Sudah sejak dua puluh menit yang lalu Tae Ri tidak berhenti menggerutu. Di sebelahnya, Kris hanya menggeleng pelan. Mulai pusing dengan gerutuan kekasihnya itu. Dia bingung, apa gadis ini tidak lelah terus-terusan bicara. Sesekali bahkan gadis itu mengumpat.
Berada di ruang perpustakaan yang cukup sunyi, selain pusing Kris khawatir para pengunjung perpustakaan yang lain akan terganggu oleh suara Tae Ri. Sejak tadi Kris hanya diam berusaha tidak peduli, tapi sungguh, kali ini Kris benar-benar tidak tahan. Bahkan suara dengingan nyamuk yang terbang di kupingnya lebih baik dari gerutuan Tae Ri saat ini.
Jika tidak ingat mereka sedang di tempat umum, mungkin dengan senang hati Kris akan membungkam mulut Tae Ri dengan bibirnya. Tidak ingin repot-repot, Kris memilih meraih haedphone yang bertengger di lehernya dan memakaikannya ke telinga Tae Ri. Karena terkejut sontak gadis itu langsung terdiam. Menoleh menatap Kris dengan tatapan bingung.
Tae Ri baru ingin bertanya ketika Kris tetap memegang haedphone putih itu seolah takut jika haedhone itu akan terlepas dari telinganya. Membuat musik yang keluar dari sana semakin terdengar keras di telinga Tae Ri. “Dengarkan saja musiknya. Dan jangan bicara lagi.” Ucap Kris. Menatap Tae Ri tepat di maniknya. Kemudian pria itu kembali pada buku yang sejak tadi menjadi fokusnya.
Tae Ri menatap Kris kesal. Dia marah-marah bukan tanpa alasan, sudah sering hal seperti ini terjadi. Dan sikap Kris selalu seperti ini. Cuek. Tidak peduli.
Tae Ri melepas haedphone itu dan meletakannya di meja dengan kasar. Membuat perhatian Kris kembali teralih padanya. Tanpa menunggu Kris bicara gadis itu bangkit dari duduknya dan melangkah keluar.
Kris menghela napasnya panjang. Menutup bukunya dan segera mengejar Tae Ri. Kris harus sedikit melebarkan langkahnya karena gadis itu berjalan dengan sangat cepat. Kris langsung meraih pergelangn tangan Tae Ri hingga menghentikan langkah gadis itu.
“Hei, kau marah?”
“Tidak.”
“Kau marah.”
“Tidak.”
“Kau marah, Kim Tae Ri.” Tae Ri menepis tangannya hingga genggaman Kris terlepas.
“Kau menyebalkan.” Ucapnya.
Kris mengusap wajahnya frustasi. Menghembuskan napasnya berat sebelum bicara. “Dua puluh menit, Tae Ri. Dua puluh menit.” Tekan Kris. “Kau terus menggerutu selama itu. Aku pusing mendengarnya.”
“Kau pusing mendengar suara ku, Tapi kau tidak pusing mendengar gosip-gosip murahan itu.” Ucap Tae Ri kesal.
“Aku kan sudah bilang, tidak usah di dengarkan. Terserah mereka mau bicara apa tentang ku, aku tidak peduli.”
“Tapi aku peduli.” Tegas Tae Ri. “Aku tidak suka mendengarnya. Mereka membicarakanmu seolah kau itu gay.” Setelah mengatakan itu Tae Ri langsung meninggalkan Kris.
***
Musim dingin tidak turut membuat hati dan kepala Tae Ri dingin. Siang itu Tae Ri harus kembali menahan kekesalannya. Duduk bersama Kris di kafetaria dengan di ikuti tatapan tidak suka yang tertuju ke arahnya dari sebagian gadis-gadis di sana. Dan lagi-lagi Tae Ri harus menahan keinginannya untuk menyiram gadis-gadis sialan itu yang mulai membicarakan kekasihnya lagi.
“Kenapa akhir-akhir ini gadis itu selalu berada di sekitar Kris Sunbae? Di mana Chanyeol?”
“Aku tidak suka melihat gadis itu. Dimana Chanyeol? Kenapa dia tidak bersama Kris Sunbae?”
“Gadis tidak tahu diri. Apa dia mau mencoba merbut Kris Sunbae dari Chanyeol?”
“Lihat saja, aku tidak akan membiarkan Kris Sunbae meninggalkan Chanyeol hanya karena gadis macam dia.”
“Tidak perlu khawatir, gadis seperti itu bukanlah tipe Kris Sunbae.”
Geram. Itu yang Tae Ri rasakan. Dia tidak masalah gadis-gadis itu membencinya setengah mati. Mencibirnya, mengatakan hal-hala jelek apapun tentangnya. Atau ketika Kris tidak ingin mengakuinya sebagai kekasih di depan umum. Sungguh, dia tidak peduli. Tapi dia tidak suka ketika mereka mulai mengatakan hal-hal yang menjijikan, menganggap kekasihnya seorang gay.
Tae Ri melirik kris yang duduk di depannya. Menyantap makanannya dengan tenang seolah tidak ada yang terjadi. Dengan kasar Tae Ri meletakan sumpitnya.
Kris mendongak menatap Tae Ri bingung. “Kenapa? Makanannya tidak enak? Mau ku pesankan yang lain?” Tae Ri memutar bola matanya mendengar pertanyaan Kris yang kelewat polos. Dia tahu kekasihnya itu hanya berpura-pura. Karena pada dasarnya Kris sangat mengenal Tae Ri. Dia tahu betul ketika gadisnya itu tengah marah.
“Tidak bisakah kau melakukan sesuatu?” Tanya Tae Ri to the point. “Tidak apa-apa jika kau tidak mau mengakui ku, tapi setidaknya katakan pada mereka jika kau bukan… ehm, gay.” Tae Ri membuang pandangannya. Suaranya mengecil di akhir kalimat. “Jangan diam seperi ini.” Lanjutnya kemudian.
Kris meletakan sumpitnya. Menatap Tae Ri yang memalingkan wajahnya. “Tae Ri-ya…” Ucapnya lembut. Tapi belum sempat Kris melanjutkan ucapannya, gadis itu sudah memotongnya.
“Sudahlah. Aku mengerti.” Ucapnya cepat. “Tidak perlu di teruskan.” Sampai kapan pun sepertinya Kris akan terus bungkam. Tae Ri lelah.
Dengan cepat dia berdiri untuk pergi dari sana. Kupingnya akan terbakar karena panas jika dia berada disana lebih lama lagi. Tapi belum sempat dia melangkah Kris lebih dulu menahannya.
“Kau mau kemana? Makananmu belum habis.”
“Apa kau pikir aku masih bisa makan sedangkan mereka terus-terusan membuat ku tidak nyaman?” Tae Ri melepaskan genggaman Kris. “Aku duluan.”
Baru dua langkah kakinya berjalan, tubuhnya harus terhempas kembali kebelakang karena seseorang menariknya. Dalam hitungan detik Tae Ri sudah berada dalam kurungan tubuh Kris. Kedua tangan Kris sudah melingkar erat di pinggangnya, sedangkan wajah mereka kini hanya berjarak kurang dari satu centi.
Tae Ri membelalak kaget. Menatap Kris tak percaya. Pekikan tertahan terdengar dari setiap pasang mata yang ada di sana.
“Ya! Apa yang kau lakukan?” Tanya Tae Ri tidak mengerti. Tangannya berusaha mendorong tubuh Kris, tapi sial, pelukannya terlalu erat.
“Kau yang memaksaku melakukan ini. Jadi jangan menyesal.” Ujar Kris. kedua alis Tae Ri bertaut bingung.
“Apa mak-” Mata Tae Ri membulat sempurna ketika sesuatu yang lembut menekan bibirnya.
Sial. Apa Kris sudah gila? Dia menciumnya di depan umum. Di depan seluruh fansnya. Apa Kris ingin melihat dirinya menjadi mayat besok?
Bahkan tidak hanya menempel. Kris mulai melumat dan menghisap bibirnya. Semakin lama ciuman Kris semakin dalam. Tae Ri masih belum mampu bergerak karena keterkejutannya. Dan Kris harus terpaksa mengigit bibirnya ketika Tae Ri tidak kunjung membuka mulutnya.
Pekikan itu semakin keras. Namun Kris tidak peduli. Setelah ini, mungkin dia harus ekstra menjaga Tae Ri agar tidak ada yang berani menganggunya.
Kris melepas ciumannya. Hanya mampu tersenyum ketika melihat wajah Tae Ri yang memerah. Sebelah tangannya terangkat untuk mengusap bibir bawah Tae Ri dengan ibu jarinya.
Kris mengangkat kepalanya. Menatap seluruh mahasiswa yang ada di kafetari siang itu, yang entah hanya perasaannya saja atau memang kafetaria itu semakin ramai? Tapi Kris tidak peduli.
“Gadis ini, dia adalah kekasih ku.” Kata Kris dengan lantang. Bisa dia pastikan suaranya bisa di dengar oleh seluruh mahasiswa yang ada di sana. Lalu tatapannya kembali beralih pada Tae Ri yang masih terdiam.
“Kau akan mendapat masalah, sayang. Persiapkan dirimu. Karena setelah ini telinga mu akan semakin panas.” Bisiknya tepat di samping telinga Tae Ri. Setelah itu Kris melepaskan pelukannya dan meraih tangan Tae Ri.
“Ayo pulang.”
.
.
.
-FIN-