home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > One Traveler

One Traveler

Share:
Author : sherry
Published : 07 Mar 2016, Updated : 13 Nov 2017
Cast : Kyo Najun (OC), Yoo Shijin, Goo June, Yeon Woojin
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |6416 Views |0 Loves
One Traveler
CHAPTER 2 : CHAPTER 3.1 - THE FIRST ENCOUNTER (2)

Aku sudah memperhatikannya selama hampir 14 menit dan masih tidak bisa mengerti bagaimana bisa ini membentuk kepala lumba-lumba. Aku menggaruk kepalaku lagi dan lagi.

"Mulutnya terlalu lebar untuk mulut seekor lumba-lumba"
"Wajahnya terlalu seram, bukannya lumba-lumba itu hewan yang ramah ya?"
"Ini sungguh seekor lumba-lumba?"

Pikiran-pikiran itu lalu lalang di kepalaku sejak tadi. Aku memutari air mancur itu sekali lagi sembari membaca informasi singkatnya di buku sakuku.

- 'Fontana del Tritone', salah satu mahakarya Bernini. Dibuat menyerupai duyung jantan yang sedang berlutut di atas 4 sirip ekor lumba-lumba... -

Setelah menghabiskan 3 menit lagi untuk memperhatikannya lebih lanjut, aku akhirnya memalingkan kepala dari air mancur itu, menyerah. Lalu aku sadar ada seorang laki-laki berdiri beberapa meter di depanku, wajahnya terlihat terkejut. Aku bisa mendengar pekikan kecil "Oh!" darinya.

"Hah?" ekspresinya mengagetkanku.

"Apa aku kenal?" aku memandanginya dan mencoba mendekatinya. Tapi kemudian sebuah tepukan ringan di bahu kananku membuatku berbalik.

"Apa ini air mancur tempat kami melempar koin?" Seorang wanita berusia sekitar 20-an bertanya ragu-ragu.

"Mmmm...bukan. Tempat yang Anda maksud adalah Trevi Fountain, ada di distrik Trevi." jawabku.

"Tapi temanku bilang aku bisa melemparkan koin di sini" balas wanita itu semakin kebingungan.

"Ya, karena legenda itu sangat terkenal, jadi sekarang tidak hanya satu air mancur yang digunakan, Triton Fountain ini salah satunya" jelasku sambil tersenyum.

"Oh begitu...jadi jika aku ingin mengikuti legenda aslinya, aku harus pergi ke Trevi Fountain, ya?" dia menjawab pertanyaannya sendiri sebelum menepuk bahuku sekali lagi dan mengucapkan 'terima kasih' lalu berlari menghampiri temannya yang berdiri tak jauh dari situ.

"Kenapa tidak Anda lemparkan saja koinnya di dua air mancur ini dan itu? Legendanya tidak akan salah!" aku berteriak dan tersenyum sambil melambaikan tangan.

"Eh sebentar...di mana dia?" ketika aku kembali berbalik, laki-laki tadi sudah tidak ada lagi di tempatnya.

Aku memiringkan kepala, kebingungan.

"Apa aku kenal dengannya ya?" aku terus mencoba mengingat sambil berjalan menuju halte bus.

***

Malam ini seperti malam-malam sebelumnya, 'pelarian kecil' ke atap lagi. Udaranya masih dingin, tapi masih lebih bisa ditolerir daripada bulan lalu. Tidak terasa sudah 3 minggu aku rajin menghabiskan malam di atap.

Aku masih melakukan kebiasaan kecil itu. Berteriak dan memaki ke langit. Entah kenapa tapi lumayan menenangkan, jika dilakukan secara rutin. Sampai sekarang, tidak ada yang protes padaku, jadi sepertinya tak ada yang mendengarku.

-"Nona Najun, ini sudah 3 bulan"
-"Bukankah ini sudah waktunya Anda kembali bekerja?"
-"Nona Najun, Anda akan pulang saat Hari Peringatan kan?"

SMSnya masih memanjang ke bawah saat kubaca satu per satu. Baru saja aku nyalakan ponselku yang sudah mati seharian dan lihat saja apa yang kudapat.

"Tentu aku akan pulang. Kapan-kapan. Jangan khawatir dan semangat kerja ya, fighting!" kubalas SMS itu dan terkekeh di saat bersamaan.

"Hhh, sungguh deh. Dia harus belajar sabar." aku kembali menghela nafas.

Langit tidak cerah hari ini. Tidak ada satupun bintang di sana. Hmph.

"Hmmm...oke...ke mana lagi ya besok?" kubolak-balik buku saku milikku. Tak lama aku menemukan sebuah tempat yang menarik dan melingkarinya dengan spidol merah.

"Sebrangi Corso Vittorio Emanuele II untuk menuju ke Piazza Navona" kubaca petunjuk arahnya.

"Kota ini sungguh mengagumkan. Coba lihat ada berapa air mancur yang sudah kutemukan di kota ini saja" aku menggumam sambil membuat lingkaran lain pada tulisan 'Quattro Fiumi'.

Aku bisa mendengar suara berisik di belakang tembok di samping tangga. Ketika aku mulai penasaran, seekor kucing berwarna putih abu-abu muncul dari balik tembok itu. Mungkin itu salah satu kucingnya nenek pemilik penginapan ini, dia sangat menyukai kucing dan memelihara beberapa kucing di taman depan.

"Auh, semakin dingin saja, padahal April hampir tiba, kok bisa?"

Kuraih semua barang-barang milikku dan berlari kecil ke arah tangga. Dari ekor mata kulihat kucing tadi berjalan menuju ke balik tembok lagi.

"Oh, mungkin itu tempat persembunyiannya" kataku lirih sambil mengangkat bahu sebelum turun menuju kamarku.

***

Pantheon. Mulutku ternganga. Tempat ini besar dan...besar sekali. Luar biasa. Pengunjungnya juga luar biasa. Tidak bisa kubayangkan jika aku datang saat liburan musim panas, mungkin berjalan saja akan sulit sekali.

Aku tadinya berharap bisa mengambil gambar makam Raphael, tapi mengurungkan niat dan hanya memandanginya saja. Di sebelah kanan peti jenazahnya ada sebuah teks informasi bertuliskan:

"Di sisinya, terbaring Maria Bibbiena, tunangan Raphael, yang meninggal sebelum mereka sempat menikah"

Mata kananku berkedut dan tanpa sadar aku menggigit bibir. Aku tidak lagi tertarik membacanya dan berusaha meninggalkan tempat itu.

Aku mendekati pegawai yang berdiri di depan pintu masuk,
"Sant'Eustachio?" tanyaku.

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK