“Hanya kali ini saja, Kyungsoo-ya.”
Do Kyungsoo mengamati wajah Kim Junmyeon dengan seksama. Kedua alis yang terangkat, puppy-eyes, dan bibir yang ditekuk ke bawah, sudah cukup bagi Kyungsoo untuk mengakui keseriusan seniornya. Tetapi yang tidak ia mengerti adalah mengapa harus dirinya.
Sambil sedikit menggeser kursinya ke belakang, Kyungsoo mendengus pelan. “Setidaknya berikan aku satu alasan mengapa aku harus melakukannya untukmu, Sunbae. Aku juga sudah keluar dari tim sepak bola.”
“Han Saerin.”
“Han Saerin?” ulang Kyungsoo.
“Ne, Han Saerin. Sebenarnya ini masih dirahasiakan.” Junmyeon mencondongkan tubuhnya ke arah Kyungsoo dan mulai berbisik. “Dia ingin membentuk tim sepak bola untuk para gadis. Ugh! Membayangkannya saja bisa membuatku kehabisan nafas! Maksudku, apa yang bisa dilakukan para gadis dengan bola?! Bukankah mereka sudah cukup puas dengan lipstick, mascara atau apa pun itu?!”
Kyungsoo mulai menggosok-gosok telinganya ketika Junmyeon melanjutkan penilaian terhadap sepak bola dan gadis dengan nada tinggi. Kini, ia tidak lagi menilai bahwa percakapan mereka adalah rahasia. Seluruh teman sekelasnya secara terang-terangan menoleh ke belakang dan memasang telinga lebar-lebar.
“Sunbae…”
Junmyeon mendesis, tidak peduli pada Kyungsoo yang sedang mengguncang pundaknya. “Dan kau pasti sudah mengerti bagaimana sikap Saerin, kan?! A tetap A dan B tetap B! Aku tidak bisa sabar menghadapi spesies sepertinya! Dia benar-ben─”
“Jadi kau ingin mengirimku untuk berdebat dengannya lagi, Sunbae?”
Seketika, Junmyeon menghentikan ocehannya. Pemuda itu lantas mengangguk dengan antusias. “Kudengar kau pernah membuatnya mati kutu saat kalian berebut porsi hamburger terakhir. Jadi… jebal. Jangan buat pelatih menyetujui usulannya.”
Kyungsoo mengusap wajah, mendengus sekeras mungkin, lalu menatap Junmyeon dengan garang. Bagaimana mungkin seniornya ini tega melemparkannya ke situasi yang mengerikan lagi? Sejak insiden hamburger itu, berbicara dengan Han Saerin menggunakan nada normal merupakan kemustahilan.
Terlebih, ia tidak ingin sakit kepala. Lagi.
“Carilah orang lain untuk melakukannya, Sunbae. Aku tidak ingin terlibat dengannya, meskipun kau menyerahkan semua koleksi sepatu larimu kepadaku,” ucap Kyungsoo sambil meninggalkan Junmyeon yang menendang-nendang meja karna kesal.
***
Kyungsoo baru saja masuk ke dalam toilet ketika ia mendengar panggilan dari belakang. Dengan malas, pemuda itu berbalik. Kedua bola matanya menyipit, berusaha memperhatikan gadis dengan rambut sebahu yang berdiri di hadapannya. Detik berikutnya, ia melihat sekeliling untuk sekedar memastikan bahwa ia tidak salah masuk toilet.
“Han Saerin, sekarang kau ada di dalam toilet laki-laki,” ucap Kyungsoo, mengingatkan.
“Aku tahu,” jawab gadis itu. “Tapi kita perlu bicara.”
Kyungsoo menatap iri beberapa siswa bergegas keluar dengan mimik ketakutan seolah kiamat akan datang dalam hitungan detik. Seandainya saja ia bisa seperti mereka. Seandainya saja ia bisa lari. Seandainya saja… Tetapi ia tahu bahwa lari dari Saerin bukan pilihan terbaik.
Pemuda itu lantas menyisir rambutnya ke belakang, berusaha menenangkan diri. “Apa yang ingin kau bicarakan?”
Saerin melipat kedua tangannya di dada, lalu berjalan mendekati Kyungsoo. “Kudengar Junmyeon-sunbaenim memintamu bernegosiasi dengan pelatih Jung. Apa itu benar?”
Berusaha menghindari Saerin, Kyungsoo melangkah menuju wastafel, mencuci tangan serta membasuh wajahnya. Di sela-sela mengeringkan wajah dengan tisu, pemuda itu menjawab pelan. “Ya. Tapi aku menolaknya.”
“Waeyo?” Saerin yang ikut mencuci tangannya menatap refleksi Kyungsoo dengan tatapan mengejek. “Omo! Kau pasti takut kalah dariku, kan? Yaa! Do Kyungsoo! Ternyata kau lebih pengecut daripada yang kukira!”
Tidak ada reaksi yang ditunjukkan Kyungsoo. Pemuda itu malah sibuk menata rambut dan seragamnya. Ia bahkan sempat menyapa beberapa teman sekelasnya yang berdiri kaku di ambang pintu. Yang membuat Saerin semakin jengkel, Kyungsoo memberi saran kepada teman sekelasnya untuk mengabaikan Saerin atau menganggap gadis itu tidak ada atau beranggapan semua yang ada di dalam toilet ini adalah laki-laki.
“Yaa!” teriak Saerin sambil menunjuk setiap laki-laki yang ada di dalam toilet. “Keluar dari sini jika kalian tidak ingin mati di tanganku!”
Seperti anjing yang patuh pada majikannya, semua laki-laki melakukan perintah Saerin. Kyungsoo yang merasa tidak diperlukan lagi, ikut melenggak keluar dengan senyum lebar. Begitu melewati pintu, ia memasang earphone dan memutar lagu keras-keras.
Ketika di sela-sela lagunya terselip panggilan dari Saerin, Kyungsoo merasa hidupnya jauh lebih indah dari gadis itu.
***
Kim Junmyeon merusak segalanya. Kyungsoo tidak tahu makian apa yang cocok untuk seniornya itu. Tepat tiga hari sudah Junmyeon menerornya dengan berbagai cara. Mulai dari panggilan di tengah malam, pesan singkat yang berisi permohonan untuk menghadapi Han Saerin, surat kaleng di lokernya, dan yang terparah, coretan di bangkunya. Teror yang terakhir membuat Kyungsoo menjadi petugas kebersihan toilet selama satu minggu.
“Sampai kapan kau melakukan hal kekanak-kanakan ini, Sunbae?” tanya Kyungsoo yang terbangun karena midnight call dari Junmyeon. “Tidak bisakah kau membiarkanku hidup dengan tenang?”
“Yaa! Bagaimana mungkin aku membiarkan hidupmu tenang jika hidupku sendiri terancam oleh Han Saerin?! Tidak! Aku akan tetap mengganggumu hingga kau mau menghadapinya di rapat tim sepak bola sore ini!”
Sambil bangkit dari kasur untuk menyalakan lampu, Kyungsoo kembali menolak permintaan Junmyeon. “Aku tidak ingin melakukannya, Sunbae. Kau bisa mengatasi Saerin sendirian.”
Benar. Junmyeon pasti bisa menghadapi Saerin sendirian. Lagipula di dalam tim sepak bola ada lebih dari 15 pemain dan semuanya laki-laki. Bagaimana mungkin mereka tidak bisa menghadapi Han Saerin yang sendirian?
“Jebal, Kyungsoo-ya… Kau lebih tahu cara mengatasi Saerin.”
“Sunbae, kau benar-benar… Aish!” Kyungsoo memijit keningnya. Junmyeon benar-benar menguji kesabaran dan tingkat migrainnya. Sial.
Ia lantas memutuskan untuk mencari udara segar dengan bersantai di balkon kamarnya. Begitu pintu balkon terbuka, hawa dingin segera menembus kaus oblong, kulit, dan menikam tulangnya dengan cepat. Kyungsoo membiarkan tubuhnya menggigil ketika ia bersandar di pagar balkon. Mata bulatnya terfokus pada rumah yang jendela kamar atasnya terbuka.
“Kyungsoo-ya… Jika kau mau melakukannya untuk Sunbae tersayangmu ini, aku pasti akan mengenalkanmu pada gadis yang cantik. Oh atau akan kutraktir selama satu bulan? Bagai─”
Kyungsoo mengabaikan ocehan Junmyeon ketika ia mendapati sesuatu yang lebih menarik. Di jendela itu ada beberapa lembar kertas ukuran poster yang digantung seperti jemuran. Kyungsoo dapat menyimpulkan bahwa si pemilik kamar sengaja melakukannya. Lampu kamar yang menyala di tengah malam adalah bukti kuat.
Penasaran dengan isi poster itu, Kyungsoo bergegas masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil teropong. Begitu sudah mendapatkannya, ia berlari ke balkon. Perasaannya tidak enak.
Dan firasat itu terbukti.
Pemuda itu melihat foto dirinya yang diedit sedemikian rupa hingga memiliki rambut panjang, poni rata, dan pakaian wanita dalam berbagai pose. Kepalanya semakin sakit ketika membaca tulisan tebal yang ada di salah satu poster. MET THIS CUTE GIRL (DO KYUNGSOO).
Cukup!
Kyungsoo kembali menempelkan ponselnya ke telinga. Jauh di sana, Kim Junmyeong masih mengoceh tentang imbalan yang akan diterima Kyungsoo jika berhasil mengalahkan Han Saerin. Karena masih berusaha meredakan amarahnya, pemuda itu terpaksa mendengarkan ucapan seniornya yang tidak sadar situasi.
“… jika kita pergi ke Jeju dan liburan di sana selama musim panas? Ah! Aku tahu! Lotte World! Ada banyak wahana yang menantang di sana, Kyungsoo-ya! Atau kau punya ide lainnya? Tenang saja, aku pasti ak─”
“Sunbae!” Kyungsoo mengambil jeda untuk mengatur deru jantung dan nafasnya. “Sunbae… jam berapa rapat tim sepak bola diadakan? Aku sudah tidak sabar menghancurkan Han Saerin.”
***