Aku menyusuri jalan yang penuh salju tebal. Aku harus teliti berpijak, salah sedikit aku akan diterawai orang banyak. Cuaca hari ini sangat buruk, angin kencang membuat rambutku berantakan dan dinginnya udara akan membuat tubuhku beku dalam sekejab.
Dingin~ itu yang aku rasakan kali ini, dingin yang menusuk kulitku membuatku menggunakan 2 lapis pakaian dan 1 mantel tebal. Semoga orang-orang disekitar tidak menganggap aku adalah orang kutub.
Aku adalah seorang photographer yang cukup prefesional, aku tekankan ‘cukup prefesional’. Aku pergi kesini untuk mengambil beberapa foto terbaik. Aku sudah seminggu disini, aku mungkin akan pulang 2 bulan lagi. Bisa-bisa aku akan menjadi warga Prancis kalau begini.
Aku jarang menemukan makanan korea di Paris, disini aku hanya makan steak. Karena hanya itu yang aku suka.
Paris malam sangatlah indah, jalanan penuh dengan lampu klasik, yang menambah kesan romantis dan elegan. Banyak orang dengan kekasihnya sedang bermesraan, benar-benar kota cinta. Disaat banyak orang yang sedang bercinta, aku hanya memotret Menara Eiffel malam, lampu-lampu disekitarnya benar-benar mempercantik menara tersebut.
Salju putih turun dengan perlahan, menambah rasa dingin yang telah kurasakan sejak tadi. Para pasangan memeluk pasangan masing-masing, sedangkan aku? Hanya memeluk kamera, memeluk kamera sudah cukup menghangatkan bagiku.
Rambut panjang ku kembali tertiup angin kencang dan salju putih turun deras, hmm.. ini benar-benar dingin.. aku memutuskan untuk berlindung di halte bus sendirian, lagi-lagi sendirian.
Saat-saat seperti ini memang enak minum coklat panas. Tapi.. coklat panas itu berada disebrang Menara itu, bisa-bisa aku beku ditengah jalan. Jadi lebih baik aku diam disini sampai salju mereda.
Tiba-tiba segelas coklat panas ada didepan wajahku, tentu saja aku terkejut, dari mana segelas coklat panas datang? Aku menengok kesamping, ada seseorang pria berkulit putih bersih tampak seperti orang Korea, tatapannya kedepan tidak menghadapku sama sekali.. siapa dia? Apakah coklat panas ini untukku? Bagaimana bisa dia tahu aku menginginkan coklat panas? Tapi mengapa dia tidak menatapku sama sekali jika segalas coklat panas ini untukku?
Aku memberanikan diri untuk bertanya, walau aku terkenal menjadi gadis pemalu, tapi demi coklat panas akan aku beranikan.
Setelah keberanianku terkumpul aku membuka mulut. “Apakah coklat panas ini untukku?”
Pria itu hanya mengagguk pelan, tanpa membuka mulutnya sedikit pun. Dia sangat dingin seperti cuaca hari ini. Tanpa basa-basi aku langsung mengambil coklat panas dari tangan pria dingin tersebut. “Thanks”
“Mmmm..” pria itu masih menatap kedepan.
Aku minum coklat panas pemberian pria dingin, segelas coklat panas ini seperti melambangkan dirinya, diluar dingin didalam hangat.
Suasana kembali beku, aku bingung bagaimana cara memulai percakapan dengan pria dingin ini.
Aku mencoba membuka mulut, tapi..
“Kau photographer?” pria dingin itu membuka mulutnya, suaranya begitu hangat, pelan hampir tak terdengar tetapi sangat jelas ditelingaku.
“Ya, aku photographer. Kau photographer juga?” aku menjawabnya sambil tersenyum, dan bertanya kembali. Mengapa aku bertanya dia seorang photographer juga? Karena aku melihat kamera yang dibawanya.
“Ya, aku juga”
Pria itu menatapku dalam-dalam, aku hampir mati dibuatnya. Matanya sangat indah dan hangat, sudah kutebak pria itu dalamnya hangat. Tatapannya sangat tajam, dia seperti ingin melakukan sesuatu yang tidak bisa kutebak.
“Cuaca sangat dingin, lebih baik kita jangan meneduh disini..” pria itu menggunakan bahasa Korea dengan sangat lancar, sepertinya tebakanku benar tentang dia adalah orang Korea. Dia mengajak aku ketempat teduh yang lain? Hah? Dimana?
Aku tersenyum. “Kau orang Korea juga?” aku sengaja bertanya menggunakan bahasa Korea, jika dia mengerti berarti dia benar-benar orang Korea.
Dia berjalan meninggalkan aku dan tidak menjawab pertanyaanku, huh.. benar-benar pria dingin. Tapi mengapa perasaanku berkata, dia seperti mengajak aku untuk mengikutinya. Jadi kuputuskan untuk mengikutinya dari belakang.
Dia berhenti disebuah café yang menurutku, INI ADALAH CAFÉ MAHAL. Ya, aku pernah sekali makan dan minum di Café ini, saat aku membayar bil. Harganya sama seperti uang jajan kampusku selama 1 minggu. Aku tidak meneruskan jalanku masuk kedalam café tersebut.
Tanpa ragu pria dingin itu menaiki beberapa anak tangga untuk masuk kedalam café tersebut, tapi dia berhenti didepan pintu café.
“Aku yang membayar.” Pria itu membuka mulutnya dan kembali berbicara menggunakan bahasa Korea. Bagaimana bisa dia menebak apa yang ada dipikiranku? Apakah dia seorang peramal? Aku mulai berfikiran yang tidak-tidak tentang pria dingin itu.
Aku hanya diam beku ditempat, bukan karena omongan pria dingin itu, karena aku kedinginan. Mungkin sekarang bibir ku sudah berganti warna menjadi putih.
Pria dingin itu menghampiriku dan memberikan mantelnya untukku. Aku sangat terkejut, bagaimana bisa dia begitu peduli denganku yang baru dia temui? Aku sedikit merasa risih.
“Apa kau tidak kedinginan?” aku mengeluarkan bahasa Korea lagi, aku memberanikan diri untuk bertanya sebelum dia pergi jauh.
Dia mengeluarkan senyum smirknya. “Kau lebih membutuhkan” aku tidak mendengar jawabannya, aku hanya melihat senyumannya. Ya! Senyumannya! Aku hampir mati dibuatnya. Aku baru kali ini hampir mati karena senyuman seorang pria. Hanya karena dia.
Aku terus memegang mantel yang diberikan oleh pria dingin tersebut, tak tau apa yang harus aku lakukan oleh mantel itu. Aku benar-benar beku, lebih beku dari kedinginan yang menusuk kulit. Senyumnya masih terputar di memori kepalaku. Terus terputar tanpa henti.
Pria dingin itu mengambil mantelnya, dan berdiri dibelakangku. ‘Apa yang akan dia lakukan?’ aku yang masih beku tak dapat melakukan apapun selain diam. Tak kusangka. Dia berdiri dibelangkangku untuk memasangkan mantelnya kepadaku. Perasaan apa ini? Mengapa jantungku berdetak cepat? Ada apa ini?
“Sudah hangat? Sekarang ayo masuk..” pria dingin itu menarik tanganku. Tanganku mati rasa, tubuhku masih beku dibuatnya. Mantelnya hangat sekali, tanpa kusadari aku tersenyum sendiri. Aku benar-benar dibuat gila olehnya.
Aku dan pria dingin masuk kedalam café yang ku juluki café mahal, café ini memang sangat mewah, penghangat ruangan disini sangatlah hangat, aku nyaman disini. Pria dingin itu mempersilakan aku duduk disebuah tempat yang sangat jauh dari pengunjung lain, ini benar-benar romantis, sebenarnya siapa dia?
Aku duduk. Aku melihat kesebelah kananku ada pemandangan yang sangat indah, Menara Eiffel yang terlihat dari kaca transparan yang sangat mendukung suasana romantis yang diberikan oleh sang pria dingin.
Aku masih penasaran tentang siapa dia. Mengapa dia begitu mempedulikan aku?
“Sebenarnya kau siapa?”
Pria dingin itu menaruh kembali coklat panasnya yang awalnya akan dia minum.