home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Skinny Love

Skinny Love

Share:
Author : cessaluthfia
Published : 01 Sep 2016, Updated : 02 Sep 2016
Cast : Koo Junhoe; Jung Haeun (OC); Kim Jinhwan; Kim Donghyuk; Kim Hanbin
Tags :
Status : Complete
6 Subscribes |577 Views |6 Loves
Skinny Love
CHAPTER 1 : Final

“Gila, tadi keren banget!” kata Bobby sambil menepuk punggung Junhoe.

Junhoe mengendikkan bahunya, “Bukannya mau ngelawan, tapi…, gua cuma pengen tau. Gua nggak mau jadi orang bego yang nurut aja apa kata orang tanpa tahu tujuannya.”

"Sadis..!" Komentar Bobby.

“Bangga jadi pusat perhatian?” Tanya Haeun tiba-tiba. Murid-murid lain kaget karena Haeun tidak biasanya bicara seperti itu.

“Gua nggak minta mereka merhatiin gua. Mungkin mereka punya pemikiran yang sama kayak gua. Kenapa? lu takut ‘kan buat ngelakuin hal itu?” Tantang Junhoe.

“Nggak. Menurut gua itu bodoh.” Jawab Haeun santai

“Orang kayak lu nggak bakal ngerti. Orang kayak lu cuma bisa matuhin peraturan tanpa tahu esensinya. Kalau peraturan itu ternyata nggak ada gunanya, lu masih mau matuhin juga?”

“Peraturan itu dibuat orang-orang cerdas. Kalau ngerasa suatu peraturan itu nggak beresensi, lu bisa ngehapus atau bikin peraturan baru. Tapi lu harus lebih cerdas dari orang yang bikin peraturan itu. Lu emang pinter.., tapi dengan sikap lu ini? Gua ragu bisa disebut cerdas.” Balas Haeun sambil berjalan kembali ke tempatnya.

Junhoe terdiam menatap Haeun. Bukan karena ia merasa kalah, tapi karena ia baru saja menemukan orang semenarik Haeun.

Haeun duduk dan mengambil ponsel dari sakunya. Begitu melihat layar ponsel, ia menghela nafas.

“Kenapa?” Tanya Inha melihat perubahan wajah sahabatnya.

“Ada tugas dari guru bikin mading sama adek kelas, Kim Jieun. Udah gua pm-in di line tapi nggak ada respon. Kira-kira besok bakal dateng bikin mading pas pulang sekolah nggak ya?” Tanya Haeun lesu.

“Semoga. Kalau mereka emang nggak, gua bantu! Mau bikin dimana?” tanya Inha.

“Di koridor kelas. Bukan gitu, gua bisa aja ngerjain mading sendiri. Tapi gua nggak mau dia nggak dapet ilmunya” jelas Haeun. Inha menepuk pundak Haeun. “Lu baik banget, kalau gua jadi lu sih gua udah bodo amat.”

Tanpa mereka sadari, Junhoe mendengar pembicaraan mereka. Junhoe langsung menyikut teman sebangkunya, Jinhwan.

"Kenal adek kelas yang namanya Jieun nggak?"

"Kim Jieun? Kenal, temennya adek gua."

"Boleh bagi id line nya nggak?"

Jinhwan menatap Junhoe penuh selidik. "Inceran baru ya? Nih" goda Jinhwan sambil menunjukkan layar ponselnya.

"Thanks" kata Junhoe senang. Jemarinya mulai berkutat dengan keypad ponsel, mengirim line untuk Jieun,

-Halo, Jieun! Besok bikin mading sepulang sekolah di koridor kelas, jangan lupa dateng, ya!-

-0-

Besoknya sepulang sekolah, Haeun bergegas membawa bahan mading ke koridor kelas. Junhoe mengintip dari pintu kelas dan memutuskan menunggu di belokan tangga. Di koridor, Jieun telah menunggu dengan manis.

“Wah, maaf ya aku telat” kata Haeun sambil mendudukkan dirinya di sebelah Jieun.

“Nggak apa-apa” balas Jieun sambil tersenyum.

“Yaudah yuk mulai.”

Mulanya berjalan lancar. Namun, beberapa lama kemudian Jieun mulai tidak fokus. Ia berkali-kali mengintip keluar seperti sedang menunggu sesuatu.

“Nunggu siapa?”

“Kak Junhoe.”

“Koo Junhoe?”

“Iya, Kak” jawab Jieun sambil tertawa mencairkan kecanggungan, membuat Haeun makin heran. “Junhoe ‘kan nggak dikasih tugas ini, ngapain nunggu Junhoe?”

“Tapi kemarin Kak Junhoe pm-line aku buat dateng bikin mading hari ini.”

“Pm Junhoe dibales, pm aku nggak.”

“Bukan gitu, Kak...”

“Jadi kamu dateng hari ini cuma karena Junhoe? Harusnya kamu jangan kesini, cari Junhoe aja.” kata Haeun sarkastik. “Hari ini sampai sini aja, kamu boleh pulang.” lanjutnya sambil membawa tas tanpa menghiraukan Jieun.

Saat berbelok, Haeun bertemu Junhoe. Junhoe yang tidak tahu apa yang terjadi masih menganggap dirinya pahlawan bagi Haeun karena berhasil mengajak Jieun membuat mading.

“Gimana madingnya?”

“Thanks ya, dia dateng. Tapi dia dateng dengan niat pengen ketemu lu. Kenapa nggak sekalian aja lu yang gantiin gua? Gua tadinya seneng mereka kumpul, berarti gua mulai bisa ngerangkul dia. Tapi ternyata gua emang nggak bisa. Sementara lu yang tadinya nggak kenal, bisa ngerangkul dengan gampangnya.” Haeun menatap Junhoe dingin sebelum akhirnya pergi.

Junhoe mencerna perkataan Haeun dan menyadari apa yang terjadi. Ia merasa bersalah, namun sedetik kemudian ia sadar ia tidak punya alasan untuk merasa bersalah.

Hey, gua kan cuma mau bantu. Urusan adik kelas yang nggak meluruskan niat, bukan salah gua 'kan?

Junhoe pun kesal dan memutuskan untuk pulang.

-0-

Pagi menjelang, Haeun berlari menuju kelas karena ia harus menyelesaikan madingnya kemarin. Begitu sampai di mejanya, ia mendapati madingnya sudah selesai dengan rapi lengkap dengan post-it oranye terpaku diatasnya.

-Maaf ya, Kak. Aku bikin Kakak marah. Sebagai gantinya, ini udah aku selesain madingnya. Jieun–

Haeun tersenyum kecil. Setidaknya Jieun sudah sadar. Ia pun menyesal telah marah pada Junhoe kemarin. Hati kecilnya ingin meminta maaf, namun egonya dengan mudah mengalahkan.

-0-

Malamnya, Junhoe makan malam bersama Sang Ayah yang kebetulan pulang cepat.

“Junhoe, gimana sekolah kamu?”

“Oh, Ayah peduli? Baik, kok.”

Ayah Junhoe menghela nafas. “Tadi Ayah liat nilai rapot kamu semester kemarin. Makasih ya, nilainya bagus-bagus.”

“Rapot semester kemarin? Wah udah lama... aku aja udah lupa”

Junhoe tahu pekerjaan Ayahnya sangat penting, terlebih setelah kematian Ibunya. Namun, beliau tidak bisa mengabaikan perannya sebagai seorang Ayah, kan? Junhoe tahu ia harusnya bersikap dewasa dan memahami kesibukan Ayahnya, tapi perasaan ingin diperhatikan sebagai seorang anak tetap ada.

Ayah Junhoe membalas perkataan dingin putranya dengan senyum canggung, “Kamu mau masuk jurusan apa?”

“Aku mau jadi musisi.”

Hening.

Junhoe menghela nafas. Ia tahu jadinya akan seperti ini, cepat atau lambat.

“Itu cuma hobi. Kenapa nggak coba teknik?” tanya Sang Ayah yang berhati-hati.

“Nggak minat.” jawab Junhoe dingin.

“Gini ya, nggak perlu pendidikan formal untuk belajar musik. Mungkin kamu belum ngerti sekarang, tapi-“

“Ayah bakal nganggep aku ngerti cuma kalau aku nurutin Ayah, kan?”

“Nggak gitu, Nak... Kamu masih bisa nyalurin hobi bermusik kamu kok kalau kamu masuk teknik dan jadi insinyur, kan?” Tanya Sang Ayah mencoba sabar.

Junhoe menggelengkan kepalanya, “Kenapa Ayah nggak pernah ngertiin aku?”

“Junhoe, sopan sedikit!” bentak Ayah Junhoe kehilangan kesabaran.

“Aku nggak maksud ngelawan, aku cuma minta tolong.”

Setelah beberapa lama, Ayah Junhoe akhirnya angkat bicara “Nilai kamu bagus, sayang kalau cuma jadi musisi.”

Junhoe mengangkat sebelah alisnya, “Oh, tahu gitu aku nggak usah dapet nilai bagus.” Balas Junhoe sambil menuju kamar meninggalkan Ayahnya.

“JUNHOE!” Ayah memanggil-manggil namun Junhoe tak menghiraukannya.

-0-

Hari ini Junhoe datang dengan wajah kusut akibat kejadian semalam.

“Mukanya biasa dong” goda Bobby.

Junhoe hanya duduk dan membalas, “Emangnya salah ya jadi musisi?"

Bobby mengangkat alisnya, “Jangan bilang lu mau jadi musisi...”

“Kalau nggak, ngapain gua nanya.” Jawab Junhoe dingin.

“Ah, parah! Nambah-nambahin saingan.” Kata Bobby sambil menggelengkan kepala yang disambut dengan jitakan dari Junhoe.

“Lebay lu.” kata Junhoe sambil terkekeh.

“Liat PR Fisika dong.” kata Hanbin yang menghampiri meja Junhoe tiba-tiba.

“Nggak ngerjain.” Jawab Junhoe datar.

Hanbin mengangkat alisnya “Seriusan?” Junhoe hanya mengangguk.

Sebenarnya, Junhoe mengerjakan PR semalam, namun di buku lain dan sengaja tidak membawanya. Ia sudah mulai menjalankan misi-mendapat nilai buruk-nya.

“Ah, parah... Gua nyontek ke siapa dong?” tanya Hanbin bingung.

Junhoe mengedarkan pandangannya dan menangkap sosok Haeun “Tuh, Haeun aja.”

“Ogah ah, ngeri. Yaudah deh gua kerjain sendiri.” Kata Hanbin sambil bersungut menuju mejanya.

Beberapa lama kemudian, Bu Hana masuk.

“Ayo mana PR-nya? Cepet!” Kata Bu Hana tidak sabaran.

“Ada Junhoe makan debu, sabar dong, Bu.” Bobby mulai mengeluarkan jurus pantunnya.

Satu per satu para murid mengumpulkan PR nya. Bu Hana menghitung jumlah buku yang ada.

“Kurang satu, siapa yang belum ngumpulin?” tanya Bu Hana. Junhoe mengangkat tangannya dan diikuti dengan tatapan aneh dari seisi kelas.

“Ketinggalan?” tanya Bu Hana heran.

“Saya emang nggak ngerjain” jawab Junhoe santai.

Ekspresi kaget Bu Hana terlihat jelas, “Tumben.. Kalau gitu kamu kumpulin besok, tapi nilainya Ibu kurangin.”

“Siap, Bu.” balas Junhoe tanpa beban.

"Sekarang keluarkan kertas. Kita ulangan!" perintah Bu Hana yang disambut dengan ‘yaaah’ dari seisi kelas.

-0-

Esoknya, Bu Hana tidak bisa mengajar karena ada pelatihan. Seisi kelas merayakan euforia ini yang langsung dipatahkan oleh perkataan Haeun, “Guys, hasil ulangan kemarin gua bagiin ya.”

“Yah, remed nih.”

“Kertas ulangan gua buat lu aja, deh!” Bobby melipat kertas ulangannya menjadi pesawat-pesawatan dan menerbangkannya ke arah Haeun.

“Yee.. Ngapain gua nyimpen kertas ulangan orang” balas Haeun.

“Buat Donghyuk, deh! Lu pasti butuh kotretan” kata Bobby sambil memungut kertas ulangannya dan melemparnya asal ke meja Donghyuk yang sedang mengerjakan soal-soal latihan. Haeun menggelengkan kepala melihat tingkah Bobby. Ia terus membagikan kertas ulangan hingga sampai di meja Junhoe. Haeun terdiam melihat nilai Junhoe.

“Lu kenapa?” tanya Haeun.

“Kenapa apanya?”

Haeun menghela nafas, “Nilai lu kenapa jadi gini?”

“Gua nggak belajar.”

“Bohong.”

Mendengar perkataan itu, Junhoe menatap Haeun, “Bukannya kalau nilai gua turun harusnya lu seneng? Saingan lu berkurang, kan?”

Haeun kaget, Ia tidak menyangka Junhoe berkata seperti itu.

“Emang peduli apa lu sama nilai gua? Makanya kalau nggak tau apa-apa nggak usah ikut campur.”

Ekspresi Haeun berubah menjadi ekspresi kecewa, “Emang salah ya, ngapain gua peduli sama orang yang bahkan nggak peduli sama dirinya sendiri.” Haeun langsung pergi meninggalkan Junhoe. Sementara Junhoe mendecak, menyesali perkataannya.

“Junhoe! Dipanggil Bu Haein!” panggil Inha dari luar kelas. Junhoe mengangguk dan berjalan lesu menuju ruang guru.

Tak berapa lama kemudian, Pak Jiyong, guru matematika muncul dari pintu “Haeun!”

“Ya, Pak?”

“Tugas halaman 103 kumpukan di meja saya.” katanya, diikuti dengan anggukan patuh Haeun.

-0-

Di ruang guru, Haeun mendapati Junhoe dan Bu Haein terlibat percakapan serius. Haeun memperlambat langkahnya agar bisa mencuri dengar.

“Ibu denger, kamu jadi sering nggak ngerjain PR dan nilai ulangan kamu turun. Kenapa?” Tanya Bu Haein.

Junhoe menghela nafas, “Sengaja. Soalnya saya mau jadi musisi.”

“Apa hubungannya?”

“Kalau saya pertahanin dan tingkatin nilai saya, Ayah saya bakal maksa saya buat masuk teknik, jadi saya nurunin nilai biar nggak cukup buat masuk teknik.”

“Bukan gitu caranya..”

“Selama nilai saya masih cukup untuk masuk teknik, beliau bakal memaksa saya masuk teknik. Nggak peduli minat saya.”

Tak terasa, Haeun sudah sampai di meja Pak Jiyong. Haeun meletakkan tumpukan kertas itu dan keluar dari ruang guru sambil memikirkan masalah Junhoe.

"Enak ya ngupingnya." Sebuah suara menyadarkan Haeun. Ia menoleh dan mendapati Junhoe di belakangnya.

Mati. Gua ketauan.

"Maaf ya, gua nggak sengaja. Gua turut prihatin...”

“Prihatin?” Tanya Junhoe sambil menatap gadis itu tajam.

“Bukan gitu...”

“Kenapa? Karena gua terlalu diatur sama Ayah gua? Semua yang udah gua alami dalam hidup gua nggak ada yang pantes buat dijadiin bahan iba dan simpati. Gua nggak butuh dikasihani.”

“Junhoe, gua-“

“Sekali lagi, gua nggak butuh dikasihani. Apalagi sama orang yang yang bahagia dari kecil, tahunya cuma belajar dan dapet nilai bagus doang kayak lu” Junhoe memandang Haeun tajam sebelum berlalu meninggalkan Haeun yang terdiam kaku.

Lu nggak tahu apa-apa, Junhoe. Lu nggak tahu apa-apa tentang gua.

-0-

Esoknya, Haeun tidak masuk sekolah. Haeun adalah tipe orang yang tetap masuk saat sedang flu sekalipun. Sepulang sekolah, Junhoe memutuskan untuk berkunjung ke rumah Haeun. Alamatnya sudah ia dapat dari Bu Haein Sang Wali Kelas.

Siangnya, Junhoe tiba di sebuah rumah berpagar cokelat. Setelah yakin, ia menekan bel. Beberapa saat kemudian, Haeun keluar membukakan pagar. Begitu melihat Junhoe, Haeun buru-buru menutup pagar, namun kalah cepat dengan kaki Junhoe yang menahan pagar.

"Tunggu."

Haeun memalingkan wajahnya, "Lu ngapain?"

"Kenapa nggak sekolah tadi?"

Haeun menghela nafas. Sepertinya Junhoe akan tetap di sana sampai ia memberi jawaban. Akhirnya, Haeun membuka pagarnya, "Masuk."

Junhoe mengangguk kemudian mengekor Haeun ke bangku di teras rumahnya.

"Gua lagi rehabilitasi. Biasanya pas weekend, tapi ada jadwal khusus hari ini" Kata Haeun begitu mendudukkan dirinya di bangku. Junhoe terdiam untuk beberapa saat.

Rehabilitasi apa?

Seakan bisa membaca pikiran, Haeun melanjutkan, "Rehabilitasi self injury."

"Lu cutting?" Tanya Junhoe berhati-hati. Ia tidak menyangka seorang Haeun yang terlihat kuat dan disegani orang-orang ternyata pernah melakukan self injury. Haeun hanya membalasnya dengan anggukan.

"Kenapa? Haeun yang gua kenal itu Haeun yang galak dan jutek terus ke gua..."

"Semua yang udah gua usahain dari mulai nilai bagus, jadi murid baik di sekolah, dan jadi cewek yang jutek itu adalah dinding pertahanan gua. Tapi gua tetep nggak bisa mencapai standar diri yang gua buat sendiri."

Junhoe menatap Haeun nanar. "Di kelas ada yang tau tentang ini?"

Haeun terkekeh, "Buat apa? Biar mereka kasihan sama gua? Sekarang giliran gua yang ngomong gini: gua-nggak butuh-dikasihani."

Junhoe tersenyum kecil mendengar perkataan Haeun. Tanpa sadar tangannya mengelus rambut gadis itu sambil berkata, "Nggak ada alasan untuk kasihan sama orang kuat. Setuju?" Tanya Junhoe sambil mengangkat telapak tangannya yang disambut dengan tepukan telapak tangan dari Haeun.

"Makasih ya. Anyway, semangat kejar mimpi lu! Biar gua punya temen artis gitu.." Kata Haeun sambil tertawa.

"Kalau pacar artis aja gimana?"

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK