasihnya.

 

Eoh ? Ia semakin membaik. Ia juga sudah pulang ke rumah dan menjalankan aktivitas seperti biasa,” Kwangmin memainkan jemari-jemarinya dan menyatukannya dengan hamparan langit luas di angkasa.

 

“Baguslah. Kau sendiri ?” tanya Shin Ae lagi. Ia melihat tingkah Kwangmin.

 

Kwangmin menghentikan aktivitasnya. Ia berpikir, “Aku ? Tumben kau menanyakanku. Apa aku terlihat tidak baik-baik saja ?” ia pun balas melihat Shin Ae.

 

“Aku rasa begitu. Eum, ternyata kau tidak seburuk apa yang aku pikirkan,” cibir Shin Ae. Kwangmin terlonjak dan duduk mendadak. Membuat Shin Ae terkejut dan sedikit menghindar.

 

“AISH ! Kau membuatku terkejut, Kwangmin !” kesal Shin Ae. Ia memukul bahu Kwangmin dengan keras.

 

“Hahhahaha” Kwangmin tergelak. Ia menertawakan wajah marah Shin Ae yang terlihat lucu, baginya.

 

“Memangnya kau mengira aku seperti apa, hah ?”

 

“Kau pikir saja sendiri,”

 

Shin Ae tersenyum. Senyum malu-malu yang tergambar di wajahnya.

 

“Kau sudah melupakan Youngmin ?” tanya Kwangmin tak berdosa. Namun, pertanyaan itu sama sekali tak membuat Shin Ae sedih. Ia malah tersenyum lega.

 

Shin Ae mengalihkan pandangannya dari Kwangmin. Dilihatnya bangunan tinggi milik kampusnya yang berdiri kokoh di hadapannya. Walau tidak terlalu jauh, namun bangunan itu terlihat dekat di matanya. Ia telusuri bangunan itu. Tepat di ruangan paling atas itu, bisa dibilang atap gedung, matanya terhenti menelusuri. Atap itu merupakan tempat yang nyaman bersama Youngmin. Di sana ia belajar bersama, melihat bintang bersama di malam hari. Semuanya bersama Youngmin.

 

“Tidak secepat itu aku bisa melupakannya, Kwangmin-a,”

 

“Kau mencintainya, tapi kau mengakhiri semuanya. Kau tahu, saat itu dia tidak tahu tentang rencana pertunangan itu. Pertama kalinya dia mengetahuinya darimu saat itu. Tapi, aku juga tidak habis pikir denganmu. Apa yang membuatmu meninggalkannya, padahal aku tahu setiap hari selama ia koma, hanya kaulah yang setia di sana. Dan, kejadian itu, bukanlah kesalahanmu. Itu takdir. Eum, apa kau tidak mau mempertahankan cintamu, Shin Ae-a ?” Kwangmin ikut mengalihkan pandangannya. Tak disangka, ia melihat gadis yang selama ini ia suka sedang membaca buku di kursi taman yang terletak tidak begitu jauh dari tempatnya kini.

 

Shin Ae tersenyum lagi. Entah untuk keberapa kalinya ia tersenyum hari ini.

 

“Aku hanya ingin mendapat balasan dari apa yang sudah kulakukan padanya. Mungkin inilah saatnya luka yang ia rasakan, harus aku rasakan juga. Tapi, bagaimanapun juga aku tetap mencintainya, Kwangmin-a. Seperti kau mencintai, Hyera,”

 

Shin Ae melirik Kwangmin yang sudah dibuat terkejut dengan kata-katanya. Shin Ae tahu, Kwangmin sedang menatap Hyera yang sedang membaca buku di seberang sana. Kwangmin hanya menampakkan deretan giginya. Ia menutupi rasa malunya.

 

Hyera adalah gadis manis yang berhasil menarik perhatian Kwangmin ketika mereka berada di dalam kelas yang sama saat masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Karena saat itu Kwangmin masih terlalu lugu, ia tidak pernah berani untuk mengungkapkannya. Rasa itupun masih bertahan hingga kini. Entah kapan Kwangmin akan mengatakannya pada Hyera. Di samping itu, Hyera juga merupakan sahabat Shin Ae di dalam club seni di kampus.

 

“Youngmin juga mencintaimu. Aku harap, kalian akan bersama lagi,”

 

“Tidak mudah untuk berharap seperti itu. Aku merasa tidak adil jika akan seperti itu. Sudahlah Kwangmin-a, aku sudah bahagia melihatnya bersama Min Ji. Dia gadis yang baik, perhatian dan begitu cantik. Cocok sekali untuk Youngmin,”

 

“Tidak perlu munafik padaku, Kim Shin Ae,”

 

“Aku berkata yang sebenarnya. Ya ! Minuman ini tidak akan kita minum, uh ?” Shin Ae mencoba menyudahi semua perbincangannya. Ia tidak ingin semakin terluka jika membahas masalah Youngmin.

 

Shin Ae memberikan softdrink pada Kwangmin. Lelaki itupun menerimanya.

 

“Datanglah pada acara pertunangan mereka,” sergah Kwangmin seusai meneguk minumannya.

 

Shin Ae meminum softdrinknya, dan masih sempatnya menjawab kalimat Kwangmin. “Aku tidak akan datang. Aku tidak pantas ke sana,”

 

“Memangnya kau berpikiran kau ini siapa, hah ? Sampai kau menganggap dirimu seperti itu ?”

 

“Aku menganggap diriku penghancur hidupnya,”

 

“Bodoh,” umpat Kwangmin.

 

“Besok dia akan bertunangan. Jangan sampai kau menyesal karena tidak menghentikannya,” Shin Ae terdiam. Ia batal meneguk minumannya yang kedua. Kata-kata Kwangmin barusan membuatnya bisu.

 

‘Besok ? Menghentikannya ?’ tanyanya dalam hati.

 

Kwangmin berdiri lalu memakai tas sandangnya, “Aku harus menjemput Hyunmin. Kau mau ikut ?”

 

Shin Ae mendongak, “Ani. Aku ingin ke perpustakaan,” jawabnya asal dan sudah jelas ia berbohong.

 

Kwangmin mengangguk, “Baiklah. Sampai bertemu besok Shin Ae. Jika kau tidak datang besok, berarti kita jarang bertemu lagi, kan ? Karena lusa, kita sudah mulai ujian. Fighting, Shin Ae !” Kwangmin memberikan semangat pada Shin Ae. Sebenarnya ia ingin membuat Shin Ae memikirkan tentang kedatangannya besok.

 

Nde, Kwangmin-a. Aku akan memikirkannya,”

 

Annyeong, sampai bertemu lagi !” teriak Kwangmin saat ia berlari menjauhi Shin Ae yang terus berkutat dengan perkataan Kwangmin tadi.

 

Ada yang tidak Shin Ae dan Kwangmin tahu sedari tadi. Di balik pohon yang berada di belakang mereka tadi, seseorang telah setia mendengarkan obrolan antara Shin Ae dan Kwangmin. Sekarang ia mengerti, maksud dari apa yang dilakukan Shin Ae untuknya. Ia tak menyangka Shin Ae melakukan itu hanya untuk menerima penyesalannya sendiri. Youngmin selalu benar, jika Shin Ae adalah gadis yang selalu pantas untuknya. Selalu itulah yang ia ucapkan pada dirinya sendiri.

 

“Aku rasa, aku hanya akan datang di hari kau tersenyum bahagia, Youngmin-a,” ucap Shin Ae pada angin yang melambai lembut membelai rambut ikalnya. Ia tak tahu jika ada orang yang mendengar ucapan itu. Dan itu membuat sang pendengar merasa sakit dan bersalah.

 

“Di hari pernikahanmu.....,” Shin Ae tersenyum. Senyum yang menyakitkan untuknya.

 

“Apapun yang terjadi, hanya kaulah yang ada di hatiku. Aku mencintaimu, Shin Ae. Saranghaeyo,” lontar Youngmin pelan. Sayangnya, Shin Ae tak akan bisa mendengarnya.

 

 

-ooo-                END                -ooo-                END                -ooo-  

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK