home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > MY DESTINY 1 - 4 (END)

MY DESTINY 1 - 4 (END)

Share:
Author : cloudsmys
Published : 11 Sep 2014, Updated : 08 Nov 2014
Cast : Shin Minhyo (OC) ; Kim Jong Woon (SJ); Henry & SJ Member
Tags :
Status : Ongoing
1 Subscribes |20962 Views |7 Loves
MY DESTINY 1 - 4 (END)
CHAPTER 2 : MY DESTINY #2

Title : my destiny (part 2)

Author : cloudsmys

Cast : shin min hyo (oc) ; kim jong woon ; Lee min ho ; Kim Heechul ;henry lau and other super junior members.

Genre : love and friendship

 

 

sudah 20 menit aku berada disini, duduk dibawah pohon rindang tempat favoritku dikampus sambil membuka laptopku. Sesekali mataku mendelik kearah parkiran kampus, menunggu orang yang beberapa hari ini menguasai isi pikiranku. Tapi nihil, tidak ada tanda tanda dia akan datang. Kim jong woon .. Semenjak heechul oppa mengatakannya, dia bahkan tidak mengatakan apa-apa dipesta kemarin, malah menghindariku.. Bahkan dari tatapunku juga apalagi untuk mengatakan itu benar atau tidak.

aku mengembuskan nafas putus asa.

“neo mwo hae (kau sedang apa)?” Tanya seseorang menyadarkanku, lalu aku mendongak.

pria tinggi dengan rambut agak panjangnya itu tersenyum “kenapa melamun? Tidak masuk kekalas?”

“eo? Heechul oppa. Ani, aku tidak ada kuliah” jawabku.

heechul yang masih berdiri didepanku mengerenyitkan keningnya.

“ah, aku hanya bosan dirumah, jadi aku main kesini.” Kataku kemudian menyengir ngaring, heechul hanya mengangguk sambil duduk disampingku.

“bukan karena yesung, eoh?”

“eoh?”

“jadi benar, kau mulai menyukai yesung ?” Tanya heechul lagi kali ini disusul dengan kekehannya.

“aniya!! Aku tidak..”

“mereka sedang di paris sekarang,” timpal lelaki itu.

“paris?” Gumamku tidak sampai didengar heechul.

“aku tidak menyesal mngatakan kenyataan itu pada mu, meski sekarang anak itu mendiamkan aku.” Kata heechul membuatku meliriknya. “kau pasti mengira kemarin itu bercanda kan?” Dia tertawa

“maksud oppa?” Aku menatap heechul tidak mengerti

“yesung benar-benar menyukaimu minhyo ah, tapi dia bertepuk sebelah tangan saat mengetahui kau tidak menyukainya bahkan membencinya.”

“kau pasti sedang mengerjaiku kan, oppa? Karena aku sempat jadi antifans salah satu member grup mu, ya, kan?” Dari awal aku memang berusaha sekuat tenaga menganggap ini semua hanya sebuah permainan mereka. Otakku masih belum bisa membayangkan, seorang artis ternama bisa menyukaiku. Sekalipun aku pernah membenci jongwoon, tapi tanggapan aku tentang jongwoon sepertinya memang egois sekali. Tidak, aku pungkiri mereka emua memang hebat.

“aku tidak bohong, minhyo ah!” Pekik heechul. “aku juga tidak mengerjaimu, aku serius! Bahkan semua member juga tau dia menyukaimu.” Kata nya lagi.

“eo? Bagaimana bisa?” Kataku memincingkan mata masih tidak percaya.

“kau ingat, waktu masa orientasimu dulu eoh? Saat kau disuruh panitia ospek untuk meminta tanda tangan seorang artis dikampus ini dan panitia itu menunjuk yesung..”

aku terdiam sesaat mencoba mengingat kejadian itu, saat itu aku melihat jongwoon sedang tiduran di 2 bangku yang satu ada dikepalanya yang satu jadi tumpuan kakinya, aneh! “ya, aku ingat, lalu?”

“nah, kau tahu? Sepulangnya dia dari kampus, dia jadi sangat bawel sekali. Dia bilang ada ulzzang dikampusnya, semenjak itu dia selalu menceritakan kepada siapa saja yang dia lihat di apartment setelah melihatmu.”

“geurae.. Aku bahkan sejak itu justru membencinya” aku menyengir sambil menggaruk-garuk kepalaku.

“ya! Katakan padaku kenapa kau membencinya!” Sahut heechul.

aku hampir saja menyebutkannya, saat apa yang terjadi sebelum hari dimana acara pesta teringat dalam pikiranku seperti angin yang menyapu begitu saja kesan awalku pada jong woon. "jangan membenciku lagi,jebal"  ucapan jong woon tiba-tiba melayang di pikiranku.

“ya!! Kenapa diam? Apa sekarang kau benar2 menyukainya?” Tanyanya geli.

“cih, molla” sahutku pendek.

“pipimu, merah!”Kemudian di terkekeh hebat, meski aku sudah menutupi pipiku yang memang terasa panas ini. “aku jadi tidak sabar” katanya lagi.

“tidak sabar apa?” Tukasku

“tidak sabar melihat kalian pacaran..” Dia terkekeh semakin kencang.

“tidak akan!” Pekikku sengaja didekat telinganya dan itu membuatnya harus menusuk-nusuk lubang telinganya dengan jarinya sendiri.

*****

saat aku sampai dimeja makan, aku mendapati eomma dan appa sudah mulai menyantap makan malam berdua.

“appa, tumben sudah dirumah?” Kataku menggeret kursi bermaksud ingin duduk.

appa tersenyum, “cepat makan lah”.

“eo” gumamku.

appaku ini biasanya pulang bekerja tidak pernah secepat ini. Apalagi sekarang dia tengah sibuk mendisign departement store disalaha satu daerah gangnam-gu, appa selalu berusaha apa yang dia lakukan bisa berguna bagi manusia juga tidak merusak lingkungan, jadi beliau harus lebih ekstra mendisign dept.sotore yang ramah lingkungan.

“cha, aku sudah selasai. Aku kekamar ya.” Kataku beranjak pergi.

“minhyo ah, kau jangan kemana-kemana lagi ya, dirumah saja”

“ne”

*****

            ‘minhyo ah! Ya! Neoneun micheisseo?’ aku bicara dengan pantulan diriku sendiri dari kaca dikamarku. Aishh! Belakangan ini aku cuma memikirkan itu? Kim jong woon? Sepertinya aku sudah benar-benar gila! Bahkan aku sudah mengacak-acak rambutku sendiri, sempurna sudah kegilaan ku.

            "minhyo ah, mwo hae?" eomma menyembulkan wajahnya dari balik pintu kamarku. Rupanya eomma memperhatikan kelakuanku daritadi.

            “ah.. Amugeotdo ani (bukan apaapa), hehe” aku merapihkan rambutku lagi.

            eomma mengangggukan kepalanya, "kebawah sebentar yuk! Teman appa eomma sedang menunggumu dibawah." kata eomma tersenyenyum.
"menunggu aku?"tanyaku heran menunjuk diriku sendiri.
"ne, sisir rambutmu.. Bajumu, ganti dengan yg lebih rapih ne.. Eomma tunggu dibawah" katanya kemudian menutup pintu.
Ini teman eomma yang mau datang hari sabtu bukan sih? Kenapa datang sekarang?
Aku bisa langsung menangkap 2 pasang suami istri yang pasti adalah teman orng tuaku saat aku menuruni tangga setelah aku merapihkan penampilanku.
"nah, itu dia sudah datang" seru oppa ku yang menoleh mendengar derap langkahku
"annyeong haimnika naneun shin min hyo imnida" aku memberi salam,
"anak yang manis" puji perempuan berambut ikal pendek dengan muka bulat, sedangkan suami disampingnya tersenyum melihatku. Aku juga sempat meliaht eomma appa yang tersenyum senang. "ayo kemari, duduk bersama kami" kata perempuan itu menghampiriku bermaksud menarik lembut tanganku untuk duduk disampingnya.
"jadi gini hyomin ah" kata appa memulai percakapan membuat aku menengok kearahnya. "kami sudah berteman sudah berteman sejak sekolah menangah." lanjutnya
"ne, hehe. Pasti sudah sangat akrab." kataku lagi sambil nyengir.

"ah, benar kami sudah sangat dekat, bahkan seperti keluarga sendiri, bukan begitu kyungie?" kata eomma membenarkan.
"ne," kata perempuan disampingku yang mulai menggenggam telapak tanganku.
"akan lebih baik kalau kita benar2 menjadi keluarga." timpal lelaki berkacamata yang adalah suaminya.
Aku tertawa kecil mendengar pembicaraan mereka, tapi itu hanya sedetik, selanjutnya. Eoh? Keluarga? Mataku melebar menyadari ada yang aneh.

            “appa, ingin kamu mencoba mendekatkan diri dengan anak nyonya kim, ne..?” Pinta appa.

            “maksud appa?”

            “kami ingin, kalian menikah minhyoshi..” Kata nyonya kim.

            “mwo? Menikah?” Kataku tidak percaya, ah! Gila.. Rasanya aku akan.. Pingsan. Tapi tidak pingsan-pingsan juga.

*****

            “eunri ah, aku harus bagaimana?” Kataku hampir menangis menceritakan kejadian semalam. Aku benar-benar tidak ingin dijodohkan, apalagi menyakiti orang tuaku.

            “ya, bagaimana?” Katanya melempar pertanyaan.”Apa kau sudah bertemu lelaki itu?” Tanyanya lagi sambil terus fokus pada jalan,

            “belum” jawabku singkat melengos menatap jendela mobil.

            “sebaiknya tunggu sampai kalian berdua bertemu dulu, baru kau memutuskan. Orang tuamu juga pasti memikirkan yang terbaik untukmu”

            “geundae..” Gumamku. Ah, tidak mungkin aku menceritakan tentang jong woon kepada perempuan ini.

            “eii.., sekarang kita kemana eoh?”

            “itu, kesana saja..” Kataku menunjuk sebuah cafe kecil saat mobil kami meluncur didaerah gundae.

            “ok.”

            setelah eunri memakirkan mobilnya, aku mengikutinya masuk kedalam kafe ini kemudian memesan kopi hangat dan duduk tidak jauh dari tempat kasir.

            “ya. Aku baru menyadarinya.” Seru eunri, dia menunjuk mataku sekarang. Pasti dia mau membahas mataku yang bengkak.

            “kau menangis semalaman eoh?” Kata eunri mendekatkan wajahnya memperhatikan mataku.

            aku mengangguk, mengiyakannya.

            “aigo, kenapa kau tidak langsung menolak perjodohannya saja.”

            “tidak mungkin, kau kira aku tega melihat eommaku kecewa? Lagipula..” Aku terdiam sejenak, menggantung perkataanku.

            “lagi pula apa?”

            “nyonya kim sangat baik padaku.” Kataku pelan, lalu menyesap kopi ditanganku.

            “begitu?”

            aku hanya mengangguk. Kemudian aku dan eunri terdiam, sibuk dengan pikiran kami masing-masing. Fikiranku melayang membayangkan sosok anak lelaki teman appa dan eomma, memikirnya bagaimana caraku untuk menolaknya, dan juga tentang kim jong woon. Bahkan aku tidak tahu, kenapa aku masih memikirkan perasaan jong woon yang sebenarnya atau memang aku ... Aigo, aku merindukannya.

            “ya! Ya! Ya!, kenapa diluar ramai sekali, eoh?” Seru eunri yang menepuk-nepuk lenganku.

            aku tersentak melihat kearah pintu masuk. Seorang pria yang memakai kemeja kotak-kotak abu dan jeans hitam juga ransel dipunggungnya masuk diikuti kerumanan remaja perempuan yang berteriak beberapa bahkan membawa kamera dslr untuk memfoto pria itu. Para remaja itu semakin banyak.

            “oppa, annyeong” begitu satu teriakan yang dapat kudengar. Lelaki itu membungkuk.

            “kita pulang saja eunri, ramai sekali disini” kataku yang mulai bangkit dan keluar dari kursi.

            aku mengambil tasku, bersiap untuk pergi. Saat aku memutar badanku kebelakang, dengan jelas aku sekarang tahu siapa pria itu.

            “jong woon” gumamku tertahan ditenggorokan, jong woon yang sempat menatapku hanya melengos saja, seperti tidak mengenalku.

            aku terdiam, membiarkan jarum kecil ini menusuk hatiku. Aku lebih senang melihat dia dikerumuni perempuan daripada seperti ini. Dikerumuni perempuan, aku masih bisa melihat senyumnya. Tapi tadi, bahkan dia tidak menganggap aku ada apalagi tersenyum.

            “eii,  kajja” eunri menarik tanganku bermaksud untuk keluar dari kafe ini. Kakiku melangkah keluar, tapi wajahku masih mengarah pada jong woon yang kini sudah berada dibelakang kasii. Jadi, dia bekerja disini juga.

            ‘setidaknya dia sudah bisa tersenyum lebih lama’ batinku.

*****

            kakiku ku selujurkan diatas sofa, tanganku tidak lepas-lepasnya menggengam remote tv, menganti ganti channel yang satu ke yang lainnya. Entahlah, siaran tv malam ini lengkap mengumpulkan mood jelekku.

            “ya! Channel yang tadi.” Seru eomma yang duduk di sofa sebelahku sambil menepuk-nepuk pahaku,

            “sakit eomma!” Aku meringis saat mengelus-elus pahaku, lalu memijit tombol remote tv.

            “ya! Siapa suruh menganti-ganti channel seperti itu? Buat pusing aja!”

            aku merengut memberikan remote tv itu kepada eomma, lalu pergi kekamar.

*****

            “hei! Hei” teriakku memanggil eunri yang baru saja akan menaiki mobil seung yang tengah terparkir di parkiran kampus. Eunri menoleh dan menganga melihatku berlari menghampirinya.

            “ya! Ada apa?”

            aku mencoba mengatur nafas, “kalian mau kemana?” Kataku ngos-ngosan. Eunri dan seung gi saling menatap.

            “hanya ingin jalan-jalan saja,” kata seung gi perlahan. “memangnya kenapa?”

            “aku ikut sampai toko buku di daerah dongdaemun ne..” Kataku mengapitkan tangan.

            “aish kau! Kau bisa naik bus kesana kan. Kami tidak akan sejauh itu.” Kata eunri kesal. Aku abaikan eunri yang kesal, dan mulai membujuk seung gi dengan tampang memelas.

            “ada buku yang harus aku beli untuk bahan praktikumku, tolong antarkan aku, seung gi-shi.”

            seung gi melihat eunri dulu, seperti meminta persetujuan tapi eunri seperti melempar balik kepada seun gi. “ya sudah, naik lah” kata seung gi akhirnya.

            aku menepuk tanganku yang tadinya diapitkan, “gomawo seung gi shi,” kataku, kemudian “jeongmal gomawo eunri-ya!”

            aku sama sekali tidak perduli kalau memang akan jadi obat nyamuk diantara eunri dan seung gi yang sedang bermesraan di dalam mobil ini. Aku hanya harus mendapatkan buku itu segera, sebelum praktikum itu segera dilakasanakan.

            “terima kasih banyak, sahabat-sahabatku.” Ucapku yang kini sudah berada diluar mobil membungkuk sedikit kepada temanku yang masih berada didalam mobil dengan kaca jendela mobil yang terbuka.

            “ne, kau bisa pulang sendiri kan?” Tanya eunri. Aku tau anak ini pasti bermaksud memintaku jangan minta dijemput atau ditunggui.

            “haha, keurom, kalian pergilah, selamat bersenang-senang” aku melambaikan tangan, kemudian mobil hitam seun gi memutar arah setelah mereka membalas lambaian tanganku.

            sudah lima belas menit aku didalam toko buku ini, tapi belum juga mencari buku yang jadi tujuan utamku kesini. Aku sepertinya lebih tertarik ke arah rak yang tersusun rapih buku-buku mengenai musik.

            tidak perlu berlama-lama mencari diantara deretan bukuku itu atau mencari di mesin pencari untuk buku mengenai super junior. Bahkan saat hanya sekali menoleh aku sudah dapat menemukan buku-buku tentang mereka. Setidaknya, ada perasaan bangga aku pernah mengenalnya, dan mereka juga mengenalku. Entah ditarik oleh siapa wajahku ini, tahu-tahu mataku menyorot kearah buku “art of voice’s super junior’ yang dibuku itu dengan jelas aku bisa melihat wajah jong woon yang mengukirkan senyum. Aku mengulurkan tanganku bermaksud melihat-lihat buku itu.

            “akh!” Aduhku ketika badanku terasa didorong dari belakang. Wajahku hampir saja terbentur rak buku.

            “jwesonghamnida, agashi” kata pemilik suara yang tengah memegang bahukuku menahanku agar tidak terbentur rak. Dia melepaskan tangannya dari bahuku saat aku memutar badanku kearahnya.

            dengan cara mendongak keatas aku mencari wajah pemilik suara itu. Aku membesarkan bola mataku melihat apa yang aku lihat.

            “shin min hyo-ya!” Seru pria tinggi itu sumringah.

            “lee min ho oppa!” Balasku    tidak kalah sumringah.

            lee min ho adalah sunbaeku saat aku masih sma, kami sangat dekat bahkan aku sempat menyukainya tapi aku tidak berani memelihara perasaan itu. Hubungan seperti sahabat lebih baik kan?. Saat lulus sma min ho oppa masuk kedalam dunia entertain, sejak saat itu kami jadi sulit sekali bertemu, apalagi setelah dia debut dan harus sering pulang pergi dari negara satu kenegara lain.

            ah, dia tidak kalah hebat, kan, dengan si kepala besar?. Aku membatin.  Tapi aku segera mengetuk-ngetuk kepalaku sedetik kemudian, “pabo! Kenapa dia lagi-dia lagi yang ada diotaku” gumamku.

            “mworago (apa katamu)?” Tanya min ho oppa yang terlihat bingung.

            “ah, aniyo..” Ucapku menyengir, min ho ikut tersenyum.

            kami sekarang sedang duduk diarea lotte word, memandangi anak-anak yang sedang berlari, merengek kepada ibunya untuk menaiki salah satu arena, juga beberapa pasangan kekasih yang yang lalu lantas didepan kami dan duduk dibangku sekitar tempat kami duduk.

            lee min ho membuka masker dimulutnya bermaksud menikmati es krim yang sedang dipegangnya tanpa membuka kacamata hitam dan hoodi yang menutup sedikit wajahnya agar tidak terlalu dikenal orang-orang disini.

            “oppa, bogoshipo..” Ucapku saat menatap lelaki tampan disampingku.

             lee min ho tidak langsung menatapku, kulihat dia diam sebentar dalam wajahnya yang menunduk lalu menoleh ke arahku. “mworago?” Katanya, aku sekejap langsung menunduk.

            “dwaesseo (lupakanlah). Oppa serpeti harus datang ke dokter tht” aku merengut.

            “aish. Katakan sekali lagi, jebal. Aku penasaran!”

            “shirheo” kataku pendek.

            “ya, kau selalu begitu!” Tegur minho, “jangan, membuatku penasaran, ayo katakan!”

            “oppa juga selalu begitu, selalu membuat aku harus bicara dua kali. Oppa benar-benar harus pergi ke dokter rupanya.”. Sifat ini yang aku tidak suka dari oppaku ini. Disaat aku mengatakan isi hatiku, dia selalu memintaku mengulang. Apa dia tidak mengerti kalau ini sangat memalukan, perempuan mengungkapkan isi hatinya kepada lelaki. Aishh.

            aku merasa ada yang berat dikepalaku, aku mengerjap menyadari tangan min ho oppa mengelus rambutku acak, tapi kemudian dia mengelusnya pelan bermaksud merapihkan rambutku lagi. Ah, aku juga merindukan kebiasaannya yang ini. “nado,” katanya dengan suara rendah.

            “eoh?” Gumamku.

            “nado bogosipo min hyo-ya!” Dia tersenyum. Dulu, senyumnya yang seperti ini mampu membuat hatiku berdesir tidak karuan, membuatku ingin meloncat kegirangan. Tapi, sekarang perasaan itu tidak seperti itu, meskipun aku sangat merindukannya.

            “kau, merindukanku? Aishh.. Geotjimal!” Kilasku lalu mulai mencibir. “bagaimana bisa merindukanku tapi tidak menghubungi ku?”

            “min hyo-ya kau tau aku sib..”

            “ya aku tahu! Kau sangat sibuk, sangat sangaaat sibuk.” Kataku memotong omongannya. “artis zaman sekarang lebih sibuk dari presiden sepertinya.”

            min ho mengerenyitkan keningnya, “kenapa bicaramu seperti itu, aku belum selesai bicara ya..” Tegurnya mengingatkan, dan mulai menjelaskan yang sebenarnya. “aku memang sangat sibuk, tapi keinginanku untuk menghubungi sahabatku ini (dia menjentik hidungku) tidak pernah hilang. Saat di bandara aku kehilangan ponselku, sedangkan nomor rumah, dan ponselmu ada disana. Kau juga pindah rumah kan?”

            aigoo, oppa, “tahu dari mana?”

            “tahun lalu aku kerumahmu, ingin mengantarkan oleh-oleh tapi sepertinya rumahmu sepi. Saat aku kesana bulan lalu juga masih sama. Sepi.” Jelas min ho berhasil membuatku bersalah.

            “oppa~ mianhae..” Kataku lirih.

            “dwaesseo, ige..” Dia meyodorkan ponsel mahalnya. “ketikan nomormu”

            selesai mengetik nomorku, ponsel itu kukembali kan lagi.

            derrttt.

            aku mengabil ponsel biasa-ku dari dalam tas coklat, nomor tak dikenal muncul di layar ponselku.

            “itu nomorku, simpan ne,” katanya tersenyum lalu memasukan ponselnya kedalam saku celana jeansnya.

            “ne,”

            “aigo, min hyo-ya, aku ada jadwal syuting sebentar lagi.” Dia menatapku tidak enak hati setelah melihat jam tangannya. “aissh, aku harus mengantarkanmu pulang sekarang.”

            “aku pulang sendiri saja oppa, kau pergi saja.” Kilahku.

            “ani, aku harus mengatarkanmu. Aku juga ingin tahu rumahmu.”

            aku baru saja mau menolak lagi, tapi dia sudah menarikku bangkit lalu, “kajja, jangan membantah oppa-mu.” Katanya seraya mendororong-dorong pelan punggungku agar berjalan kedepan.

*****

            “nanti malam kita keluar ya” min ho agak mencondongkan badannya dari dalam mobil saat aku sudah keluar dari mobilnya.

            “oppa, tidak sibuk?”

            dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

            aku tersenyum, lalu “baiklah, sampai nanti.”

            mobil mewah berwarna merah itu kemudian meluncur pergi dari hadapanku setelah lelaki tampan didalamnya tidak lupa mengukir senyum termanisnya –untuk ku-. Haha. Bahkan aku tidak sadar kalau sudah cengengesan sendiri sambil beranjak masuk kedalam rumah. Sunbaeku itu, sudah banyak berubah. Sekarang badannya sudah berisi tidak seperti dulu yang tampak kurus. Gayanya juga, aku yakin tidak akan ada satu orangpun wanita disana mampu menolak pesonanya. Padahal saat sekolah dulu dia adalah lelaki yang tidak bisa lepas dari buku tidak terlalu memikirkan gaya sama sekali. Dia salah satu siswa berprestasi disekolah. Tapi soal paras tampannya, dia memang sudah memiliki itu sejak dulu.

            “ya, min hyo-ya, mwohaeyo?” Kata eomma melihatku dengan heran.

            “amugeotdo aniya..” Jawabku sambil mengelus-elus tengkukku. Pasti eomma heran karena aku berjalan sambil senyum-senyum. “aku kekamar dulu, ne”.

            “ah, jamkkaman!” Eomma bangkit dari sofa. “kesini dulu sebentar?”

            aku mengerutkan dahi, “ada apa?” Katku sambil berjalan mendekati eomma. Saat semakin dekat aku mengikuti eomma yang sudah lebih dulu duduk si soffa ruang keluarga.

            “min hyo-ya” kata eomma pelan. “soal perjodohan itu..” Lanjut eomma perlahan.            Saat itu juga otakku mulai kusut, membayangkan pernikahan dengan orang yang tidak aku cintai pasti sangat menyebalkan. Tapi aku bisa apa? Selama ini aku belum pernah membahagiakan orang tuaku sama sekali, aku tidak tega bilang “tidak mau”. Lagi pula mereka akan menjadikan alasanku yang tidak pernah berpacaran sejak sma sebagai benteng kokoh dari perjodohan ini.

            “soal perjodohan itu, kau bukannya belum memberi keputusan?” Tanya eomma. “apakah kau mau apa tidak, kau belum bilang kan?” Lanjutnya.

            “memangnya, kalau aku menolak perjodohan ini akan batal, eomma?” Tanya ku sedikit bersemangat. Pertanyaan eomma membuat aku sedikit berharap, keputusanku benar-benar akan berpengaruh terhadapa hasil akhir dari rencana perjodohan ini.

            “eomma sangat berharap kau menyetujuinya, eomma sangat senang saat mengetahui seperti apa anak teman eomma itu.”

            tubuhku yang semula tegak, kini menjadi lemas. “menolakpun rasanya percuma.” Kataku tak semangat. “sayangnya aku tidak ada keberanian meloncat dari atap gedung untuk tega melihat orang tuaku menangis.”

            “museun soriya (apa maksudmu)!” Bentak eomma yang disusul serangan tangannya di bahuku.

            aku meringis memegangi bagian yang terkena tepukan eomma, “apheo..” Gumamku.

            “kau tidak akan menolak, dan kau juga tidak perlu berlama-lama berkenalan dengannya.. Anak itu sangat baik dan menyenangkan.”

            “oemma sudah bertemu dengannya eoh? Seperti apa dia? Berkumis? Gemuk? Atau kerempeng?” Kataku masih meringis.

            “ahhh, eomma belum bertemu, tapi eomma sudah melihat fotonya. Dia tampan!” Eomma sekarang justru mencubit pinggangku.

            “eomma.. Apheo. Belum bertemu kenapa bisa bilang dia baik apalagi menyenangkan, molla, jeogiyo aku kekamar dulu.” Aku bangkit dan berangsur menaiki tangga ke kamar.

            “ya! Tidak sopan! Jangan seperti ini dengan calon mertuamu nanti!” Teriak eomma. Omeo.. Calon mertua? Aku lebih memilih diam dan pura-pura tidak mendengar.

*****

            pukul 18.00. Aku membalik halaman buku penuntun praktikum berikutnya. Aku bahkan sudah mempelajarinya sejak sejam jam yang lalu. Dan ini sudah kali ketiga aku memahami isi penuntun praktikum ini. Ya! Kalau besok bukanlah ujian praktikum, mana mungkin aku belajar. Aku sedang memangku kepalaku dengan tangankananku, mencoba mencerna kata-kata yang sedang aku baca, saat posel putihku bergetar diatas meja.

            min ho oppa!

            “yeoboseyo”

            “min hyo-a mwo hae? Malam ini jadi, kan?” Tanya suara ditelpon itu.

            aku menepuk dahiku, aku lupa. “ah, mianhae aku hampir saja lupa. Harus jadi dong. Jam berapa oppa?”

            “jam setengah 8 aku jemput, ne”

            “ baiklah, sampai nanti.”

            aku lalu langsung melesat kekamar mandi setelah telepon dimatikan. Mengambil kaos putih dan celana panjang hitamku, serta membaluti tubuhku dengan mantel merah. Rambutkupun hanya aku ikat cepol asal. Bagaimanapun aku harus membantu min ho oppa agar penyamarannya tidak ketahuan orang saat berjalan denganku. Kalau aku berpenampilan keren bukannya itu justru akan mencolok perhatian orang? Lagi-lagi aku tetawa kecil. Siapa juga yang mau melihatku. Batinku.

*****

            “ayo masuk,” min ho oppa menyodorkan box popcorn. Kami berdua masuk kedalam ruang theater. Tidak seperti saat menonton film dengan jong woon yang hanya berduaan saja didalam. Disini juga ada beberapa orang yang ikut menonton. Dan min ho oppa meminta aku yang memilih filmnya, sedangkan jong woon tidak. Min ho oppa juga sempat menebarkan senyumnya saat beberapa orang mengenalinya, dan seperti tidak terlihat takut akan muncul gosip macam-macam gegara jalan berdua denganku.

            “min hyo-ya.. Kau pegang yang ini, dan aku yang ini.” Min ho menyodorkan 3 lembar foto, dan menyimpannya 3 lembar foto yang lain. Sebelum menonton film, aku merengek minta berfoto berdua di salah satu foto box didalam mall itu. Sudah lama aku tidak berfoto dengannya. Aku teringat, saat jepretan awal, oppa ini sangat masih kaku. Mungkin karena tuntutan kariernya yang terbawa hingga didunia nyata. Akhirnya aku mengancam pulang saja kalau dia masih seperti. Dan lihatlah foto-foto ini. Dia sangat lucu, seperti saat sekolah dulu.

            aku meraih foto itu, dan tersenyum sendiri melihat foto min hyo yang bergaya seakan ingin mencium pipiku. Aku menengok kearahnya saat dia mulai ingin menjalankan mesin mobilnya untuk pulang.

            “kalau foto ini sampai ketangan wartawan, habislah kau, oppa.” Seruku berlagak mengancam.

            “kau mengancamku, eoh?” Katanya mengedipkan mata tiga kali berpura-pura kaget. “tau gitu, kenapa tidak benar-benar meciummu tadi ya? Pasti aku akan makin terkenal”

            “ah, andwe! Oppa akan membuat aku dibully fans lagi. Aku kapok. Andwe!” Seru ku teringat kejadian saat para cloud menyerbuku dengan telur busuk waktu itu.

            “kapok?” Minho menghadpkan wajahnya kearahku sebentar.

            “ne, fansnya jong woon. Yesung super junior pernah ngebully aku, hanya karena twitter” kataku kesal.

            “kau berurusan dengan super junior? Neo micheosseo ye?”

            “ah, oppa.. Kenapa membela dia eoh? Aku hanya mengungkapkan apa yang aku lihat kok”

            “aku bukannya membelanya. Aku menghawatirkanmu min hyo-ya. Super junior itu fansnya ada dimana-mana. Jangan sok-sok an jadi anti-fan ya. Aku tidak mau kau kena batunya.”

            “ah, oppa.. Kau tidak mengerti.” Kataku kesal putus asa.

            “aku hanya tidak ingin kau kenapa-kenapa, minhyo-ya”

            “terserah lah.” Kataku melengo memandangi luar jendela.

            aku hanya tidak bisa membantah sahabat dan juga oppaku ini. Sejak dulu aku hanya menggunakan kata “terserah lah” saat dirasa dia tidak ingin dibantah lagi. Sekarang min ho oppa sudah pergi, sebelumnya dia membujukku agar tidak marah. Walaupun aku memang tidak marah, tapi aku senang saat oppa membujukku seperti itu. Malam sudah larut, bahkan rumah sudah sepi. Aku benar-benar seperti maling sekarang, mengendap-endap masuk kamar ditengah gelapnya rumah ini. Badanku sudah sangat rindu dengan empuknya kasur dikamar.

*****

            aku sedang menikmati sunset dipantai bersama min ho oppa, tapi tiba-tiba datang seorang pria yang lebih pendek dari min ho oppa dihadapanku. Jong woon-a. Dia hanya diam saja. Saat aku ingin mulai bertanya untuk apa dia kesini, tiba-tiba saja aku merasa ada sesuatu yang membuat min ho oppa memegang tanganku lebih erat. Ah, bergoyang. Bumi bergoyang. Badanku terasa dihempaskan kekanan dan kekiri. Omeo!! Gempa bumi.

            “aaaaa! Oppa gempa bumi!!” Teriakku sekencang-kencangnya.

“ya, mana gempa?! Irreona. Palli” eomma menepuk nepuk bokongku.

mwo?! Hanya mimpi!

aku mengucek mataku untuk memperjelas pandangan jam di dinding kamar yang kabur.

“ya! Jam setengah 7!”  Seruku seraya menyibakkan selimut dan loncat dari kasur.

tidak ada waktu untuk mengumpulkan nyawa atau menikmati nikmatnya air dipagi hari ini. Ini ujian praktikumku, aku tidak boleh telat!. Aku menyempatkan melihat jam saat keluar dari kamar mandi. Oh, rupanya hanya 5 menit aku berada didalam kamar mandi lumayan juga, biasanya, kan, setengah jam. Aku memakai baju apa sajalah, yang penting tebal dan wajar, lupakan tentang gaya!

“oemaa, aku makan di bus saja. Aku telat.” Kataku yang saat itu menyambar roti selai nanas cepat-cepat, lalu ingin bergegas pergi.

“jamkkanman! Tunggu!” Sergah eomma membuatku terpaksa menoleh tidak sabar. “nanti malam keluarga kim akan datang, jam 5 sore kau harus sudah dirumah.” Kata eomaa sambil berteriak membuatku terdiam sesaat.

“ah, geurae.” Gumamku. “terserah eomma saja. Aku berangkat dulu.”

selama diperjalan, sambil melahap roti dan air mineral pikiranku menebak-nebak, apa keluarga kim akan membawa anaknya kali ini?. Kemudian menebak yang akan terjadi elanjutnya, malam ini mereka akan memperkenalkan anaknya, minggu depan akan menunangkan kami, lalu cepat atau lambat aku akan menikah. Aigo.. Aku kesal sendiri dengan pemikiranku malah tampa kusadari tanganku yang menganggur udah mulai mengacak2 rambutku. Seperti inikah jalanku menemui jodohku oeh?. Gumamku. Aku menghembuskan nafas berat. Jodoh? Hey! Belum tentu kan, dia jodohku, siapa tau dia akan menolak aku mati-matian kan setelah melihat aku yang ‘setengah’ wanita ini lalu kami batal menikah. Yah.. Semoga saja.

dengan ketelitian, aku mengerjakan soal-soal praktikum. Aku harus cepat-cepat lulus kuliah. Dengan begitu aku bisa mencari pekerjaan diluar negeri dan hilang dari perjodohan ini. Aku berjalan keluar ruang kelas. Tangan kanan ku menahan tas dipundakku agar tidak merosot turun, tangan yang satu lagi memijat-mijat tengkukku yang terasa kaku. Bagaimana tidak, hampir dua jam aku menunduk terus seperti itu.

“ah..” Aduhku saat perutku mulai berbunyi menuntut dimasukan makanan.

aku buka laptopku diatas meja kafetaria kampusku sambil menyesap susu coklat hangat. Kemana lagi jariku akan membawaku kalau bukan ke twitter.com. Sekarang mulutku sudah sibuk mengunyah pancake yang beberapa saat lalu aku beli ditempat yang sama.

uhukkk..

ya, hampir saja aku menyembur isi makanan dimulutku. Aku menyambar susu coklat lalu tertawa sendiri melihat apa yang muncul di layar laptop ini. Haha.. Akun @shfly3424 mengupdate akun nya dengan menulis, ‘kkomingman kita’. Bahkan dia juga mgnyertakan foto kkoming yang memakai baju superman sedang berdiri dengan dua kakinya. Anjing itu memang sangat lucu. Seandainya aku bisa bermain dengannya lagi.

“ah, aku cemburu dengan kkoming.” Suara salah satu mahasiswi di kafetaria itu berdengung dikupingku. Aku yang tersadar mencari sumber suara. Ternya sekumpulan mahasiswi sedang berkumpul dimeja belakangku.

“nado, sepertinya yesung oppa harus membagi kasih sayangnya.” Sahut perempuan lainnya.

aku yang diam-diam menguping pembicaraan mereka, mulai mengerenyitkan dahi.

“ri yeon, memang cantik.. Tapi aku lebih suka dia dengan moon geun young.” Lanjut perempuan tadi.

“tapi ri yeon dan yesung oppa punya barang-barang yang sama, jelas sekali mereka berpacaran. Cincin hitam mereka pun tidak pernah dilepas barang satu hari saja.” Sela perempuan lainnya.

“aku sih tidak masalah oppa pacaran dengan siapapun. Semoga saja ri yeon bukan wanita selanjutnya yang akan meninggalkan jejak luka untuk oppa lagi.” Perempuan yang pertam kali bicara kembali bersuara lalu disusul tawa yang lain.

benarkah mereka berpacaran? Jariku mulai bergerak men-google-ing keyword ‘cincin hitam yesung’. Benar saja, aku langsung disajikan berbagai berita tentang  yesung dan salah satu anggota girl group yang sudah sangat terkenal. Mereka mempunyai cincin hitam dan beberapa barang yang sama. Ada sesuatu yang aku rasakan. Entah itu kecewa atau cemburu, tapi aku lebih menguatkan pada kata kecewa. Ya, kecewa karena heechul oppa sudah membohongiku.

derrt derrttt, ponsel ku bergetar .

‘min hyo ah, ada sesuatu yang ingin aku berikan tapi aku tidak bisa pergi. Bisa kah kau pergi ke kafe mr didaerah gundae sekarang?’ – minho oppa.

            setelah membalas sms, aku segera beranjak meninggalkan kafetaria ini. Saat aku bangkit, aku sempat mendengar perempuan-perempuan tadi masih juga membicarakan idola mereka membuatku sedikit menggelengkan kepalaku. Apakah mereka tidak punya pacar? Kenapa membicarakan pria lain? Gumam ku menggeleng-gelengkan kepala.

*****

            hanya ada satu kafe disini, dan aku baru menyadarinya saat turun dari taxi. Jong woon pernah datang kesini juga. Dan waktu itu dia menjadi kasir kan?. Batinku mengingat kejadian saat jongwoon datang bersama kerumunan fansnya dan dia berdiri dibelakang mesin kasir.

aku memesan hot chocolate, dan duduk menghadap jendela. Aku menengok ke kasih lagi, tidak ada jongwon. Gumamku. Lalu kembali menatap jendela.

“min hyo-a” seru suara yang ku kenal. Aku sedikit tersentak dan mendongak kepalaku sambil tersenyum melihat siapa yang datang.

“min ho opppa” sahutku senang. Dia mengenakan mantel abu-abu selutut, dengan dua paper bag besar ditangannya. “keuge mwo?” Aku menunjuk tas-tas besar itu. “habis belanja?”

“aniya.. Ini buatmu. Oleh-oleh yang dari jepang bulan lalu yang tidak sempat aku berikan karena rumahmu kosong.” Lelaki itu meletakkannya diatas meja.

“oh, jinjja?” Aku membuka tas-tas itu. “woah.. Jjang! Johahaeyo oppa! Gomawoyo!” Seruku melihat isi tas tersebut.

lelaki tinggi itu tersenyum puas melihatku kegirangan. “ya, aku tidak kau pesankan minum, eoh?” Katanya kemudian dengan ekspresi tidak percaya. “aigo..”

aku menatapnya sambil memerkan deretan gigiku dengan tatapan bersalah. “ah, mianhae.. Akan kau pesankan.” Aku berdiri berniat memesankan sesuatu.

“tidak usah. Itu saja buatku” katanya menunjuk minumanku, kemudian meraihnya dan meminumnya. Aku terdiam tidak berkedip melihat kelakuan sunbae ini. “ah, mashitda..”

melihat aku yang tidak berkedip, tangannya bergerak menjitak pelan keningku. “ah, appeo” dengusku lantas dia menertawaiku.

baru saja bertemu 15 menit, min ho oppa bilang harus kembali bekerja. Aku tidak mungkin merajuk menahan sahabatku ini kan?

“benar kau pulang sendiri?” Tanya min ho oppa khawatir.

“ne, gwaenchana..” Kataku tersenyum.

“ah, baiklah.” Kata sunbae yang sudah merangkulkan tangannya di leherku ini.

saat kami berjalan menuju pintu keluar beberapa pasang mata tertuju pada kami. “mungkin diantara mereka ada yang mengenalimu, oppa” bisikku. Tapi min ho tidak menjawab dan terus saja merangkulku hingga membuka pintu utama kafe. Aku terdiam saat min ho oppa masih akan berjalan keluar. Menyadari aku yang tidak bergerak, lantas ia menoleh dan memiringkan kepalanya heran.

“wae?” Tanyanya.

mataku masih tertuju pada pandangan 5 meter didepan yang makin lama semakin dekat. Kim jong woon dan beberapa fansnya yang memegang kamera berjalan mendekat ke arah kafe.

“jeogiyo..” Aku mengerjapkan mataku tiga kali, menyadari lelaki yang tadi ada pada jarak 5 meter sekarang udah berada didepanku. “permisi, kalian menghalangi jalan kami.” Katanya dengan sopan dengan pandangan yang sulit aku artikan.

min ho menarik tanganku untuk memberi jalan. “jweisonghamnida..” Kataku kemudian meminta maaf. Fans yang membuntutinya melirikku aneh seperti berkata “mengganggu saja”.

*****

            aku mendecak melihat keadaan rumah yang sudah berbeda dari tadi pagi saat ia berangkat kuliah.

            “habis direnovasi?” Tanyaku. Tas besar ditangan ku letakan diatas meja ruang keluarga. Aku menuang air mineral didalam kulkas dan meminumnya.

             “ne, keluarga kim akan datang bersama anaknya nanti.” Jawab eomma.

            ah, benar. Dia datang malam ini.

            oema melirik tas-tas diatas meja. “kau habis belanja?”

            “ani. Ini dari min ho oppa.”

            “eoh, anak itu sudah pulang kenapa tidak mengunjungi rumah?” Tanya eomma kaget.

            “dia sibuk,” jawabku singkat lalu membawa tas-tas itu kekamar.

            “aissh, anak ini.”

*****

            jam 18.30 di ruang makan, aku membantu eomma dengan malas menaruh piring sendok dan sumpit diatas meja. Aku menghentikan kegiatanku melirik eomma yang begitu semangatnya mempersiapkan semua ini. Tadinya aku mau bertanya apa eomma serius dengan perjodohan ini. Tapi melihat eomma yang seperti itu, aku merasa sudah mendapat jawabannya. Aku menghembuskan nafas putus asa.

            Suara deru mobil terdengar sampai dalam rumah.

            “Sepertinya Appamu sudah datang.” Eomma memperhatikan seisi rumah. “Semua sudah beres. Kau bersiap-siap lah. Eomma dan appa juga kan besiap-siap. Mereka pasti akan segera datang.” Kata eomaa saat meletakan vas bunga di ruang tamu.

            “ne.” Jawabku singkat dengan malas dan berjalan kekamar.

            Aku yang baru saja bersiap-siap, tiba-tiba saja kepikiran akan pakai baju apa? Masa pakai celana jeans? Satu-satu dress yang aku punya itu yang waktu itu diberi Henry, tapi itu terlalu pendek, aku tidak suka. Aku melirik tas belanja yang diberikan Min Ho oppa yang belum aku sentuh lagi semenjak ku taruh dikamar.

            Seakan menemukan jalan keluar, aku menarik keluar baju terusan berwarna pink muda yang casual yang manis. Oppa, kau tahu aku tidak pernah memakai rok, dan kau memberiku ini diwaktu yang tepat. kataku padanya dalam hati. Gomawo! Batinku lagi. Aku berjalan ke kamar mandi untuk bersiap-siap. Saat keluar dari kamar mandi, aku mendengar ada suara asing dirumahku. Rumahku terasa lebih ramai.

            Tok tok tok.

            Aku mematikan hairdryer ditanganku. “Ne?” teriakku tanpa membuka pintu.

            “Keluarga Kim sudah datang. Palliwa!” sahut eomma dari luar kamar.

            “ne, sebenatar lagi.” Jawabku.

            Jantungku tiba-tiba berdesir, aku gugup.

            Setelah memoleskan bedak, dengan baju terusan warna pink muda dari Min ho Oppa juga dandanan senatural mungkin aku menuruni tangga dengan perasaan gugup yang semakin menjadi saat aku melihat, ahjeomma dan ahjeoshi Kim duduk di ruang tamu bersama seorang lelaki putih yang sepertinya seumuran denganku dengan kemeja merah kotak-kotak yang dibiarkan tak dikancingnya itu memperlihatkan kaus polos putihnya.

            “annyeong hasimnikka” aku membungkuk membuat semua mata tertuju kepadaku.

            “anyeong..” jawab keluarga kim bersamaan. Lalu aku duduk disamping eomma saat melihat minuman sudah berada dimeja. Tadinya aku mau mengambilkan minuman kalau belum disuguhkan.

            “apa kabar, Min Hyo shi?” tanya ahjeoshi.

            “baik, ahjeosshi. Kalian sendiri bagaimana?” kataku basa-basi dengan senyum. Mataku melirik lelaki yang berada disamping ahjeosshi.

            “ne, kami baik-baik saja.” Jawab paman berkacamata itu.

            Lelaki yang aku lihat dari tadi tampaknya biasa-biasanya, tidak tegang atau seakan tidak suka dengan acara ini.

            “paman, bibi, aku permisi ketoilet. Dimana ya toiletnya.” Lelaki tiu kemudian mengacungkan jarinya.

            “Min hyo-a, tolong antarkan ne.” Suruh eomma.

            Yang benar saja, masa aku-perempuan mengantarkan lelaki ke toilet. Aku tersenyum terpaksa “ne, ayo ikut aku.” Kataku seraya bangkit dan berjalan kearah toilet. Dan menunggunya keluar dari toilet.

            Aku tidak bisa menahan rasa penasaranku saat dia keluar dari toilet. “Ya, kau sepertinya santai-santai saja.” Tanyaku membuat lelaki itu mengentikan langkahnya dan menengok kebelakang.

            “Memangnya aku harus bagaimana kalau keluar dari kamar mandi?” tanyanya balik.

            “ani. Maksudku.. soal perjodohan itu..” jawabku dengan canggung.

            dia mengerenyitkan dahi. Lalu pergi menyusul keluarganya.

            Pandangan sinisku kepada lelaki itu harus hilang berganti senyum saat keluarga Kim sudah berada didepan mata. Dan aku kembali duduk ditempat semula.

            “Tadi, anak teman mama sudah datang saat kau mengantarkan adiknya ini. Sekarang dia sedang menerima telpon diluar.” Kata eomma.

            Aku mengangguk pelan.

            “Tolong bawa hyungmu kedalam, ne” bisik ahjeomma kepada lelaki seumuranku tadi.

            Lelaki itu menurut dan meminta izin pergi.

            “Aku benar-benar tidak sabar melihat kita semua menjadi keluarga.” Kata ahjeomma Kim.

            “Nado, apalagi sekarang anak kalian sudah sangat sukses. Tidak aku sangka kau masih menginginkan kita menjadi keluarga” kata appa.

            “Ya museun sorriya (apa maksudmu)?! Kau pikir kami melupakan janji kita? Anak kalian juga sangat manis, yeppeo..” sambar ahjeosshi membuat pipiku berasa panas.

            “YA! Lihatlah wajahnya sekarng berubah menjadi merah.” Balas eomma menunjuk pipiku yang merah.

            “ah, eomma.mwoya..” dengusku. Semua orang disana tertawa, termasuk aku.

            “Kau sudah selesai menelpon?” tanya ahjeosshi kepada seseorang yang baru datang.

            Aku melirik ahjeosshi,dan mengikuti pandangan kearah sosok lelaki yang datang berama adiknya tadi. Aku menatapnya bahkan tidak berkedip. Begitu pula lelaki itu. Jantung kun berasa mencelos, lalu berdegup lebih kencang melihat apa yang ada didepan mataku.

            Aku melirik eomaa seolah meminta penjelasan.

            “Ne, Lelaki itu adalah calon tunanganmu.” Kata eomma menjawab tatapanku.

            “jinjjayo? Eomma, Jangnan aniya (jangan bercanda).” Kataku berteriak dalam bisikku pada eomma.

            “Kami tidak sedang bercanda Min Hyo sshi.” Sambar ahjeosshi.

            “itu Kim JongWoon anak kami yang akan menjadi calon suamimu,”  Ahjeomma menjelaskan tersenyum. Aku melirik ahjeomma lalu melirik ‘calon suamiku’ yang kini menganggukan kepala memberi salam. Sekali lagi dia bertingkah seperti tidak mengenalku?. “dan yang disebelahnya adalah Kim JonJin.” kata ahjeomma lagi.

            Perutku, rasanya seperti ada kupu-kupu berterbangan didalam sana. Bagai mana bisa ahjeomma menjodohkan anaknya yang superstar itu padaku yang biasa-biasa saja. Bagaimana bisa Kim Jong Woon yang sudah punya kekasih menerima ini semua. Eommo.. aku benar-benar butuh ramuan untuk menghilang dari sini sekarang juga. Eommaa.. kenapa tidak bilang dari awal kalau yang akan dijodohkan itu adalah pria itu. Kesalku dalam batin.

*****

To be continue

*****

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK