home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Be Mine!

Be Mine!

Share:
Author : reniilubis
Published : 27 Nov 2015, Updated : 27 Nov 2015
Cast : Kim Jongin - EXO, Kei - Lovelyz
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |692 Views |0 Loves
Be Mine!
CHAPTER 1 : OneShoot

Be Mine!

Title                : Be Mine!

Author            : @reniilubis

Cast                : Kim Jongin - EXO

              Kei - Lovelyz

Genre             : Romance, Drama, School-life

Rating             : Teen

Length            : Oneshoot

Disclaimer     : All casts are belong to their self and God

A/N                 : Ini hanya sekedar imajinasi liar author semata. Hanya sekedar iseng(?) bikin pair mereka berdua>< kalau enggak suka harap ga usah baca ya~ no bash, please^^

Poster by        : rosaliaaocha@ochadreamstories

 

 

Happy reading~^^

 

 

Jongin dengan terpaksa membuka matanya dan melepaskan sebelah headsetnya, kemudian mendongakkan kepalanya saat merasa seseorang menginjak kakinya. Ia menatap datar seorang yeoja bertubuh mungil yang kini sedang berdiri tepat dihadapannya. Ekspresi datarnya seketika berubah saat matanya tak sengaja menatap wajah cantik yeoja itu ketika yeoja itu menoleh ke arahnya sambil membungkukkan tubuhnya beberapa kali.

“Eoh, mianhamnida. Mianhamnida...”

Astaga, raga Jongin rasanya seperti terbang ke langit saat telinganya menangkap suara indah yeoja itu. Ia tertegun seketika. Ia masih terpaku, serasa terhipnotis akan pesona yeoja yang sedang berdiri dihadapannya ini. Ia sama sekali tidak mampu mengedipkan matanya. Ya Tuhan, gadis ini benar-benar sangat cantik!

“Mianhamnida...” Lamunan indah Jongin seketika buyar saat ia mendengar suara mempesona itu lagi. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, lalu menatap penampilan gadis didepannya ini dari atas hingga ke bawah.

Seorang siswi yang masih menggunakan seragam sekolahnya, membawa tas yang lumayan besar, dan ia yakin tas itu sangat berat terlihat dari isinya yang penuh.

Jongin memperhatikan ke sekililingnya. Menyadari bus yang sedang ia tumpangi sangat ramai, bahkan tidak ada satu pun lagi kursi kosong yang tersisa. Ia menghembuskan nafasnya pelan, kemudian bangkit berdiri.

“Duduk disitu.” Ujar Jongin seolah tak acuh. Ia memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Astaga! Jantungnya serasa akan copot detik ini juga. Ada apa dengan dirinya?

Gadis itu menatap heran Jongin yang kini sedang melihat ke arah depan. Ia mengerutkan dahinya, dan Jongin rasanya ingin segera memeluk tubuh gadis itu saat tak sengaja matanya melihat wajah imut nan menggemaskan itu sedang mengerutkan dahinya dengan gaya yang sangat lucu menurut Jongin. Ya Tuhan, gadis ini benar-benar.....

“Ne?” Jongin dengan cepat menatap gadis mungil itu dengan mata yang agak melotot dan mulut yang menganga. Ia mematung ditempatnya dengan mata masih fokus menatap gadis di hadapannya ini. Astaga! Suara siapa tadi itu? Suara siapa?

Sesaat kemudian, Jongin mengerjap-ngerjapkan matanya dengan cepat, kemudian menggaruk tengkuk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Ia berdehem sekali, lalu kembali memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Ia tidak kuat berlama-lama menatap bola mata indah milik gadis yang tidak ia kenal di depannya ini. Aish! Kenapa aku jadi seperti ini?

“Silahkan duduk disitu. Aku akan berdiri.” Ulangnya lagi, namun tetap tidak menatap ke arah gadis itu. Tangannya terasa gatal ingin menyentuh kulit mulus gadis itu secepat mungkin.

“Eoh, khamsahamnida. Khamsahamnida.” Dengan cepat, gadis itu segera mendaratkan pantatnya di kursi bus tersebut, lalu melepaskan tasnya dan memeluknya di depan dadanya. Bahunya terasa pegal, karena menyandang beban yang sangat berat sedari tadi.

Jongin memperhatikan gerak-gerik yeoja itu dengan seksama. Ia tersenyum tipis –sangat tipis- saat melihat yeoja itu duduk sambil menyandarkan tubuhnya di kursi. Tampaknya yeoja itu benar-benar kelelahan.

Jongin berdecak kecil saat matanya menangkap sesuatu yang err... menggoda iman(?). Ia menggelengkan kepalanya dengan sekali gerakan, lalu membuka ranselnya dan mengeluarkan sebuah jaket berwarna hitam dari sana. Ia melepaskan kancing-kancing jaket itu dengan cepat, lalu merentangkannya, dan dengan cepat meletakkan jaket itu di paha yeoja yang sedang merapikan isi tasnya itu.

“Apa disekolahmu diizinkan memakai rok sependek itu?” Jongin segera memalingkan wajahnya lagi saat yeoja itu menatapnya dengan tatapan yang teduh dan menghanyutkan.

Ya Tuhan, seberapa jauh lagi rumahku? Kenapa rasanya perjalanan pulang kali ini memakan waktu yang sangat lama? Jongin berteriak-teriak frustasi dalam hati. Sungguh, ia sudah tidak kuat lagi berlama-lama di dekat yeoja ini. Pesonanya sungguh membuat Jongin tersiksa. Tolong hilangkan ekspresi imutmu itu dari wajahmu, ku mohon! Astaga, rasanya Jongin ingin segera membawa gadis ini pulang ke rumahnya dan meminta orang tuanya untuk segera menikahkan mereka berdua. Demi Tuhan, Kim Jongin! Apa yang kau pikirkan? Lihat! Wajahmu bahkan sudah memerah.

“Mwo? Ah, khamsahamnida. Tapi kau membuatku malu. Tapi... khamsahamnida.” Gadis itu menundukkan kepalanya beberapa kali. Rona merah di wajahnya tak luput dari perhatian Jongin, dan itu membuatnya semakin terlihat manis dan menggemaskan.

Jongin sekali lagi memperhatikan gerak-gerik yeoja itu, lalu semakin menguatkan pegangannya pada tiang penyangga.

“Siapa namamu?” tanyanya dengan suara rendah. Jantungnya serasa akan copot sebentar lagi.

“Kei imnida.” Mati kau, Kim Jongin! Apa kau masih bisa bernafas dengan normal? Apa kau merasa jantungmu masih berdetak? Lihat! Gadis itu tersenyum ke arahmu. Benar-benar ke arahmu! Ya, ya! Wajahmu! Perhatikan wajahmu sekarang, Kim Jongin! Kau terlihat sangat jelek dengan tampang konyol seperti itu!

Yeoja di depannya ini sungguh seperti seorang malaikat yang turun dari langit. Senyumannya benar-benar bisa membuat Jongin pingsan. Itu senyuman yang sungguh mempesona. Bahkan dengan senyumannya tadi, Jongin membeku ditempatnya berdiri sekarang. Suaranya pun sangat indah. Jongin merasa suara gadis itu bahkan bisa menerbangkannya ke surga. Oke, itu terlalu berlebihan, Kim Jongin.

Setelah kesadarannya kembali terkumpul, Jongin bergerak-gerak kikuk sambil mengusap belakang kepalanya beberapa kali, lalu berusaha membalas tatapan yeoja itu dengan tatapan sedatar mungkin.

“Aku Jongin. Kim Jongin” Ujarnya cepat.

“Ah, senang berkenalan denganmu, Jongin-ssi.”

“Jongin saja.”

‘Tahan aku... ku mohon tahan aku, Tuhan...’ Sekuat tenaga Jongin menahan diri agar tidak meraup bibir manis nan mungil milik yeoja itu.

Ya, Kim Jongin! Kenapa tiba-tiba saja kau berubah menjadi mesum?

Gadis itu tersenyum lagi pada Jongin. Dan itu sukses membuat Jongin terpaku lagi. Lama. Hingga beberapa menit berlalu, gadis itu mendongakkan kepalanya, kemudian bangkit berdiri. Jongin mengerutkan dahinya.

“Kau akan turun?” tanya Jongin cepat. Tanpa ia sadari, nada suaranya terkesan kecewa.

“Ne. Aku akan turun di halte depan sebentar lagi. Bisa kau menyingkir sebentar? Aku tidak bisa lewat.” Jongin mengerjap-ngerjapkan matanya. Tidak sadar sama sekali kalau ia kini tepat berdiri di hadapan gadis mungil ini, menghalangi jalannya.

“Ini jaketmu. Jeongmal khamsahamnida.”

“Ah, aku juga akan turun disana.”  Jongin mengangguk sekilas, lalu menerima jaket yang di sodorkan oleh Kei.

Jongin bisa melihat dengan jelas kalau gadis itu mengerutkan dahinya bingung. Namun ekpresi itu tidak bertahan lama karena Jongin menggeser sedikit tubuhnya, dan memberi jalan untuk Kei.

“Kau duluan.” Katanya pelan. Ia bergerak-gerak gelisah dengan jantung yang masih berdetak kencang. Ia sempat menahan nafas sejenak saat Kei melewatinya, dan tercium aroma segar rambut Kei saat puncak kepala gadis itu tak sengaja bersentuhan dengan hidung Jongin.

Saat bus berhenti dan pintu terbuka, Kei turun dengan perlahan, diikuti oleh Jongin dibelakangnya. Suasana halte cukup sepi, dan sore ini angin bertiup agak kencang, menandakan hujan akan turun sebentar lagi.

“Rumahmu juga disekitar sini?” tanya Kei tiba-tiba saat mereka mulai berjalan di trotoar. Mereka berjalan berdampingan dengan langkah yang lambat-lambat.

“Ne. Ku rasa kita bertetangga.” Jongin menjawab tanpa melihat ke arah Kei. Ia tidak sanggup menatap wajah cantik yeoja itu terlalu lama.

“Tapi aku tidak pernah melihatmu di sekitaran sini.”

“Ah, itu... itu karena aku baru pindah kesini beberapa hari yang lalu.” Bagus. Teruslah berbohong, Kim Jongin.

“Begitu, ya.” Jongin mengeraskan rahangnya saat tak sengaja matanya menangkap wajah menggemaskan Kei dengan raut yang lucu seperti itu. Ia menggigit bibir bawahnya sekilas, lalu mulai memperhatikan tubuh Kei dari atas hingga ke bawah.

Kei terpaksa harus menyampirkan rambutnya ke belakang telinganya beberapa kali karena angin bertiup kencang. Ia sesekali menurun-nurunkan rok sekolah yang sedang ia pakai dan memegangnya kuat, untuk menahan roknya agar tidak tertiup angin.

Hal itu tidak luput dari pandangan Jongin. Ia memperhatikan gerak-gerik Kei dalam diam, lalu menahan senyumnya. Merasa matanya salah fokus(?), Jongin segera mengedipkan matanya beberapa kali saat tak sengaja ia melihat err... celana dalam Kei saat angin kencang meniup roknya hingga hampir menampakkan bagian bawahnya seutuhnya. Dengan cepat, Jongin segera merentangkan jaketnya lalu berlutut dihadapan Kei, dan dengan gerakan cepat pula ia segera memeluk pinggang Kei sambil melingkarkan jaket itu ke bagian belakang pinggang Kei. Jongin sempat menahan nafasnya saat menyadari kepalanya menempel di perut Kei, dan wajahnya memerah seketika.

Astaga... jangan sampai aku membawa gadis ini ke kamarku! Sadarlah, Kim Jongin!

“Ya! Apa yang kau lakukan?” Jongin terjengkang ke belakang saat Kei mendorong kepalanya dengan kuat. Ia terduduk di aspal, lalu menatap Kei heran. Mulutnya menganga. Jaket yang ia lingkarkan di pinggang Kei terjatuh begitu saja.

“A-aku mencoba menutupi rokmu.” Ujar Jongin tergagap. Ia bangkit berdiri, kemudian kembali memperhatikan bagian bawah Kei saat rok itu kembali tertiup angin.

“Aish! Dasar kurang ajar!” omel Kei dengan suara keras. Ia menatap Jongin tajam, sedangkan Jongin malah menatap ke arah Kei dengan tampang yang semakin heran.

“M-mwo? Apa yang kau katakan? Aish! Cepat pakai ini!” seru Jongin cepat. Ia memungut jaketnya dan menyodorkannya ke hadapan Kei dengan tak sabaran.

“Kau mesum!” Kei dengan panik kembali menurun-nurunkan roknya saat angin kembali menerbang-nerbangkannya. Wajahnya pun memerah menahan malu. Ia menghempaskan tangan Jongin dengan kasar. Tidak berniat menerima jaket itu.

“Mwo?”

“Kau memegang pantatku! Dasar kurang ajar! Dasar mesum!” Jongin hanya bisa menganga lebar saat Kei meneriakinya dengan kata-kata kurang ajar. Astaga, ia tidak sengaja menyentuh pantat gadis itu. Sungguh.

Jongin hanya diam ditempatnya saat ia melihat Kei berbalik, dan pergi meninggalkannya dengan berjalan cepat menjauhinya.

Setelah tersadar dari keterkejutannya, Jongin mengatupkan bibirnya rapat, kemudian memperhatikan Kei yang semakin menjauh. Ia melihat jaketnya sekilas, lalu menghela nafas kasar. Ia berbalik, lalu menyeringai.

“Sial. Gadis itu harus jadi milikku.”   

Jongin berjalan santai menuju halte.

Halte?

Tentu saja. Jangan percaya pada bocah berkulit hitam ini saat tadi dia mengatakan rumahnya dekat dengan rumah Kei. Itu sepenuhnya bohong. Bahkan rumahnya sudah terlewat 2 halte sebelum halte rumah Kei.

Astaga, Kim Jongin... kau benar-benar jatuh cinta pada gadis mungil itu, eoh?

 

 

**********

 

 

Jongin menyeringai saat ia menemukan Kei sedang berjalan menuju halte. Ia menegakkan posisi berdirinya, lalu berpura-pura tidak menyadari kehadiran Kei yang kini sudah berdiri di sebelahnya.

“Kau lagi?” Jongin dengan cepat menoleh ke arah Kei saat ia mendengar nada ketus yang keluar dari mulut gadis itu.

“Ah... aku... aku minta maaf tentang kemarin.” Katanya tiba-tiba. Ia mulai salah tingkah.

Kei mendengus kasar, lalu menatap Jongin tajam, dan kemudian memalingkan wajahnya. Tidak mengatakan apa-apa. Membuat Jongin semakin gugup.

“Aku benar-benar tidak sengaja. Sungguh.”

“Tutup mulutmu.” Jongin hampir tersedak ludahnya sendiri saat ia mendengar penuturan menjengkelkan itu. Darahnya mendesir hebat. Ia mengeraskan rahangnya, menahan hasrat untuk mencium gadis cerewet ini.

“Aku sungguh minta maaf.”

Kei berlalu dari hadapan Jongin begitu saja saat bus yang sedang mereka tunggu sedari tadi datang. Ia dengan cepat menaiki bus itu, walaupun sadar Jongin mengikutinya dari belakang. Kei memilih bangku kosong paling belakang, dan kebetulan hanya tersisa satu saja. Ia duduk dengan diam, dan merasa risih saat Jongin kini berdiri tepat di hadapannya. Ia menghela nafas jengah.

“Kenapa harus berdiri di depanku?” Jongin dengan cepat segera memutar otaknya untuk mencari-cari alasan. Ia sungguh tampak seperti orang bodoh sekarang.

“Aku... aku ingin meminta maaf padamu.” Katanya cepat. Ia bisa merasakan lututnya bersentuhan dengan lutut Kei.

Kei menatap tajam Jongin. Ia mendengus lagi, lalu memalingkan wajahnya keluar jendela. Ya Tuhan, namja ini harus diberi pelajaran.

“Kei, ku mohon maafkan aku.” Kei tidak bergeming. Ia tidak bergerak sama sekali. Tidak juga mengubah ekspresi datarnya.

Jongin merasa harus meredam kekesalannya dalam-dalam. Ini pertama kalinya ia diperlakukan seperti ini oleh seorang yeoja. Biasanya, para yeoja-yeoja itu yang memohon-mohon padanya, mencari-cari perhatian padanya, bersikap manis dihadapannya hanya untuk mendapat sedikit perhatian darinya. Tapi Jongin sama sekali tidak meladeni mereka. Bahkan seorangpun.

Tapi yeoja mungil di hadapannya ini sangat berbeda. Jongin bahkan sudah jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama. Dan kali ini Jongin harus mengakui bahwa Love at the first sight bukan hanya mitos belaka. Nyatanya, ia sudah merasakannya kemarin.

Gadis ini unik, berbeda dengan gadis-gadis yang selama ini pernah ditemuinya. Membuat Jongin semakin ingin memilikinya. Gadis ini bahkan bisa membuat seorang Kim Jongin uring-uringan seperti ini, membuat Jongin tersiksa batinnya. Oke, ini juga berlebihan.

Jongin menghela nafas pasrah. Gadis ini sangat sulit untuk di dekati. Kenapa dia tidak luluh dengan ketampanan seorang Kim Jongin? Di luaran sana bahkan yeoja-yeoja saling memperebutkan dirinya. Tapi gadis ini malah menolaknya secara terang-terangan. Dengan cara apa Jongin harus menakhlukkan gadis ini?

Aish! Kau harus benar-benar jadi milikku!

 

 

***

 

 

Entah itu suatu kebetulan yang membahagiakan atau memang suatu takdir, Jongin tersenyum lebar saat ia mendapati pujaan hatinya kini sedang duduk di sebuah bangku taman seorang diri. Ia bahkan tidak perlu berpikir dua kali untuk segera menghampiri gadis itu. Dengan gerakan sesantai mungkin, Jongin mendekati Kei, lalu duduk di sebelah gadis itu.

Jongin bisa melihat Kei menatapnya dengan tajam. Gadis itu menghela nafas kasar, dan itu semakin membuat Jongin ingin menjahilinya. Ia tersenyum manis ke arah Kei, namun dibalas dengan tatapan sinis Kei. Tapi bagi Jongin gadis itu tetap cantik bagaimanapun ekspresi wajahnya.

Kei memalingkan wajahnya dari wajah Jongin, lalu melanjutkan membaca novel kesukaannya yang sempat terusik dengan kehadiran Jongin yang sangat tidak penting itu.

“Besok kau ada waktu luang?” ujar Jongin tiba-tiba. Ia tahu Kei pasti mendengarnya.

“Tidak ada waktu kalau untuk meladenimu.” Katanya ketus. Matanya masih fokus pada novel yang ia baca, tetapi pikirannya sudah tidak fokus pada jalan cerita yang ia baca.

“Aku ingin mengajakmu jalan-jalan.”

“Aku tidak menerima ajakan orang asing.”

Jongin menaikkan sebelah alisnya. Merasa geram sendiri karena sudah di tolak mentah-mentah oleh gadis ini.

“Kita bisa menjadi teman, kan? Kita akan menghabiskan waktu bersama-sama.”

“Aku tidak menerima ajakan orang yang baru aku kenal.”

“Kau pikir aku orang jahat?”

“Kau bisa saja menculikku.” Ya Tuhan, mulut gadis ini harus diberi pelajaran. Jongin frustasi dibuatnya.

“Aku bukan penculik. Kenapa kau berpikiran seperti itu?” Kali ini Kei menatapnya. Masih setia dengan tatapan tajam nan manis miliknya.

“Siapa yang tahu kalau ternyata kau itu penculik? Kau mengajakku pergi secara tiba-tiba.”

“Astaga, Kei. Kenapa kau berpikiran sampai sejauh itu? Aku bukan penculik.” Emosi Jongin tampak meluap-luap di ubun-ubun kepalanya. Wajahnya mulai memerah. Ya ampun, apa seperti ini rasanya ditolak?

“Tidak ada yang bisa menjamin itu.” Demi Tuhan. Jongin harus mendisiplinkan mulut yeoja ini!

“Ya Tuhan, apa wajahku terlihat seperti seorang penculik?” Kei memperhatikan wajah Jongin dengan tatapan tajamnya, kemudian berdecak kesal.

“Iya.” Astaga! Ku mohon buat gadis ini pingsan agar aku bisa membawanya ke kamarku sekarang juga, dan- Ya, Kim Jongin! Berhenti berpikiran mesum!

“Kalau aku memang penculik, aku pasti sudah menculikmu dari pertama kita bertemu. Atau aku membawamu paksa dari sini, atau membiusmu, atau mengikatmu, atau bahkan aku memanggil teman-temanku yang lain untuk menculikmu.”

“Bahkan aku merinding saat didekatmu.” Mwo? Apa katanya? Merinding? Apa sekarang dia sedang mengataiku setan? 

Ya Tuhan, Kei! Sebaiknya kau tutup mulut cerewetmu itu sebelum Jongin menyumpalnya dengan bibirnya. Kau tidak lihat betapa besar keinginannya untuk menciummu saat ini?

“Kei, kau...” Jongin tampak kehabisan kata-kata. Otaknya tidak bisa untuk diajak berpikir jernih. Berbagai macam pikiran menghampiri otaknya.

“Aku duluan.” Jongin mendongakkan kepalanya saat melihat Kei berdiri, lalu mulai berjalan menjauhinya.

Di tolak, eoh? Jongin bahkan tidak bisa berbuat apa-apa sekarang. Ia tampak benar-benar emosi. Ia mengeraskan rahangnya.

Saat memperhatikan Kei yang mulai menjauh, ekspresinya berubah seketika saat melihat sesuatu di rok gadis itu. Dengan buru-buru, ia bangkit dan sedikit berlari mengejar Kei.

“Kei! Kei!” Jongin tersenyum tipis saat Kei berhenti berjalan lalu menatap dirinya tidak suka.

“Apa lagi?” cecarnya judes. Ia memperhatikan Jongin yang kini sudah berdiri dihadapannya.

“Kau... kau... berdarah.” Katanya menahan malu. Ia sungguh tidak enak mengatakan ini pada Kei. Ia takut dituduh mesum atau kurang ajar lagi. Atau takut membuat Kei semakin tidak menyukainya.

“Mwo? Dimana? Dimana?” tanyanya mulai panik. Ia sibuk memeriksa tubuh bagian depannya.

“Dimana?” Kei menatap Jongin, dan seketika Jongin merasa salah tingkah. Jantungnya berdegup kencang. Gugup untuk mengatakannya.

“Emm... itu... di rokmu.” Jongin menggigit bibir bawahnya setelah mengatakan itu. Ia yakin jantungnya akan copot sebentar lagi.

Kei segera memutar kepalanya untuk melihat rok bagian belakangnya, dan seketika melebarkan matanya saat melihat bercak darah itu tepat di tengahnya. Wajahnya memerah menahan malu. Ia kemudian mendudukkan dirinya di tanah begitu saja, membuat Jongin bingung.

Astaga, kenapa aku tidak menyadarinya? Kenapa datang secepat ini? Ini bahkan belum waktunya aku menstruasi. Ya Tuhan, ini memalukan. Sungguh memalukan.

“Apa yang kau lakukan disitu?” tanya Jongin heran. Ia memperhatikan tampang ingin menangis Kei yang duduk di tanah seperti itu.

“Bagaimana ini? Astaga, ini sangat memalukan.” Kei tampak sudah ingin menangis. Wajahnya memerah. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan sangat menggemaskan.

“Gwaenchana, gwaenchana. Tidak perlu malu. Kau beruntung karena hanya aku saja yang mengetahuinya.” Ujar Jongin menenangkan Kei. Ia kemudian melepaskan jaketnya, lalu berjongkok di hadapan gadis itu.

“Dimana letak keberuntungannya dengan keadaanku yang seperti ini? Aish! Kau sama sekali tidak mengerti perasaan perempuan.” Jongin meringis pelan saat telinganya menangkap suara melengking Kei yang kini sedang mengomelinya. Ia berdehem sejenak, memikirkan kata-kata apa yang seharusnya ia sampaikan pada gadis sensitif di depannya ini. Ia tidak mau salah bicara lagi.

“Maksudku, tidak masalah karena aku melihatnya. Kau tidak perlu merasa malu. Sungguh.”

“Rasanya aku ingin menangis.” Kei menundukkan kepalanya, lalu meremas-remas roknya.

“Ini. Tutupi saja dengan jaketku.” Tawar Jongin sambil mengulurkan jaket miliknya ke hadapan Kei.

Kei mendongak, memperhatikan jaket itu sekilas, lalu menatap Jongin dengan mata yang berkaca-kaca. Ia tidak tahu harus berkata apa pada namja berkulit hitam di hadapannya ini.

“Kau mau aku mengantarkanmu ke toilet?” Kei mengerjap-ngerjapkan matanya berkali-kali, lalu dengan gerakan cepat segera meraih jaket itu dari tangan Jongin. Ia tersenyum tipis pada Jongin.

Kei bangkit berdiri, lalu melilitkan jaket itu di pinggangnya, menutupi bagian roknya yang berdarah. Ia menatap Jongin lagi, lalu menundukkan kepalanya.

“Gomawoyo.” Ujarnya dengan nada suara yang pelan, membuat Jongin berhenti bernafas untuk beberapa saat.

“Ah, tidak perlu berterima kasih. Kajja, kita ke toilet.”

Jongin dan Kei berjalan bersisian melewati beberapa pohon rindang di sekitar taman menuju toilet umum yang tidak terlalu jauh. Setelah sampai di toilet yang kebetulan sedang sepi, Kei memasuki salah satunya, dan Jongin menunggunya di luar. Tak berapa lama kemudian, terdengar suara Kei memanggilnya dari dalam toilet.

“Jongin-ah...”

Jongin segera membalikkan tubuhnya menghadap pintu toilet, lalu mengangkat sebelah alisnya.

“Ada apa?” tanyanya penasaran. Entah kenapa, ia merasa sangat bahagia Kei memanggil namanya. Ini adalah pertama kalinya ia mendengarnya keluar dari mulut gadis itu. Ia merasa namanya sangat indah saat Kei yang menyerukannya. Oke, kau terlalu berlebihan, Kim Jongin.

“Bisa aku meminta tolong padamu?”

“Ada apa? Katakan saja.” Jongin merasa kalau ia sedang bermimpi. Ia sangat bahagia saat ini. Siapa lagi orang yang lebih bahagia di dunia ini selain dirinya? Astaga, pujaan hatinya sedang meminta tolong padanya. Apapun akan ia lakukan demi gadisnya tercinta.

Gadismu? Jangan bermimpi, Kim Jongin!

“Jongin-ah...”

“Ne? Ada apa? Katakan saja.” Desak Jongin semakin tak sabaran. Ia semakin mendekatkan tubuhnya pada pintu toilet itu.

Kei tampak membuka pintunya sedikit, hanya menampakkan kepalanya saja.

“Jongin-ah...”

Jongin memperhatikan Kei yang tampak gusar. Ia melangkahkan kakinya semakin mendekati pintu, dan menghampiri Kei yang sedang berdiri di ambang pintu.

“Ada apa?”

“Bisa tolong... emm... kau... membelikanku... emm... pembalut?”

Jongin hanya bisa memasang wajah datarnya dengan mulut yang menganga lebar. Apa katanya? Pembalut? Membelikannya pembalut? Dia bercanda, kan?

“M-mwo?” ujarnya tak yakin.

“Ah, aku tahu kau pasti tidak akan-“

“Eoh, arraseo, arraseo. Aku akan membelikannya. Kau tunggu disini, ne? Aku akan segera kembali.” Kata Jongin cepat. Ia segera berjalan cepat meninggalkan Kei yang kini sedang tersenyum lega di ambang pintu toilet. Wajahnya sudah memerah sejak tadi, sama halnya dengan Jongin.

Dan Jongin rasanya ingin membenturkan kepalanya ke tembok detik ini juga.

 

 

**********

 

 

Jongin hampir saja menelan botol minuman yang sedang ia pegang saat ia melihat Kei sedang duduk di salah satu bangku taman. Awalnya, ia hanya ingin bertemu dengan temannya di taman ini, namun Tuhan berkata lain. Malaikat cintanya sepertinya sedang berbaik hati belakangan ini. Jongin tersenyum lebar –sangat lebar-, tanpa menyadari tampangnya malah terlihat seperti orang tolol sekarang. Ia membuang botol minumannya ke tempat sampah terdekat, lalu berjalan cepat menuju ke arah Kei.

Dengan senyuman konyol yang masih tercetak di wajahnya, Jongin segera duduk di sebelah Kei, dan langsung mengerutkan dahinya saat melihat Kei sedang menangis sambil menundukkan kepalanya. Bahunya bergetar. Dengan ragu, Jongin mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu yeoja itu.

“Kei...” ujarnya dengan nada selembut mungkin. Ia bermaksud untuk menenangkan gadis pujaannya ini. Tak ada jawaban dari Kei. Gadis itu masih tetap pada posisinya semula.

“Kenapa kau menangis? Seperti sedang patah hati saja.” Kata Jongin bermaksud bercanda, dan ia kembali tersenyum lebar saat Kei menoleh padanya dengan mata yang memerah.

“Dari mana kau tahu kalau aku sedang patah hati?” Jongin menggigit bibirnya pelan. Tiba-tiba saja ia merasa gugup. Apa ia salah bicara lagi?

“Ah... aku hanya bercanda saja.”

“Aku memang sedang patah hati. Hiks... aku baru saja putus dengan pacarku.” Kei terisak sambil kembali menundukkan kepalanya. Tangisnya kembali pecah.

“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk mengatakan itu.” Jongin mulai salah tingkah. Ia mengelus-elus punggung Kei dengan hati-hati, yang untungnya Kei tidak menolak sama sekali. Membuat Jongin bahagia.

Setelah menunggu tangisan Kei mereda, Jongin mengambil sapu tangan dari dalam saku celananya, lalu memberikannya pada Kei.

“Ini.” Kei mendongakkan kepalanya, menatap Jongin sekilas, lalu mengambil sapu tangan itu. Ia menghapus air matanya yang sudah mengalir di pipinya sedari tadi.

“Gomawoyo.”

Jongin tersenyum puas. Gadis itu sama sekali tidak menolaknya. Tidak marah-marah, atau bahkan tidak meneriakinya atau mengusirnya seperti biasanya.

Namun, tiba-tiba saja Kei kembali menangis, membuat Jongin kebingungan. Tiba-tiba saja gadis itu bangkit dari duduknya, kemudian berlari meninggalkan Jongin begitu saja. Jongin spontan berdiri, lalu mengejar Kei dengan sedikit berlari.

“Kei! Kau mau kemana? Ya, Kei!” Jongin hampir saja berhasil menangkap lengan Kei, namun gadis itu sudah masuk ke dalam toilet terlebih dahulu.

Jongin menghela nafas kasar, lalu mulai menggedor-gedor pintu toilet dengan panik.

“Kei, kau kenapa? Katakan padaku.” Teriaknya dengan tak sabaran. Ia bahkan menempelkan telinganya ke pintu, mencoba untuk mendengar apa saja yang dilakukan gadis itu di dalam sana.

“Kei!”

“Hiks... pergi!”

Jongin menatap pintu itu dengan alis yang berkerut. Ia ingin mengatakan sesuatu pada gadis itu.

“Kei-“

“Ku bilang pergi! Hiks...”

“Kei, dengarkan aku-“

“Ku mohon pergi! Aku ingin sendiri. Hiks...”

Jongin menjambaki rambutnya frustasi. Di saat ia ingin mengatakan sesuatu, namun gadis itu selalu memotong ucapannya. Apa dirinya masih memiliki stok kesabaran saat ini?

“Kei-“

“Pergi, Kim Jongin! Apa kau tuli?” Jongin menganga. Astaga, gadis ini benar-benar keras kepala. Apa dia tidak bisa menutup mulut cerewetnya itu hanya untuk sebentar saja?

“Kei, kau masuk ke dalam toilet pria!”

Kemudian hening. Bahkan suara isakan Kei pun sudah tidak terdengar lagi. Jongin mengatupkan bibirnya rapat-rapat setelah tadi berteriak cukup keras untuk mengatakan hal itu.

Tak berapa lama kemudian, terdengar suara pintu terbuka, dan tampaklah wajah memerah Kei keluar dari sana. Ia sudah berhenti menangis, namun matanya masih terlihat sembab. Gadis itu menundukkan kepalanya dalam sambil meremas-remas sapu tangan milik Jongin. Dengan diam, ia berjalan cepat melewati Jongin begitu saja. Tidak menoleh pada namja itu sedikitpun.

Jongin segera membalikkan tubuhnya untuk menyusul Kei. Ia tersenyum geli melihat wajah Kei yang merona merah. Membuatnya semakin menggemaskan.

“Kenapa kau tidak mengatakannya?”

Jongin menundukkan sedikit kepalanya untuk melihat wajah Kei. Ia berdehem sekali.

“Kau selalu memotong ucapanku.”

“Astaga, memalukan sekali.” Kei menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali, lalu memukul-mukul dahinya pelan. Ia mendongak untuk melihat Jongin di sebelahnya, kemudian kembali menunduk.

Dengan berjalan menunduk seperti itu, Kei tidak sadar kalau di depannya ada sebuah tiang lampu taman, dan hampir saja menabraknya kalau saja Jongin tidak menarik lengan gadis itu dengan cepat. Ia kini berada dalam pelukan Jongin. Kei bahkan bisa merasakan detak jantung Jongin yang berpacu terlampau cepat karena kini kepalanya menempel di dada Jongin.

Jongin merasa dunianya berakhir. Ya Tuhan, apa seperti ini rasanya memeluk seorang malaikat? Astaga, Kim Jongin! Kau selalu berlebihan!

Kei tersadar, lalu segera menjauhkan tubuhnya dari Jongin. Entah kenapa jantungnya juga ikut-ikutan berdegup kencang.

“Gomawoyo...” katanya dengan nada pelan dan terkesan malu-malu.

“Lain kali perhatikan jalanmu.” Jongin sama gugupnya dengan Kei. Sekuat tenaga ia menahan diri agar tidak berteriak detik ini juga. Hatinya sangat bahagia. Ya Tuhan, bisakah kau izinkan aku membawa gadis ini ke rumahku sekarang juga? Ku mohon izinkan aku!

Astaga, dunia ini serasa milikku!

 

 

*

 

 

Entah sejak kapan, Kei sama sekali tidak keberatan kalau dirinya harus selalu bertemu dengan Jongin. Ia tidak memarahi namja itu lagi. Tidak meneriakinya lagi. Entahlah, ia tersadar kalau Jongin selalu sukses membuatnya merasa nyaman. Kei berusaha mati-matian tidak tersenyum saat di sebelah Jongin. Dia tidak mau menunjukkan perasaannya secara terang-terangan.

Kei tersentak kaget dari lamunannya saat merasakan sebuah kepala bersandar di bahunya. Ia menoleh ke samping, dan menemukan Jongin yang kini sudah tertidur pulas di sampingnya. Bahkan saking pulasnya Jongin menjatuhkan kepalanya di bahu Kei. Dan itu membuat Kei tidak bisa menyembunyikan senyuman manisnya.

Kei memperhatikan Jongin hingga beberapa saat, walaupun ia hanya bisa melihat sebagian wajah namja itu dari samping. Ia kembali tersenyum, rasanya sangat nyaman saat berada di dekat Jongin. Entah kenapa ia baru menyadarinya sekarang.

Lama Kei memandangi wajah tampan itu, hingga tangannya tidak tahan untuk tidak menyentuh Jongin. Dengan perlahan ia mengangkat sebelah tangannya, mendekatkannya pada kepala Jongin. Dengan gerakan pelan, ia menyentuh rambut Jongin, lalu mengelusnya beberapa kali. Ia kembali tersenyum.

Bus yang sedang mereka tumpangi kini berhenti. Menandakan bus itu sedang berhenti di salah satu halte, dan tampak beberapa orang memasukinya. Kei menghentikan segala aktivitasnya terhadap Jongin. Berhenti mengelus rambut Jongin, bahkan berhenti memandangi namja yang sedang tertidur itu. Ia menghela nafas pelan, merasa bosan sendiri. Rumahnya bahkan masih jauh.

Merasa kepala Jongin bergerak di bahunya, Kei menoleh pada Jongin. Ia memperhatikan wajah damai namja itu lagi, kemudian tersenyum lagi. Tatapan Kei beralih pada ponsel Jongin yang masih digenggamnya. Namja itu tertidur sambil memegang ponselnya. Merasa tidak ada yang menarik dari ponsel itu, Kei kembali mengalihkan pandangannya keluar jendela. Memperhatikan pemandangan sore kota Seoul. Ia merasa sangat bosan. Ia berharap namja di sebelahnya ini segera bangun. Biasanya, Jongin akan selalu mengganggunya kapanpun dan dimanapun, membuat Kei merasa sedikit terhibur. Dan melihat Jongin tertidur pulas seperti itu membuatnya merasa kesal dan bosan.

Bus berhenti secara mendadak, membuat Kei terjengkang ke depan dengan keras. Kepalanya terbentur sandaran kursi yang ada di depannya dengan keras, membuatnya meringis kesakitan. Beberapa penumpang yang lainpun berteriak. Entah apa yang sebenarnya terjadi di depan sana. Jongin terbangun dan segera membuka matanya, kemudian memperhatikan sekelilingnya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, lalu menoleh pada Kei di sampingnya yang sedang mengelus-elus keningnya.

Ia mendekatkan tubuhnya pada Kei, dan ia bisa melihat kening Kei yang mulai membiru akibat benturan keras tadi. Ia mulai panik.

“Kei, gwaenchana?” Serunya cepat. Ia meraih tangan Kei yang sedang memegangi keningnya, lalu memperhatikan lebam itu dengan serius.

“Apa sangat sakit?” katanya lembut, kemudian menyentuh kening Kei dengan gerakan sehati-hati mungkin.

Ringisan kesakitan langsung keluar dari mulut Kei saat Jongin menyentuh bagian keningnya yang sakit. Ia menggigit bibir bawahnya kuat, kemudian menatap Jongin. Ia mengganggukkan kepalanya.

“Ah, kemari.” Jongin mengulurkan kedua tangannya lalu menangkup kepala Kei. Ia menarik kepala Kei mendekat, kemudian meniup-niup kening Kei mencoba untuk meredakan sakitnya.

“Apa masih sakit?” Kei tertegun. Waktu serasa berhenti. Ia terdiam di tempatnya. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Yang jelas, ia merasa bahagia. Sangat bahagia.

Kei mengerjapkan-ngerjapkan matanya saat merasakan tiupan nafas Jongin menyapu keningnya. Aroma yang terasa menyejukkan. Ia tersenyum tipis, kemudian mengangkat sedikit kepalanya untuk menatap Jongin.

Jongin menghentikan kegiatan meniup-niupnya. Ia membalas tatapan Kei, lalu tersenyum. Ia melepaskan tangannya dari kepala Kei, kemudian mengacak rambut yeoja itu gemas.

“Sudah merasa baikan?”

“Aku merasa sakit.”

“Mwo? Dimana? Dimana?” seru Jongin kembali panik. Ia benar-benar khawatir pada Kei. Walaupun itu terlihat berlebihan, tapi Jongin benar-benar tidak ingin melihat Kei terluka sedikit pun.

Kei tersenyum lebar, wajahnya mulai memerah. “Disini.” Ujarnya pelan sambil memegang dadanya.

“Kenapa dengan dadamu? Apa sangat sakit?”

“Rasanya dadaku sangat sakit. Sakit, karena jantungku selalu berdegup sangat kencang saat berada di dekatmu.”

Oh~

Kim Jongin? Kim Jongin? Apa kau masih hidup? Tolong gerakkan tubuhmu. Jangan seperti patung begitu.

“A-apa katamu?”

Kei segera menundukkan kepalanya dalam-dalam. Wajahnya benar-benar memerah. Apa yang baru saja diperbuat oleh mulutnya? Itu benar-benar memalukan. Aish! Lihat. Bahkan sekarang ia tidak berani menatap Jongin.

Jongin merasa jantungnya sudah jatuh ke perutnya. Apa telinganya masih berfungsi dengan baik? Apa ia sedang bermimpi? Tapi ia yakin kalau dirinya sudah terbangun tadi. Tapi... tapi... apa ini nyata? Ya Tuhan, tolong jangan permainkan aku. -_-

“Kei...” Merasa tidak tahu harus mengatakan apa, Jongin langsung tersenyum bahagia. Ia memperhatikan Kei yang masih menundukkan kepalanya, kemudian menggeser duduknya dan menempelkan tubuhnya pada tubuh Kei.

“Kei, aku tidak salah dengar, kan? Kau sedang tidak bercanda, kan?” Dengan gerakan refleks, Jongin menangkup pipi Kei dengan kedua tangannya. Matanya tampak berbinar-binar saat menatap bola mata indah milik Kei.

Kei merasa salah tingkah. Rasanya ia ingin memiliki jurus menghilang saja saat ini. Ia benar-benar malu. Sangat malu. Wajahnya bahkan sudah memerah seperti kepiting rebus. Jantungnya berdegup dengan kencang seolah-olah saling berkejar-kejaran.

“Aish, jangan membuatku semakin malu!” Kei berusaha melepaskan tangan Jongin dari pipinya. Namun Jongin malah semakin menguatkan pegangannya.

“Kei, kau milikku! Kau milikku sekarang! Aku mencintaimu!”

Entah setan dari mana yang merasuki tubuhnya, dengan berani Jongin menarik tengkuk kepala Kei dan menempelkan bibirnya di bibir mungil milik Kei. Itu ia lakukan diluar kendali tubuhnya. Hasratnya lebih cepat bertindak daripada otaknya. Jongin mencium Kei dengan lembut. Meresapi setiap sisi bibir Kei, menikmati bibir manis itu. Membuktikan betapa ia mencintai yeoja ini.

Astaga, Kei. Bibirmu benar-benar membuatku ketagihan! Bibirmu benar-benar memabukkan! Ku rasa aku bisa gila karenanya!

Jongin terpaksa harus melepaskan ciumannya saat merasa rambutnya di tarik dengan kuat oleh Kei. Ia menatap Kei dengan tatapan tidak berdosa, sementara Kei menatapnya tajam dengan penuh amarah yang menggebu-gebu.

“YA, KIM JONGIN! KU BUNUH KAU!!!”

 

 

-END- 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK